Latest News
You are here: Home | Sosok Industri | Eka Tjipta Widjaja (Pemilik Sinarmas Group)
Eka Tjipta Widjaja (Pemilik Sinarmas Group)

Eka Tjipta Widjaja (Pemilik Sinarmas Group)

(Duniaindustri.com) — Eka Tjipta Widjaja, pemilik Sinarmas Group, didaulat menjadi orang terkaya di Indonesia, versi Majalah Bloomberg edisi Desember 2012. Kekayaan Eka Tjipta Widjaja mencapai US$ 3,5 miliar dengan total aset diperkirakan US$ 8,5 miliar.

Bos Sinarmas itu mengalahkan musuh bebuyutannya, bos Djarum yakni Hartono Bersaudara. Kekayaan Budi Hartono mencapai US$ 1,6 miliar di 2012 dengan total aset diperkirakan US$ 8,2 miliar.

Majalah Bloomberg merilis data terbaru 200 orang kaya di dunia. Dari jumlah tersebut, 3 di antaranya merupakan pengusaha dari Indonesia. Eka Tjipta Widjaja berada di urutan 123 orang terkaya di dunia.

Kekayaan Eka Tjipta Widjaja naik 67,5% di 2012 dibanding 2011. Taipan yang berumur 89 tahun ini menimbun kekayaannya dari bisnis utama perkebunannya yakni Golden Agri. Pengusaha ini juga memiliki aneka bisnis mulai dari keuangan (bank dan asuransi), perkebunan sawit, kertas dan pulp, rumah sakit, hingga properti.

Budi Hartono bertengger di ranking 134 orang terkaya di dunia. Kekayaan Budi Hartono menurun 15,9% di 2012 dibanding 2011. Sumber utama kekayaan Budi Hartono berasal dari Bank Central Asia, namun pengusaha berusia 71 tahun ini juga punya bisnis besar lainnya seperti rokok Djarum, properti, dan sejumlah perusahaan online.

Pengusaha Indonesia ketiga yang masuk daftar 200 orang terkaya sejagd versi Bloomberg Billionaires Index adalah Michael Hartono yang berada di urutan 136. Pengusaha berusia 73 tahun ini masih bersaudara dengan Budi Hartono yang juga mengalami penurunan kekayaan.

Kekayaan Michael Hartono turun 16% menjadi US$ 1,6 miliar dibandingkan 2011. Sumber kekayaan utamanya sama seperti adiknya yakni berasal dari Bank Central Asia serta bisnis besar lainnya seperti rokok Djarum, properti, dan elektronik. Sedangkan total bersih kekayaannya diperkirakan mencapai US$ 8,2 miliar.

Kapitalisasi Sinarmas

Sinarmas Group memiliki sejumlah perusahaan ‘mesin uang’ yang bermain di berbagai sektor. Menurut penelusuran duniaindustri.com, Sinarmas Group melalui PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk (SMART) menguasai lahan sawit terbesar di Indonesia sebesar 480 ribu hektare hingga saat ini. Total lahan sawit di Indonesia pada 2012 diperkirakan mencapai 8,2 juta hektare.

Seorang eksekutif SMART yang enggan diungkap jatidirinya menyebutkan dengan luas lahan itu, Sinarmas Agro menjadi produsen sawit terbesar di Indonesia. “Sinarmas Group juga memiliki 1 juta hektare lahan sawit di Papua yang belum digarap,” ujarnya kepada duniaindustri.com.

Di industri kertas, Sinarmas Group memiliki anak usaha PT Asia Pulp and Paper (APP) yang di 2012 menargetkan penjualan sebanyak US$ 7 miliar. Kapasitas produksi pulp dan kertas Asia Pulp&Paper berasal dari lima perusahaan kertas anak usahanya, yakni PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills, PT Lontar Papyrus Pulp & Paper Industries, dan PT Ekamas Fortuna.

Sinar Mas Group/Asia Pulp & Paper, melalui anak usaha PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk serta PT Lontar Papyrus, menguasai kapasitas pulp 40% dan kertas 31,8% nasional atau setara 2,68 juta ton.

Di properti, Sinarmas Group menjadi salah satu pemain besar di Indonesia melalui Sinarmas Land. Sementara di industri keuangan Sinarmas juga memiliki bank dan perusahaan asuransi. Di industri telekomunikasi, Sinarmas Group mengakuisisi Fren dengan membentuk Smartfren. Gebrakan Sinarmas Group yang paling updated, menurut sejumlah sumber duniaindustri.com, kelompok bisnis ini menjamah sektor pengolahan air minum dalam kemasan. Namun belum terdengar kinerja Sinarmas di sektor terbaru itu.

Eka Tjipta Widjaja merupakan seorang pengusaha dan konglomerat Indonesia, Berkat keuletannya dalam menjalankan bisnis perusahaannya, ia merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia menurut Majalah Globe Asia edisi bulan desember 2012 dengan kekayaan mencapai 8,7 milyar Dolar Amerika Serikat. Pada tahun 2011, menurut Forbes, ia menduduki peringkat ke-3 orang terkaya di Indonesia, dengan total kekayaan US$ 8 miliar, beliau merupakan pendiri sekaligus pemilik dari Sinar Mas Group, Bisnis utamanya adalah pulp dan kertas, agribisnis, properti dan jasa keuangan. Nama asli Eka Tjipta Widjaja adalah Oei Ek Tjhong, beliau dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1923 di China, Ia terlahir dari keluarga yang amat miskin. Ia pindah ke Indonesia saat umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun 1932, Eka Tjipta Widjaya yang saat itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong akhirnya pindah ke kota Makassar

“Bersama ibu, saya ke Makassar tahun 1932 pada usia sembilan tahun. Kami berlayar tujuh hari tujuh malam. Lantaran miskin, kami hanya bisa tidur di tempat paling buruk di kapal, di bawah kelas dek. Hendak makan masakan enak, tak mampu. Ada uang lima dollar, tetapi tak bisa dibelanjakan, karena untuk ke Indonesia saja kami masih berutang pada rentenir, 150 dolar,” katanya.

Tiba di Makassar, Eka kecil segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapatkan 150 dollar, guna dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju. Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu. Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun gelar-gelar yang lain yang disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan studi. Namun beliau hanya lulus dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal ini dikarenakan kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus merelakan pendidikannya demi untuk membantu orang tua dalam menyelesaikan hutangnya ke rentenir. Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena masalah ekonomi. Ia pun mulai jualan.

Ia keliling kota Makassar, Dengan mengendarai sepeda, ia keliling kota Makasar menjajakan door to door permen, biskuit, serta aneka barang dagangan toko ayahnya. Dengan ketekunannya, usahanya mulai menunjukkan hasil. Saat usianya 15 tahun, Eka mencari pemasok kembang gula dan biskuit dengan mengendarai sepedanya. Ia harus melewati hutan-hutan lebat, dengan kondisi jalanan yang belum seperti sekarang ini. Kebanyakan pemasok tidak mempercayainya. Umumnya mereka meminta pembayaran di muka, sebelum barang dapat dibawa pulang oleh Eka. Hanya dua bulan, ia sudah mengail laba Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat 1 usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.

Namun ketika usahanya tumbuh subur, datang Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total laba Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari. Di tengah harapan yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan perahu terbesar di luar Jawa). Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda. Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik. Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di dekat lokasi itu. Ia merencanakan menjual makanan dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.

Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air 2 panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya. Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai datang bekerja. Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda. Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.

Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang. Ia pun bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual. Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan dirawat 3 sampai dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana menjahit karung. Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.

Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya. Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan. Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah. Eka mereguk laba besar, tetapi mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6. Eka rugi besar. Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kimpoi untuk menutup utang dagang.

Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangkit lagi, dan berdagang lagi. Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu. Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung, beliau juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit. Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh.

Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis bank. Ia membeli Bank Internasional Indonesia dengan asset mencapai 13 milyar rupiah. Namun setelah beliau kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan cabang pembantu yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah. Bisnis yang semakin banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai merambah ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun. Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.

Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja.

Referensi :

– http://id.wikipedia.org/wiki/Eka_Tjipta_Widjaja
– http://akhmadraihan46.wordpress.com/2011/02/10/profil-wirausaha-eka-tjipta-widjaja/
– http://www.orangterkayaindonesia.com/profil-eka-tjipta-widjaja-hanya-tamat-sekolah-dasar/
– https://duniaindustri.com/pemilik-sinarmas-orang-terkaya-di-indonesia-kalahkan-bos-djarum/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top