Duniaindustri.com (Juli 2016) – PT Provident Agro Tbk (PALM), emiten perkebunan kelapa sawit yang dikuasai grup Saratoga, menjual aset berupa saham empat anak usahanya kepada PT Gelanggang Maju Bersama dan PT Mandhala Cipta Purnomo. Total penjualannya mencapai Rp 2,7 triliun. Dampaknya, hasil penjualan saham itu membuat Provident Agro mencetak laba, dari sebelumnya rugi Rp 21,45 miliar menjadi untung Rp 811 miliar hingga April 2016.
Manajemen Provident Agro dalam prospektus singkat menjelaskan, perseroan menjual saham empat anak usahanya antara lain PT Global Kalimantan Timur (GKM), PT Semai Lestari (SML), PT Nusaraya Permai (NRP), dan PT Saban Sawit Subur (SSS). Penandatanganan jual beli dilakukan pada 24 Juni 2016.
Provident Agro menjual saham PT Global Kalimantan Timur (GKM) dan PT Semai Lestari kepada PT Gelanggang Maju Bersama. Sedangkan saham PT Nusaraya Permai dan PT Saban Sawit Subur dijual kepada PT Mandhala Cipta Purnomo.
Masing-masing nilai transaksi penjualan tersebut antara lain penjualan saham GKM senilai Rp 1,52 triliun. Kemudian PT Semai Lestari dijual Rp 600 miliar. Sedangkan SSS dijual senilai Rp 500 miliar. Lalu saham NRP dijual sebesar Rp 75 miliar.
“Transaksi penjualan saham anak usaha tersebut merupakan kesempatan baik untuk dapat memberikan hasil investasi optimal dan dipercaya akan memberikan manfaat dan dampak positif bagi Perseroan, pemangku kepentingan dan pemegang saham perseroan,” tulis manajemen Provident Agro dalam prospektus.
Berdasakan penilaian laporan keuangan oleh KAP Tanubrata Sutanto Fahmi dan Rekan per 30 April 2016, dampak transaksi tersebut membuat total aset perseroan turun menjadi Rp 4,6 triliun hingga April 2016. Total liabilitas turun menjadi Rp 2,13 triliun.
Bangun Pabrik di Papua
Sementara itu, PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT), emiten perkebunan kelapa sawit, pada tahun ini mengalokasikan belanja modal mencapai Rp400 miliar hingga Rp500 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun dua pabrik di Papua dan Kalimantan Barat.
Sekretaris Perusahaan Eagle High Plantation Rudy Suhendra menjelaskan hingga kuartal I-205 perseroan telah menggunakan belanja modal tersebut sekitar 25% untuk pembangunan pabrik di Kalimantan Barat. “Apabila tidak ada halangan, pabrik ini beroperasi pada kuartal IV-2016,” katanya.
Selain pembangunan pabrik di Kalimantan Barat, belanja modal juga akan digunakan untuk membangun pabrik di Papua. “Pabrik akan memiliki kapasitas 45 juta ton per hari dan bisa ditingkatkan hingga 90 juta ton,” jelasnya.
Lebih rinci, untuk pembagunan pabrik di Kalimantan Barat, perseroan harus menggelontorkan dana sebesar Rp200 miliar, sedangkan pabrik di Papua senilai Rp250 miliar. “Lokasi pabrik yang di Papua akan terletak di Jayapura, dekat dengan lahan Eagle High Plantation sehingga akan menghemat biaya,” tuturnya. Selain pabrik tersebut, perseroan juga tengah melakukan kajian dan visibilitas untuk area tanam dan pabrik di Sorong.
Sementara itu, tren perusahaan sawit untuk membangun pabrik biogas makin deras. Sedikitnya empat raksasa perusahaan sawit terus berinvestasi membangun pabrik biogas dengan massif, menurut penelusuran duniaindustri.com.
Kabar terbaru, Asian Agri Group, raksasa sawit yang beroperasi di Sumatera Utara, Jambi, dan Riau, hingga 2025 menargetkan pembangunan pabrik biogas sebanyak 20 unit, dengan nilai investasi mencapai US$ 94 juta. “Tahun 2015 kami sudah membangun lima pabrik biogas untuk mereduksi gas rumah kaca.
Pabrik sawit yang mengeluarkan limbah itu ditangkap oleh methan capture, dan diolah untuk menghasilkan listrik,” kata Asrini Subrata, Head of Stakeholders Relation Asian Agri.
Rini mengungkapkan, di Jambi sendiri baru ada satu pabrik biogas. Pabrik tersebut merupakan pabrik biogas pertama yang beroperasi dari perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Empat pabrik biogas lainnya ada di Riau, dan Asahan, masing-masing dua unit. Satu pabrik biogas dengan kapasitas 60 ton per jam bisa menghasilkan energi listrik sebesar 2 megawatt (MW). Kebutuhan listrik di pabrik sawit sendiri tak lebih dari 700 kilowatt sehingga masih ada sisa atau kelebihan listrik (excess power) sebesar 1,3 MW.
Menurut Corporate Communication Asian Agri Group, Elly Mahesa Jenar, potensi listrik yang dihasilkan sebesar 2 MW tersebut mampu untuk menerangi 2.000 rumah. Rencananya excess power yang ada akan dijual ke PLN. “Sekarang ini masih dalam proses penjajakan dengan PLN. Tentu pemerintah harus memberikan dukungan karena di daerah sini masih sangat minim transmisi listriknya,” ucap Elly.
Seperti diketahui, biogas merupakan jenis energi terbarukan yang tepat untuk penyediaan listrik masa depan dengan memanfaatkan limbah cair sawit. Tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya yang berinvestasi di pabrik biogas adalah PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), dan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT).(*/berbagai sumber/tim redaksi 02)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: