Duniaindustri.com (Juni 2017) — Seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia mulai 30 Juni 2017 tak akan lagi beroperasi. Hal ini seperti diungkapkan PT. Modern Sevel Indonesia selaku pemegang bisnis merek waralaba 7-Eleven.
Mengutip dari Keterbukaan Informasi yang dirilis 22 Juni lalu, Direktur PT. Modern International Tbk (Persero) (PT MSI merupakan satu entitas anak PT. Modern International), Chandra Wijaya, mengungkapkan penutupan ini karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki Perseroan untuk menunjang kegiatan opersaional gerai 7-Eleven.
“Hal ini disebabkan oleh keterbatasan sumber daya yang dimiliki Perseroan untuk menunjang kegiatan operasional gerai 7-Eleven setelah Rencana Transaksi Material Perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience store di Indonesia,” demikian pernyataan tertulis dari Chandra.
Selain itu, kata dia, MSI juga gagal melakukan kesepakatan dengan PT. Charoen Pokphand Restu Indonesia dalam hal pengambilalihan kegiatan usaha.
“Hal-hal material yang berkaitan dengan yang timbul sebagai akibat dari pemberhentian operasional ini akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku dan akan diselesaikan secepatnya,” demikian tulis Chandra.
Batalnya akuisisi itu merupakan mimpi buruk bagi 7-Eleven di Indonesia. Padahal pada April 2017, PT Modern Sevel Indonesia (MSI), anak usaha PT Modern Internasional Tbk (MDRN), menjual dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience store di Indonesia dengan merek waralaba 7-Eleven beserta aset-aset yang menyertainya kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI). Nilai transaksi akuisisi itu mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Direktur PT Modern Internasional Tbk Chandra Wijaya menuturkan, kedua perusahaan telah menandatangani Business Acquisition Agreement yang dilakukan pada 19 April 2017, yang merupakan akuisisi bersyarat.
Transaksi dari segmen usaha tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi masing-masing segmen usaha. Pihak penjual dan pembeli sepakat nilai transaksi lebih dari Rp1 triliun, dengan merujuk hasil dari penilaian KJPP dan uji tuntas pihak pembeli.
“Nilai transaksi ini tidak melebihi dari 50% nilai ekuitas perseroan per 31 Desember 2016, sehingga transaksi tersebut merupakan transaksi material dan perseroan sedang mempersiapkan seluruh prosedur dan dokumen yang dibutuhkan,” ujar Chandra melalui keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Selasa (25/4).
Transaksi diperkirakan rampung sebelum atau pada 30 Juni 2017, apabila persyarat pelaksanaan transaksi dipenuhi. Adapun persyaratan tersebut meliputi persetujuan korporasi dari perseroan dan MSI, termasuk persetujuan RUPS dan dewan komisaris, persetujuan dari instansi pemerintah yang telah diperoleh, termasuk Kementerian Perdagangan atas pengakhiran perjanjian waralaba dan penunjukan CPRI selaku penerima waralaba baru serta persetujuan OJK.
Terlaksananya transaksi juga harus mendapatkan persetujuan dari kreditur sehubungan dengan pelaksanaan rencana transaksi, persetujuan dari 7-Eleven Inc selaku pemberi waralaba sehubungan dengan pengakhiran perjanjian waralaba dengan MSI dan penunjukan CPRI selaku penerima waralaba baru, MSI dan CPRI secara bersama telah menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan rencana transaksi dengan memperhatikan hasil penilaian dan uji tuntas.
Ia menambahkan bahwa pertimbangan melalui MSI untuk menjual segmen usaha ini karena segmen bisnis tersebut rugi di tahun-tahun terakhir, sebagai akibat dari kompetisi pasar yang tinggi serta pengembangan segmen bisnis diperlukan modal yang besar pada masa yang akan datang.
“Dengan dijualnya segmen usaha ini, maka perseroan masih memiliki bisnis lain, yakni sebagai distributor peralatan kesehatan medis di bawah merek Shimadzu dan Sirona, serta distributor dokument management solution di bawah entitas anak PT Modern Data Solusi,” paparnya.
Berdasarkan data yang dihimpun duniaindustri.com, hingga akhir 2015, gerai 7-Eleven di Indonesia mencapai 189. Per September 2016, jumlah gerai 7 Eleven mencapai 175.
Sebanyak 30 gerai 7 Eleven (Sevel) tutup di awal tahun 2017 ini. Jumlah gerai yang ditutup itu meningkat dari tahun 2016 sekitar 20 gerai. Corporate Secretary PT Modern Putra Indonesia, Tina Novita, mengatakan sejumlah gerai yang tutup di awal tahun ini karena ada beberapa toko tidak dapat mencapai target perusahaan.
Selain itu, terdapat penurunan penjualan akibat larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol. Aturan tersebut mulai berlaku efektif 17 April 2015.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: