Duniaindustri.com (Agustus 2016) – Ekspor CPO Indonesia anjlok 18,9% pada semester I 2016 menjadi US$ 7,9 miliar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US$ 9,8 miliar. Karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendesak agar pungutan ekspor CPO diturunkan dari US$ 20 per ton menjadi US$ 5 per ton.
“Pungutannya terlalu tinggi, jadi mempengaruhi penurunan ekspor CPO Indonesia,” kata Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto.
Dampak lainnya, lanjut Panggah, penurunan ekspor CPO Indonesia mempengaruhi menurunnya kinerja ekspor industri makanan dan minuman pada semester I 2016. Padahal, lanjut Panggah, kinerja ekspor sektor makanan dan minuman, tanpa ekspor minyak sawit dan olahan kelapa, masih baik.
Nilai ekspor makanan dan minuman turun 18,9% pada semester I 2016 dari US$ 9,8 miliar menjadi US$ 7,9 miliar. Meski demikian, pertumbuhan industri makanan dan minuman masih positif pada semester I 2016 yang mencapai 7,92%. Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman pada periode yang sama tahun lalu 7,54%.
Nilai ekspor CPO (minyak sawit mentah/crude palm oil) Indonesia sepanjang 2015 hanya mencapai US$ 18,64 miliar, merosot 11,2% dibanding tahun sebelumnya yang mencapai US$ 21 miliar, menurut Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (Gapki).
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menjelaskan tahun lalu produksi CPO Indonesia mencapai 32,5 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 26 juta ton CPO diekspor dengan nilai yang ditaksir mencapai US$ 18,64 miliar. “Nilai ekspor CPO Indonesia untuk tahun lalu sudah menyamai migas, yang selama bertahun-tahun menjadi komoditas andalan kita. Beberapa tahun lagi saya yakin bisa melampaui,” katanya.
Menurunnya kontribusi ekspor migas tidak terlepas dari anjloknya harga emas hitam sepanjang 2015. Pada saat yang sama, harga CPO juga drop sehingga ekspor yang biasanya US$21 miliar merosot ke angka US$ 18,64 miliar.
Menurut Gapki, tahun 2015 merupakan tahun yang dilewati industri sawit dengan penuh tantangan, mulai dari harga CPO global yang tidak bergairah sampai pada kasus kebakaran lahan perkebunan kelapa sawit. Harga rata-rata bulan CPO global sepanjang tahun 2015 tidak mampu mencapai US$ 700 per metrik ton. Sehingga sepanjang tahun secara otomatis ekspor CPO dan turunannya tidak dikenakan Bea Keluar karena harga rata-rata CPO di bawah US$ 750 per metrik ton yang merupakan batas minimum pengenaan Bea Keluar. Harga rata-rata CPO tahun 2015 hanya berada di angka US$ 614,2 per metrik ton. Harga rata-rata ini turun sebesar 25% dibandingkan dengan harga rata-rata tahun 2014 yaitu US$ 818.2 per metrik ton.
Jatuhnya harga CPO global tidak terlepas dari pengaruh jatuhnya harga minyak mentah dunia yang sempat jatuh sampai US$ 30 dollar per barel, yang kemudian mempengaruhi harga-harga komoditas lainnya. Pertumbuhan ekonomi China yang melambat dan stagnasi di Eropa juga menjadi faktor penyebab penurunan harga CPO global.
Sementara itu berdasarkan data yang diolah GAPKI, total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada tahun 2015 mencapai 26,40 juta ton atau naik 21% dibandingkan dengan total ekspor 2014, 21,76 juta ton. Adapun produksi CPO dan turunannya 2015 diprediksi mencapai 32,5 juta ton (termasuk biodiesel dan oleochemical). Angka produksi ini naik 3% dibandingkan total produksi tahun 2014 yang hanya mencapai 31,5 juta ton.
Nilai ekspor CPO Indonesia sepanjang 2015 mencapai 18,64 milyar dollar AS. Meskipun volume ekspor naik, nilai ekspor CPO Indonesia mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun lalu karena rendahnya harga minyak sawit global. Nilai ekspor CPO Indonesia tahun 2015 tercatat turun sebesar 11,67% dibandingkan 2014 yang mencapai 21,1 milyar dollar AS.
India, Negara Uni Eropa dan China masih merupakan pengimpor terbesar minyak sawit dari Indonesia. Sepanjang tahun 2015, volume ekspor CPO Indonesia ke India menjadi 5,8 juta ton atau naik 15% dibandingkan tahun lalu yaitu 5,1 juta ton. Sementara ekspor CPO Indonesia ke negara-negara Uni Eropa mencapai 4,23 juta ton, dan ini menunjukkan kenaikan sekitar 2,6% dibandingkan dengan volume ekspor tahun lalu. China secara mengejutkan mencatatkan kenaikan permintaan minyak sawit sepanjang tahun 2015 sebesar 64% atau dari 2,43 juta ton tahun 2014 meningkat menjadi 3,99 juta ton pada 2015.
Peningkatan permintaan minyak sawit yang cukup signifikan sepanjang tahun 2015 dibukukan oleh Amerika Serikat sebesar 59% atau mencapai 758,55 ribu ton dibandingkan tahun lalu hanya 477,23 ribu ton. Hal ini diikuti oleh Pakistan yang membukukan kenaikan 32% atau dari 1,66 juta ton di 2014 meningkat menjadi 2,19 juta ton di 2015.
Bertolak belakang dengan hal di atas volume ekspor CPO Indonesia ke pasar baru di Negara Timur Tengah tahun 2015 mengalami penyusutan. Menurut data yang diolah GAPKI volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Negara Timur Tengah pada tahun 2015 melorot 8% dibandingkan tahun lalu atau dari 2,29 juta ton di 2014 turun menjadi 2,11 juta ton di 2015. Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan permintaan Negara Timur Tengah adalah karena jatuhnya harga minyak dunia yang secara otomatis mengganggu finansial negara-negara penghasil minyak sehingga daya beli ikut melemah.(*/berbagai sumber/Tim redaksi 05)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: