Duniaindustri.com (Juni 2020) – Dampak pandemi Covid-19 yang kini diwarnai dengan ancaman gelombang kedua makin memicu ketidakpastian bagi iklim bisnis di negeri ini. Bahkan, pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 3,1 persen pada kuartal II/2020 atau April-Juni 2020. Kondisi super berat, memang.
Namun, apakah pelaku bisnis dan industriawan akan pesimistis menghadapi kondisi tersebut atau tetap optimis untuk menatap masa depan? Tim Duniaindustri.com ikut mengomentari prediksi kemerosotan pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan di kuartal II 2020 akibat pandemi Covid-19. Sebagai gambaran, kuartal II 2020 akan berakhir pada Juni 2020 atau tersisa dua minggu menuju fase tersebut.
Kondisi terakhir mengisyaratkan masa transisi menuju fase normal baru (new normal) dari fase sebelumnya yakni pembatasan sosial berskala besar. Mal dan ritel modern di kota-kota besar termasuk DKI Jakarta juga mulai buka, meski pengunjungnya dibatasi dan diberlakukan protokol kesehatan secara ketat.
Itu berarti, lanjut Tim Duniaindustri.com, kondisi terburuk akan segera terlewati. Tim Duniaindustri.com menilai sikap pesimistis menyikapi rendahnya pertumbuhan ekonomi sangat wajar, setelah lebih dari 3 bulan terpaku dalam kondisi pembatasan akibat pandemi yang menggerus sisi produksi dan market demand. Namun, sikap optimistis juga perlu dipupuk untuk mengantisipasi titik balik (rebound) ekonomi yang diperkirakan memicu lonjakan market demand domestik, sebagai equilibrium baru menuju kondisi sebelum pandemi.
Tim Duniaindustri.com berupaya memetakan sejumlah katalis positif yang memungkinkan terjadinya titik balik (rebound) ekonomi dengan sejumlah sektor penunjang utama, seperti makanan minuman olahan, farmasi dan kesehatan, kimia hulu dan hilir, logam, perdagangan, serta konstruksi dan infrastruktur. Sementara sektor pendidikan, pariwisata, dan perhotelan diprediksi menjadi sektor yang tertinggal (lagging) dalam mendorong titik balik ekonomi.
Sejumlah katalis positif pendorong titik balik ekonomi yang diprediksi mulai bergerak pesat pada awal Juli 2020 antara lain trend surplus neraca perdagangan, makin besarnya pergeseran pasar menuju digitalisasi, fleksibilitas dan kelincahan usaha kecil menengah, serta fundamental ekonomi domestik yang tergolong tangguh. Katalis positif itu akan membuka ruang gerak yang lebih besar bagi pelaku bisnis dan industriawan untuk menciptakan inovasi baru guna mendongkrak market demand.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indoneisa periode Mei 2020 tercatat sebesar US$ 2,1 miliar (dari defisit US$ 0,34 miliar di bulan April 2020) terkait dengan penurunan impor yang lebih tajam (-42% yoy) dibandingkan ekspor (-29% yoy). Ekspor besi & baja terus mencatatkan kenaikan 37,6% yoy di bulan Mei 2020, dari 29,3% yoy di bulan April 2020.
Menkeu Sri Mulyani sebelumnya memaparkan proyeksi pertumbuhan ekonomi minus di kuartal II 2020 dipicu oleh penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah kota di Indonesia pada kuartal II 2020. “Dengan pertumbuhan yang sangar berat, ini akan menjadi menantang,” tegas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di channel YouTube, Selasa (16/6).
Menurut Sri Mulyani, perkiraan pertumbuhan ekonomi minus ini telah dirilis oleh berbagai lembaga ekonomi dan keuangan dunia. Sejumlah lembaga itu memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 antara -3% sampai -6%.
Namun, dia meyakini ekonomi Indonesia pada kuartal III atau Juli-September 2020 dan kuartal IV 2020 atau Oktober-Desember 2020 akan kembali membaik. Sri Mulyani menambahkan proyeksi ekonomi sepanjang tahun 2020 akan tergantung apakah pertumbuhan ekonomi pada kuartal III bakal lebih baik dari kuartal II 2020.
Pertumbuhan ekonomi minus ini salah satunya dipicu kinerja pendapatan negara yang terus mengalami kontraksi alias penurunan. Hal ini sebagai imbas menurunnya aktivitas perekonomian masyarakat akibat pandemi Covid-19. Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi pendapatan negara per Mei 2020 mencapai Rp664,3 triliun. Capaian itu tercatat turun 9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penerimaan negara tersebut tercatat mencapai 33,7 persen dari target APBN 2020 senilai Rp1.760,9 triliun.
Penurunan pendapatan negara dipicu oleh penerimaan perpajakan yang hanya Rp444,6 triliun. Angka penerimaan pajak tersebut turun 10,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sri Mulyani menambahkan terkait minusnya proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020, tidak ada satu pun negara yang dianggap bisa tumbuh positif di periode tersebut. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) akan anjlok menjadi -9,7 persen. Di Inggris diperkirakan ekonomi lebih parah yaitu -15,4 persen, Jerman -11,2 persen, Prancis -17,2 persen, dan Jepang -8,3 persen.
Sementara di negara berkembang hanya China yang diperkirakan akan tumbuh positif menjadi 1,2 persen pada kuartal II 2020. Sedangkan negara lainnya seperti India akan tumbuh -12,4 persen, Singapura -6,8 persen, Malaysia -8 persen dan Indonesia -3,1 persen. Diakui Sri Mulyani untuk bisa tetap bertahan di teritori positif, menjadi tantangan yang sangat sulit bagi pemerintah di berbagai negara termasuk Indonesia. “Jadi forecast pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 akan sangat ditentukan apakah di kuartal III membaik dari kuartal II dan apakah di kuartal IV ada recovery yang mulai muncul,” jelas Menkeu.(*/tim redaksi 07 & 08/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 183 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 183 database, klik di sini
- Butuh 24 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customized direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya: