Latest News
You are here: Home | World | Eksportir Perlu Waspadai Efek Risiko Lonjakan Utang China
Eksportir Perlu Waspadai Efek Risiko Lonjakan Utang China

Eksportir Perlu Waspadai Efek Risiko Lonjakan Utang China

Duniaindustri.com (Juli 2017) — Sejumlah pengamat dan ekonom dunia meminta para eksportir untuk mewaspadai efek risiko lonjakan utang yang terjadi di China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Lonjakan utang China dinilai merupakan masalah serius karena krisis dalam bentuk apapun di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu bisa berdampak ke negera lain.

Peringatan tersebut disampaikan oleh mantan kepala ekonom dan direktur riset IMF, Kenneth Rogoff. “Jika ada negara di dunia ini yang kondisinya rentan dan benar-benar bisa mempengaruhi orang lain, negara itu seharusnya China hari ini,” kata Rogoff, seperti dikutip CNBC (6/7)

“Semua kawasan bergantung pada China … sehingga saya sunguh-sunguh berpikir bahwa kita bisa melihat [ekspor] resesi itu keluar dari China,” Rogoff menambahkan.

Akhir Mei lalu, Moody’s Investors Service memperlihatkan kekhawatirannya, bahwa upaya China untuk mendukung pertumbuhan ekonomi akan memicu tingkat utang yang lebih tinggi, dengan memanurunkan rating kredit utang pemerintah China menjadi A1 dari sebelumnya Aa3, dan mengubah proyeksi dari negatif menjadi stabil.

Dalam catatannya belum lama ini, Nomura mengestimasikan bahwa utang sektor non-keuangan China sudah sebesar 191,3 triliun yuan atau sekitar US$ 27,96 triliun, atau mencapai 251 persen PDB pada kuartal I 2017. Jumlah tersebut meningkat dari 158,3 triliun yuan atau 231 persen PDB pada akhir 2015.

Moody’s mengestimasikan, defisit angaran pemerintah China pada 2016 terbilang “moderat” di kisaran 3 persen PDB. Tapi beban utang pemerintah dieskpektasikan akan meningkat hingga 40 persen PDB pada 2018 dan 45 persen pada akhir dekade ini.

Catatan Institute of International Finance pada Mei lalu menyebutkan, data resmi total utang pemerintah pada akhir 2016 sebesar 37 persen PDB.

Pendapat Rogoff muncul menyikapi kondisi China yang sedang berupaya keras mengendalikan masalah tingkat utang yang tinggi. “Mereka berusaha mempertahankan pertumbuhan, [tapi] ada nbanyak faktor yang akan membatasinya, terutama ketika mereka berusaha menggeser penggerak utama pertumbuhannya dari ekspor ke konsumsi domestik,” papar Rogoff.

Memindahkan penggerak pertumbuhan ekonomi dengan mengandalkan konsumsi domestik bukan perkara mudah, permasalahan tersebut juga dihadapi China. Apalagi, kata Rogoff, China membiayai ledakan pertumbuhannya dengan menggelontorkan kredit secara masif.

“China mempunyai kapasitas besar untuk menyerap permasalahan kreditnya, karena dalam beberapa hal sektor swasta dilindungi oleh pemerintah, tapi itu semua bergantung pada pesatnya pertumbuhan kredit,” ungkap Rogoff.

“Jika mereka memperlambat kucuran kredit, pertumbuhan juga melambat. Sehingga tidak perlu ada banyak kegagalan untuk mengalami penurunan tajam pertumbuhan,” ujarnya.

Kekhawatiran terhadap perekonomian China meningkat setelah stimulus pemerintah mempunyai efek penumpukan utang.(*/tim redaksi 05)

Sampul Riset Tren Produksi Oleokimia dan Biodiesel 2011-2017

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top