Latest News
You are here: Home | Semen | Disparitas Harga Semen di Papua Sangat Ekstrem
Disparitas Harga Semen di Papua Sangat Ekstrem

Disparitas Harga Semen di Papua Sangat Ekstrem

Duniaindustri.com (Mei 2017) – Kondisi disparitas harga semen di Papua sudah tergolong sangat ekstrem karena jauh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Menurut data yang dihimpun duniaindustri.com, di Pulau Jawa harga eceran semen berkisar Rp 55.000-Rp 59.000 per zak isi 50 kilogram. Sementara di Pulau Sumatera berkisar Rp 53.000-Rp 63.000 per zak.

Tak berbeda jauh di Pulau Kalimantan berkisar Rp 54.000-Rp 72.000 per zak. Sedangkan di Pulau Sulawesi sekitar Rp 60.000-Rp 66.000 per zak. Namun, di daerah penggunungan Papua, terutama Wamena dan Puncak Jaya, harga semen berkisar Rp 2,3 juta – Rp 2,5 juta per zak, sedangkan di kawasan pesisir Papua berkisar Rp 87.000-Rp 95.000 per zak.

Disparitas harga semen di Papua terjadi karena biaya logistik yang cenderung mahal karena kondisi infrastruktur yang belum memadai. Untuk kawasan pegunungan di Papua seperti Puncak Jaya dan Wamena, transportasi udara menjadi moda satu-satunya sehingga menimbulkan ongkos yang tinggi. Sementara di kawasan pesisir Papua, pengiriman semen masih menggunakan kapal kargo dengan utilisasi kapasitas yang belum optimal dan turn around voyage yang lama.

Permintaan semen di Papua sepanjang 2016 mencapai 814 ribu ton. Dari angka itu, Semen Indonesia memasok sekitar 455 ribu ton. Konsumsi semen di Papua berkontribusi sekitar 2%-3% dari total pasar di Indonesia. Profil pengguna semen di Papua sekitar 70% diserap oleh proyek infrastruktur pemerintah dan hanya 30% pembeli ritel.

Kondisi disparitas harga semen yang ekstrem di Papua memang tidak bisa didiamkan saja terlalu lama. Sebab, semen merupakan salah satu barang penting untuk mendorong kesetaraan kemajuan dan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Eddy Putra Irawady, Deputi Menko Perekonomian Bidang Perniagaan dan Industri, menjelaskan sudah menjadi tugas pemerintah untuk memberikan keadilan ekonomi, kesetaraan, dan kesejahteraan kepada seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Papua. “Contoh kasus disparitas harga semen yang ekstrem di Papua menjadi tanggung jawab bersama untuk menyelesaikannya. Disparitas harganya sudah sangat ekstrem. Artinya di samping upaya-upaya yang normal, perlu juga upaya ekstra,” katanya saat menjadi keynote speech dalam Focus Discussion Group (FGD) bertema “Membangun Seamless Logistics melalui Sinergi BUMN dalam Upaya Memperkecil Disparitas Harga Semen di Papua” di Jakarta.

Dia menjelaskan dalam upaya normal, pemerintah wajib menjaga terjadinya persaingan yang wajar, membentuk struktur pasar yang sehat, kemudian menghilangkan distorsi pasar. Dalam kondisi normal, disparitas harga merupakan hal wajar karena berbagai faktor yang mempengaruhi. Namun, untuk kasus disparitas harga semen di Papua, yang terjadi sudah sangat ekstrem.

Di Indonesia, selling expenses banyak mempengaruhi pembentukan disparitas harga terutama untuk berbagai komoditas. Besarnya invisible payment biasanya lebih besar dibanding cost off manufacturing. Invisible payment itu sekitar 40% adalah biaya logistik, dan dari angka tersebut, 70%-nya merupakan biaya transportasi. Inilah yang menyebabkan terjadinya disparitas harga.

Dari data yang dihimpun Tim Sistem Logistik Nasional (Sislognas), menurut Eddy, harga semen di Pulau Jawa dan Papua relatif tidak berbeda jauh, dari Rp 59 ribu per zak ke Rp 85 ribu per zak. Tapi dibandingkan ke pedalaman dan Puncak Jaya Papua, disparitas sangat ekstrem hingga melampaui Rp 2,3 juta per zak.

“Ini bukan di masalah angkutan saja, saya pikir kita harus melihat secara jernih apa yang menjadi masalah. Masih ada hidden cost, selain ongkos transportasi. Ini yang harus diperkecil atau dihilangkan,” katanya.

Selain membangun moda transportasi yang efisien, lanjut dia, intervensi pemerintah juga dibutuhkan untuk menghilangkan distorsi pasar. Eddy menambahkan sebenarnya pemerintah sudah tegas membuat regulasi Peraturan Presiden (PP) No 71 tahun 2015. Dalam PP tersebut, Menteri Perdagangan diberi wewenang untuk melakukan koordinasi untuk menyelesaikan disparitas harga serta menetapkan komoditas penting dan strategis. Selain itu, menugaskan BUMN yang ditunjuk untuk melakukan upaya guna mengatasi disparitas harga.

Sedangkan mengenai usulan subsidi harga semen di Papua, Eddy menjelaskan, mesti dicermati secara khusus dan diajukan secara cepat. “Untuk subsidi, kalau ini subsidi untuk tol, transportasi, yang sudah tersedia dalam APBN 2017, bisa langsung eksekusi. Tapi kalau ada perubahan, subsidi ini harus masuk dalam APBN 2018 yang harus dibahas pada Juli ke Bapennas. Dan harus dibahas di tingkat parlemen pada September atau Oktober 2017. Sehingga upaya mengatasi disparitas dapat didukung dari political bujet,” paparnya.

Solusi Disparitas Harga Semen

Sebagai salah satu solusi, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk akan memperkuat sinergi BUMN dengan PT Pos lndonesia, PT Pelni, PT Pelindo IV, dan PT Angkasa Pura I sebagai upaya untuk memperkecil disparitas harga semen di Papua yang tergolong ekstrem.

“BUMN sebagai agent development mempunyai program untuk mendukung upaya pemerintah guna memperkecil disparitas harga semen yang ekstrem di Papua. Kelima BUMN termasuk Semen Indonesia akan melihat proses bisnis yang ada sehingga dapat menghasilkan efisiensi. Dengan demikian terjadi penurunan harga menjadi lebih murah,” kata Direktur Pemasaran dan Supply Chain Semen Indonesia Ahyanizzaman.

Menurut dia, sejumlah langkah yang akan dilakukan untuk memperkecil disparitas harga semen di Papua antara lain mengubah skema pengiriman (term of delivery) dari FOB menjadi franco (CIF). Langkah ini akan dipadukan dengan berbagai program tol laut dari pemerintah terutama kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pekerjaan Umum.

“Selain itu, gudang dari PT Pos akan digunakan sebagai point off sales sehingga efisien dan agar program ini bisa berjalan tepat sasaran,” paparnya.

“Program tol laut bisa dimanfaatkan dari sisi volume sehingga mengurangi biaya transportasi. Sementara program jalan trans Papua sangat membantu distribusi sehingga bisa menghemat biaya logistik sekitar Rp 330 ribu per zak,” kata Ahyanizzaman.

Mencermati kondisi tersebut, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso menyatakan pemerintah mesti memberikan subsidi ataupun insentif sebagai dukungan untuk memperkecil disparitas harga semen di Papua. “Bisakah pemerintah memberikan subsidi, karena tanpa itu upaya memperkecil disparitas harga semen di Papua tidak akan jalan,” ujarnya.

Menurut Widodo, dengan melihat profil pengguna semen di Papua yang mayoritas digunakan untuk proyek infrastruktur pemerintah, pemberian subsidi itu dapat dikategorikan sebagai mandatori. Selain itu, Widodo menilai mesti ada inisiatif dari instansi pemerintah terkait untuk menjalankan upaya memperkecil disparitas harga semen di Papua.

Kasubdit Kerjasama Pengembangan Logistik Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Poltak Ambarita menjelaskan regulasi untuk menjaga harga dan pasokan kebutuhan barang pokok dan barang penting sebenarnya tertuang dalam Undang-Undang Perdagangan No 7 Tahun 2014. Dalam pasal 27, berbunyi dalam rangka pengendalian ketersediaan, stabilitas harga, dan distribusi barang kebutuhan pokok dan barang penting, pemerintah dapat menunjuk BUMN. Aturan teknis dari UU tersebut dijelaskan dalam Peraturan Presiden No 71 tahun 2015. Dalam PP tersebut, dijelaskan bahwa semen termasuk dalam barang penting, selain benih, pupuk, LPG 3 kg, triplek, besi baja konstruksi, dan baja ringan.

Menurut Poltak, dalam pasal 3 PP No 71 Tahun 2015 disebutkan pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri atau bersama-sama bertugas menyediakan subsidi ongkos angkut di daerah terpencil, terluar, dan perbatasan. “Jadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 mengamanatkan BUMN dapat berperan dalam pendistribusian barang dan Perpres Nomor 71 Tahun 2015 mengamanatkan subsidi ongkos angkut di daerah terpencil, terluar dan perbatasan,” paparnya.

Skenario Penurunan Harga

Kelima BUMN yang menjalin sinergi untuk memperkecil disparitas harga semen di Papua juga telah membuat skenario penurunan harga semen di Papua. Untuk harga semen di kawasan pesisir Papua, guna menyetarakan pembentukan harga semen yang tidak dilalui trayek Tol Laut (Jayapura), maka dibutuhkan subsidi logistik sebesar Rp. 1,4 miliar/bulan. Sementara untuk harga semen di pedalaman Papua, seperti Yahukimo, guna mencapai harga semen kisaran Rp 75 ribu per zak diperlukan tambahan subsidi logistik sebesar Rp. 338 juta/bulan.

“Sedangkan untuk harga semen di kawasan pegunungan Papua dan Wamena, guna mencapai harga semen kisaran Rp. 75 ribu diperlukan tambahan subsidi logistik jalur udara sebesar Rp. 39,7 miliar/bulan,” kata Ahyanizzaman.

Menurut Ahyanizzaman, tindak Ianjut dari FGD ini daIam menurunkan disparitas harga semen di Papua yaitu dengan cara mengoptimalkan program toI laut, menggunakan kombinasi jalur sungai-darat, serta mewujudkan jembatan udara. Di sisi lain, subsidi biaya logistik yang dialokasikan untuk ketiga moda distribusi tersebut perlu dikendalikan agar tepat sasaran. Dengan demikian diharapkan penurunan harga semen di Papua dapat terwujud hingga kisaran Rp 75.000 per zak, baik di Pesisir atau Daerah Pegunungan Papua.

Efektivitas Infrastruktur

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Keterpaduan Perencanaan dan Sistem Jaringan Direktorat Pengembangan Jaringan Jalan Dirjen Bina Marga, Triono Junoasmono, menambahkan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, program pembangunan infrastruktur di Papua terus berjalan. “Kami habiskan anggaran Kementerian sekitar Rp 4,5 triliun per tahun untuk pembangunan jalan trans Papua,” ujarnya.

Dengan anggaran yang cukup besar itu, lanjut dia, diharapkan program pembangunan jalan trans Papua dapat segera terealisasi. Dampaknya akan bermanfaat bagi moda transportasi hinterland di Papua. “Kami dari Kementerian PU PR juga butuh sinergi dengan Kementerian Perhubungan untuk mempararelkan pembangunan jalan dengan dermaga agar akses transportasi makin terintegrasi,” ucapnya.

Di sisi lain, Triono memaparkan pemerintah perlu mencari strategi yang tepat agar pembangunan infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan dapat optimal digunakan sehingga ongkos logistik menjadi lebih rendah. “Ini untuk kajian awal guna mengukur seberapa besar manfaat dari pembangunan infrastruktur terhadap penurunan ongkos logistik. Perlu ada strategi sistematis agar infrastruktur yang telah dibangun dapat optimal digunakan, jangan mubazir,” tuturnya.(*/tim redaksi 02)

Sampul Riset Tren Produksi Oleokimia dan Biodiesel 2011-2017

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top