Duniaindustri.com (November 2015) – PT Kimia Farma Tbk (KAEF), emiten BUMN produsen farmasi, mendiversifikasi usaha dengan memanfaatkan aset tetap berupa sebidang tanah seluas 3.000 meter persegi senilai Rp 53,93 miliar untuk membangun hotel bintang tiga yang terintegrasi dengan ruang apotek, ruang praktek dokter, dan fasilitas penunjang lainnya. Untuk merealisasikan rencana tersebut, Kimia Farma menggandeng PT Primiera Anggada.
Direktur Utama Kimia Farma Rusdi Rosman mengatakan Primiera Anggada sebagai perusahaan yang menjalankan bisnis dalam bidang pembangunan dan jasa pengelolaan hotel memiliki kewajiban untuk membangun hotel bintang tiga yang terintegrasi dengan ruang apotek, ruang praktek dokter, dan fasilitas penunjang lainnya di wilayah Matraman, Jakarta.
Primiera Anggada nantinya akan mengelola fasilitas tersebut dalam jangka waktu 25 tahun. Setelah itu, seluruh bangunan hotel dan sarana berikut fasilitasnya akan diserahkan kembali kepada Kimia Farma.
“Selama ini di atas tanah tersebut berdiri bangunan yang digunakan oleh perseroan sebagai apotek dan pedagang besar farmasi (PBF). Namun karena kendaraan besar seperti truk yang digunakan PBF dilarang melintas di lokasi tersebut, maka PBF telah direlokasi,” ujar Rusdi melalui siaran pers, Kamis (19/11).
Dia menambahkan dengan pengelolaan dan pengoperasian hotel serta fasilitas lainnya yang dibangun dan dikelola Primiera Anggada, nantinya, Kimia Farma akan mendapatkan keuntungan, yakni terbebas dari biaya pembangunan, biaya perizinan, serta biaya pemeliharaan dan Pajak Bumi dan Bangunan. Pasalnya, biaya tersebut akan menjadi dibayar oleh Primiera Anggada selama waktu perjanjian.
“Selain itu, pada akhir waktu perjanjian, kami berhak untuk memperoleh bangunan dalam kondisi yang baik atau layak fungsi,” tuturnya.
Kimia Farma saat ini tengah gencar berekspansi ke segmen properti. Melalui sistem bisnis build operate transfer, Kimia Farma menunjuk mitra untuk membangun dan mengelola hotel dalam kurun waktu yang ditentukan. Setelah itu, hak pengelolaan jatuh ke tangan Kimia Farma.
Selain mendiversifikasi usaha ke properti, Kimia Farma juga berencana membangun pabrik baru farmasi dengan perkiraan kebutuhan investasi untuk pabrik baru sekitar Rp 600 miliar hingga Rp 1 triliun. Menurut direksi perseroan, saat ini perusahaan sedang melakukan kajian terkait pendanaan pabrik baru sekitar Rp 1 triliun tahun depan melalui penerbitan saham baru atau rights issue, medium term notes (MTN), ataupun penerbitan obligasi.
Rusdi mengatakan perseroan sedang melakukan tender atau lelang terkait pembangunan pabrik baru di Banjaran, Jawa Barat. Sementara ground breaking telah dilakukan.
Dia mengatakan untuk kebutuhan investasi pabrik baru tersebut diperkirakan mencapai Rp 1 triliun. “Kebutuhan investasi pabrik sekitar Rp 600 miliar sampai dengan Rp 1 triliun. Sementara rights issue kemungkinan belum akan tahun ini, kemungkinan tahun depan,” tutur Rusdi.
Farida Astuti, Corporate Secretary Kimia Farma, juga mengatakan saat ini belum dapat dipastikan rencana pendanaan pabrik baru tersebut. Sementara opsi lain juga masih dipertimbangkan. Opsi pendanaan selain rights issue bisa melalui MTN ataupun penerbitan surat utang atau obligasi.
“Untuk rights issue kami belum bisa pastikan, karena prosesnya sangat panjang terkait persetujuan dan lain-lain. Namun selain itu kami juga bisa saja menerbitkan MTN ataupun obigasi. Jadi tergantung market mana yang paling menguntungkan untuk kami,” ujarnya.
Farida juga mengatakan saat ini banyak dari pihak perbankan yang menawarkan diri terkait pembiayaan untuk perseroan. Kendati demikian, perolehan dana dari beberapa opsi tersebut nantinya tidak hanya dikhususkan untuk pembangunan pabrik baru, bisa saja digunakan untuk kebutuhan belanja modal lainnya.
Dia mengatakan pembangunan pabrik baru tersebut ditargetkan dapat rampung pada dua hingga tiga tahun ke depan. Dengan pabrik baru itu, kapasitas perseroan dapat bertambah tiga kali lipat dari kapasitas produksi tahun ini.
Untuk menghadapi pelemahan kurs rupiah yang memicu kenaikan beban produksi, Kimia Farma berupaya untuk meningkatkan penjualan ekspor di pasar regional. Di pasar regional Asean seperti Malaysia, perseroan telah memiliki beberapa agen pemasaran melalui gerai-gerai apotek.
Meski tidak menyebutkan berapa target pertumbuhannya, perseroan berharap penjualan ekspor tahun ini dapat meningkat lebih besar dari tahun sebelumnya. “Kami berharap penjualan ekspor kami tahun ini dapat lebih tinggi dari tahun lalu,” kata Rusdi.
Lindung Nilai
Sementara itu, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), emiten produsen farmasi, menyatakan akan meningkatkan penjualan ekspor tahun ini dengan cara menambah dua pasar ekspor di negara tetangga. Kebijakan tersebut sekaligus sebagai natural hedging (lindung nilai alami) perseroan di tengah kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Vidjongtius, Direktur Keuangan Kalbe Farma, mengatakan strategi peningkatan penjualan ekspor dilakukan melalui pasar yang sebelumnya telah terbuka di negara-negara Asean seperti Filipina, Myanmar, dan Vietnam. Selain itu, pada awal tahun ini perseroan juga sudah memasuki pasar Thailand dan Singapura.
“Fokus kami sebelumnya Filipina, Myanmar, dan Vietnam. Kami juga pertimbangkan untuk fokus di Thailand dan Singapura. Selain itu kami akan mengembangkan pasar di Nigeria,” tutur Vidjongtius.
Dia mengatakan Nigeria merupakan sentra bisnis yang cukup baik untuk kawasan di Afrika barat. Perseroan telah berhasil memasuki negara tersebut melalui produk minuman berenergi. Dengan demikian, perseroan memiliki ekspektasi terhadap penjualan ekspor tahun ini dapat meningkat double digit dibandingkan tahun lalu.
“Kami berharap penjualan ekspor kami tahun ini dapat meningkat lebih tinggi dari pertumbuhan penjualan domestik. Meskipun kontribusi penjualan ekspor kami tahun lalu baru mencapai 5%, kami berharap pertumbuhannya tahun ini dapat mencapai 15%-20% dibandingkan tahun lalu,” tambahnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: