Duniaindustri.com (Januari 2016) – Ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia cenderung melemah pada akhir dan awal tahun sesuai dengan musim produksi rendah serta pelemahan permintaan dari sejumlah pasar potensial. Pada Desember 2015, ekspor CPO Indonesia diyakini turun hingga ke level terendah dalam empat bulan terakhir, di tengah perkiraan penurunan permintaan dari China.
Menurut perkiraan sejumlah analis yang memperhitungkan proyeksi stok di kilang dan data dari kalangan praktisi perkebunan, ekspor CPO – termasuk minyak kernel – turun 2,5% dibandingkan angka ekspor November menjadi 2,33 juta ton. Jika benar, angka tersebut merupakan yang terendah sejak Agustus 2015.
Untuk diketahui, pada akhir dan awal tahun merupakan musim produksi rendah dan untuk kali ini bertepatan juga dengan penurunan pasokan dari Malaysia, yang merupakan produsen CPO terbesar kedua setelah Indonesia. Di pihak lain, pola cuaca El Nino yang disebut-sebut terburuk dalam dua dekade dan memicu musim kering yang lebih panjang telah menekan produksi di Asia Tenggara.
Selain itu, pola cuaca La Nina yang diperkirakan terjadi pada paruh kedua tahun ini akan memicu hujan yang lebih banyak dan bisa menunda panen. Faktor penekan lain, harga minyak mentah mendekati level terendah 12 tahun sehingga membuat CPO tak ekonomis jika digunakan untuk bahan baku biofuel.
“Permintaan, khususnya dari India dan China, melemah,” ungkap Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, seperti dikutip dari Bloomberg. Menurut dia, ekspor anjlok karena harga minyak yang rendah telah menekan penggunaan CPO sebagai biofuel.
Karena pasokan ekspor yang rendah, harga berjangka CPO di Bursa Komoditas Kuala Lumpur naik tipis 0,3% menjadi 2.441 ringgit (US554) per ton pada perdagangan siang hari ini. Tahun lalu, harga CPO naik 9,7% menjadi 2.508 ringgit pada 31 Desember, tertinggi sejak Juni 2014. Untuk perbandingan, harga minyak dunia anjlok 30% sepanjang 2015.
“Pasar sangat lemah,” tegas Direktur PT Nusantara Sawit Persada, Teguh Patriawan. “China biasanya sangat aktif menjelang Tahun Baru Imlek, namun sekarang agaknya sangat lamban.”
Dari survei diketahui, cadangan CPO Indonesia pada Desember sekitar 2,9 juta ton dengan produksi sebesar 2,43 juta ton, dari cadangan 3,1 juta ton pada November dan produksi 2,7 juta ton.
Outlook 2016
Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia pada 2016 diestimasi mencapai 35 juta ton, tumbuh 9,3% dibanding proyeksi tahun ini 32 juta ton, menurut data United State Department of Agriculture (USDA). Kenaikan tersebut akan mendorong peningkatan produksi CPO global sebesar 5,96% menjadi 65,1 juta ton pada 2016 dibanding proyeksi tahun ini 61,44 juta ton.
Dengan demikian, produksi CPO Indonesia tahun depan diperkirakan menyumbang 53,7% dari total produksi CPO global. Sementara Malaysia, produsen CPO terbesar kedua setelah Indonesia, diperkirakan memproduksi CPO sebanyak 21 juta ton pada 2016, dengan kontribusi 32,25% terhadap pasar global.
Berbeda dengan USDA, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memperkirakan produksi CPO Indonesia pada 2016 mencapai 33 juta ton, lebih rendah 500 ribu ton dari prediksi awal menyusul adanya fenomena El-Nino yang menurunkan produksi industri perkebunan di Indonesia.
Derom Bangun, Ketua DMSI, memperkirakan kenaikan produksi CPO Indonesia pada 2016 menjadi 33 juta ton akan ditopang penanaman kembali yang dilakukan pada 2010-2011. Namun, efek fenomena El-Nino akan membatasi pertumbuhan produksi di 2016.
Sementara Mohd Emir Mavani Abdullah, CEO Felda Global Ventures, pemain CPO terbesar ketiga di dunia, menjelaskan efek El-Nino akan memangkas produksi CPO di Indonesia dan Malaysia sekitar 5%-6% pada 2016. Selain itu, El-Nino juga akan mendorong harga CPO naik ke level US$ 606,06 per ton pada kuartal I 2016.
Sejumlah analis terkemuka memperkirakan harga CPO bisa melonjak 40% menjadi US$ 700 per ton pada pertengahan 2016. Pola cuaca El Nino dan peningkatan pengunaan biodiesel berbasis sawit di Indonesia akan menekan pasokan CPO ke pasar global dan harga CPO akan meroket.
Prediksi optimistis itu diungkapkan analis terkemuka industri sawit, James Fry, seperti dilansir Reuters. Kenaikan harga tersebut disebabkan pola cuaca El Nino tahun ini yang menekan produksi dan potensi peningkatan penggunaan biodiesel berbasis sawit di Indonesia.
Fry menjelaskan, dua negara produsen CPO terbesar, Indonesia dan Malaysia, mendapatkan curah hujan lebih rendah dari normal tahun ini karena El Nino. Hal ini memicu kekhawatiran berkurangnya produksi sawit sehingga mendorong harga acuan berjangka untuk CPO naik lebih dari 25% dari posisi harga acuan Agustus yang di angka terendah 6,5 tahun.
Sebagai perbandingan, harga acuan berjangka CPO meningkat 57% pada 2009, terutama karena terjadinya El Nino, yang secara tipikal membuat musim kering di Asia dan timur Afrika dan sebaliknya memicu banjir di Amerika Latin.
“El Nino akan membawa harga CPO di atas US$ 700 per ton (free-on-board/FOB) pada pertengahan tahun depan, dengan produksi CPO dunia pada 2016 di bawah 2015,” papar Fry, yang merupakan Chairman di LMC International, perusahaan konsultan komoditas. CPO pada akhir September 2015 diperdagangkan sekitar US$ 500 per ton FOB.
Thomas Mielke, editor Oil World berbasis di Hamburg, juga memperkirakan El Nino akan menekan produksi CPO Malaysia pada September dibandingkan produksi Agustus.
Selain karena pola cuaca yang menekan produksi, Fry juga menunjuk pada potensi peningkatan penggunaan biodiesel berbasis sawit di Indonesia, yang akan memperketat pasokan CPO dari Indonesia sebagai produsen terbesar dunia ke pasar internasional.
Fry memaparkan bahwa Presiden Joko Widodo telah meneken keputusan presiden yang mengenakan retribusi ekspor CPO sebesar US$ 50 per ton. Sebagian dana pungutan itu akan digunakan untuk subsidi biodiesel. “Penjualan biodiesel tak layak (secara industri) di harga saat ini. Tetapi, jika ada subsidi, dampaknya (terhadap penggunaan biodiesel) bisa besar,” kata Fry, yang berbicara di konferensi GlobOil India.
Bahkan, lanjut Fry, tanpa El Nino sekalipun, harga akan melonjak di atas US$ 600 per ton pada kuartal I 2016 seiring peningkatan penggunaan biodiesel di Indonesia. “Dengan asumsi, dana pungutan ekspor CPO Indonesia digunakan secara penuh.”
Selain El Nino dan penggunaan biodiesel di Indonesia, Fry juga menunjuk pada kemungkinan bahwa petani sawit cenderung mengurangi penggunaan pupuk dalam beberapa bulan terakhir, demi menekan pengeluaran karena harga CPO yang rendah. “Ini juga akan memukul produksi setelah November,” ungkapnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 01)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: