Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Kelesuan ekonomi yang memicu pelemahan daya beli mulai berdampak ke sektor industri. 10 industri garmen dan tekstil di Kota Tangerang terancam bangkrut dan menutup pabrik. Sebanyak 1.800 karyawan terpaksa dirumahkan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Abduh Surahman, menjelaskan industri mengeluhkan biaya tinggi karena pembelian bahan baku dalam bentuk dolar AS. Sementara pendapatannya dalam mata uang rupiah.
“Harus diakui, ekonomi melemah. Daya beli masyarakat turun drastis, rupiah juga melemah. Akibatnya perusahaan harus mengurangi produksi. Yang berarti harus merumahkan karyawannya,” kata Surahman.
Saat ini, kata Surahman, 10 perusahaan garmen dan tekstil di Kota Tangerang, terancam tutup. Sejumlah perusahaan telah mengurangi kapasitas produksi serta jam kerja pegawai sejak sebulan lalu. Sedikitnya, 1.800 karyawan terpaksa dirumahkan.
“Ini dilakukan untuk mempertahankan produksi. Tetapi kalau sampai dua bulan ke depan masih seperti ini kondisi ekonomi maka perusahaan akan melakukan pengurangan karyawan,” ujarnya.
Duniaindustri.com menilai ancaman kebangkrutan memang menghantui industri garmen yang menjual produknya di pasar lokal. Kelesuan ekonomi akan memangkas permintaan garmen di pasar domestik, sementara biaya produksi cenderung naik.
Sedangkan pabrik garmen yang berorientasi ekspor masih bisa bertahan karena menikmati laba kurs, menyusul depresiasi rupiah hingga Rp 14.140/US$.
Buktinya, PT Eco Smart Garment Indonesia, anak usaha PT Pan Brothers Tbk (PBRX), justru meresmikan pabrik baru di Boyolali, Jawa Tengah dengan nilai investasi US$ 34 juta. Pabrik yang memproduksi barang-barang garmen ini diharapkan dapat menyerap 12 ribu tenaga kerja.
Menurut keterangan, hasil produksi pabrik baru ini memang 100 persen ditujukan untuk pasar ekspor. Pabrik ini merupakan pabrik ke-17 Pan Brothers, dimana sebelumnya Pan Brothers telah mengoperasikan pabrik yang berlokasi di Tangerang, Sukabumi, Bandung, dan Sragen.
Adanya pabrik ini pun semakin menguatkan posisi Pan Brothers sebagai perusahaan tekstil terintegrasi dari hulu hingga hilir. Atas alasan itu, Saleh meminta perusahaan untuk juga membuka pabrik di luar pulau Jawa.
Sebagai gambaran, Pan Brothers memiliki 10 anak perusahaan yang terdiri dari 4 perusahaan di bidang garmen, 3 perusahaan di bidang product development & buying agent, 1 perusahaan di bidang industri tekstil, 1 perusahaan di bidang sewing & embroidery thread industry, dan 1 perusahaan di bidang retail holding. Total karyawan sampai saat ini mencapai 35.493 orang dengan nilai investasi total sebesar US$ 5,3 juta.
Untuk memperkuat bisnis dari hulu ke hilir, Vice Chief Executive Officer (CEO) Pan Brothers Anne Patricia Sutanto mengatakan bahwa perusahaannya akan menambah tiga pabrik lagi di Jawa Tengah sehingga nantinya terdapat tujuh pabrik di provinsi tersebut dengan total nilai investasi mencapai US$ 60 juta. Jika hal tersebut terealisasi, maka diharapkan bisa mengurangi penggunaan devisa yang sebelumnya dipakai untuk impor bahan baku.
“Karena kami juga menargetkan ekspansi ke hulu industri tekstil yang memproduksi kain berbahan polyster dan nylon jika ditemukan partner yang cocok,” ujar Anne.
Sebagai informasi, Pan Brothers adalah produsen garmen yang menghasilkan produk merek Adidas, The North Face, Calvin Klein, Hugo Boss, H&M, New Balance, Nike, hingga Ferrari.
Merujuk pada laporan keuangan perusahaan tahun lalu, sebanyak US$ 314,49 juta, atau 92,8 persen dari total penjualan sebesar US$ 338,8 juta ditujukan untuk pasar ekspor. Dari penjualan tersebut, 47,8 persen ditujukan bagi pangsa Asia, 31,18 persen ditujukan bagi pasar Uni Eropa, dan 27,4 persen ditujukan bagi pasar Amerika Serikat.(*/berbagai sumber)