Duniaindustri.com (Februari 2019) — Polemik harga tiket pesawat yang meroket ternyata dipicu antara lain karena faktor tingginya harga avtur di bandara. Dalam kondisi tersebut, harga avtur di bandara yang selama ini dijual sebagai bahan bakar pesawat lebih tinggi hingga 30% dibanding negara lain. Dan ternyata avtur yang dijual di bandara dimonopoli oleh PT Pertamina.
Padahal, kenaikan harga tiket pesawat yang drastis telah menekan berbagai sektor penggunanya antara lain pariwisata dan perhotelan. Lantas, apakah pemerintah berani menghapus monopoli penjualan avtur Pertamina di bandara?
Desakan untuk menghapus monopoli penjualan avtur oleh Pertamina di bandara mulai mengalir deras. Bahkan, Presiden Joko Widodo sudah meresponsnya dengan memberikan dua alternatif bagi Pertamina.
Pernyataan Presiden Joko Widodo memang memberikan isyarat ke arah sana. Jokowi menilai banyak perusahaan yang akan antre untuk menjual avtur di bandara. “Banyak kalau yang mau, antre, saya pastikan. Walaupun saya belum tahu (perusahaannya), tapi saya pastikan antre,” kata Jokowi.
Dia menjelaskan, monopoli penjualan avtur Pertamina di bandara membuat harga avtur dalam negeri tidak kompetitif. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, lanjut Jokowi, harga avtur Indonesia lebih tinggi 30%.
“Itu yang harus dibenahi sehingga kalau harga sama dengan negara lain, ada yang namanya daya saing, competitiveness. Kalau ini diterus-teruskan pengaruhnya ke harga tiket pesawat,” katanya. Jokowi menjelaskan, harga avtur menyumbang 40% dari biaya operasi maskapai penerbangan yang berpengaruh kepada tiket pesawat.
Sebelum menghapus monopoli avtur Pertamina di bandara, Presiden menawarkan dua opsi kepada Pertamina untuk menindaklanjuti permasalahan ini. Pertama, Pertamina diminta menjual avtur dengan harga yang setara dengan harga internasional. Bila Pertamina tak mau menyanggupi permintaan Presiden, maka Pertamina diberikan opsi kedua yakni berani berkompetisi dengan swasta asing yang bisa saja ikut ‘jualan’ avtur untuk penerbangan domestik.
Jokowi mengaku mendapat informasi dari Chairul Tanjung selaku Komisaris Garuda Indonesia bahwa penjualan avtur di Bandara Internasional Soekarno Hatta dimonopoli oleh Pertamina. “Saya akan undang Dirut Pertamina. Pilihannya, harga (avtur) bisa sama tidak dengan internasional. Kalau tidak, saya masukkan kompetitor lain sehingga terjadi kompetisi,” jelas Presiden.
Sebelumnya, kalangan pengusaha perhotelan mengeluhkan tingkat hunian yang anjlok kepada Presiden, akibat mahalnya harga tiket pesawat. Saat menghadiri perayaan ulang tahun ke-50 Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Presiden Jokowi mendapat keluhan yang menyebutkan adanya penurunan tingkat hunian hotel hingga 20-40 persen sejak awal 2019 akibat mahalnya harga tiket pesawat.
Respons Menpar
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyatakan naiknya harga bahan bakar pesawat itu dinilai berdampak sistematis bagi industri pariwisata Indonesia. “Salah satu penyebab tingginya harga tiket, menurut laporan saat itu adalah harga avtur. Harga avtur kita kurang lebih 30 persen lebih mahal,” kata Arief di Jakarta, Rabu (13/2).
Tak sedikit pihak yang mengeluhkan penetapan tarif avtur oleh Pertamina. Bahkan protes disampaikan oleh gubernur di daerah. Sebab selain menggerus wisatawan, masyarakat juga terbebani biaya tiket pesawat.
“Mulai Aceh, Medan, Batam, Pekanbaru, dan Padang, karena kenaikannya (tiket) terlalu tinggi,” ujar Arief.
Kenaikan harga tiket yang mencapai 40% ini diperparah pula dengan kebijakan bagasi berbayar yang diberlakukan maskapai tertentu, sehingga makin membebani penumpang, termasuk wisatawan.
Kebijakan Garuda
Akhirnya, pada Kamis (14/2), maskapai Garuda Indonesia Group mengumumkan penurunan harga tiket pesawat di seluruh rute penerbangan sebesar 20% yang berlaku mulai Kamis. Penurunan harga tiket itu berlaku melalui lini layanan lengkap (full service) Garuda Indonesia dan penerbangan berbiaya hemat (low cost carrier) Citilink Indonesia, serta Sriwijaya Air-NAM Air Group.
Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengatakan penurunan tarif tiket pesawat merupakan tindak lanjut dari inisiasi Indonesia National Air Carrier Association (INACA) yang sebelumnya baru berlaku di beberapa rute penerbangan.
“Hal tersebut sejalan dengan aspirasi masyarakat dan sejumlah asosiasi industri nasional serta arahan Bapak Presiden RI mengenai penurunan tarif tiket penerbangan dalam mendukung upaya peningkatan sektor perekonomian nasional khususnya untuk menunjang pertumbuhan sektor pariwisata, UMKM, hingga industri nasional lainnya, mengingat layanan transportasi udara memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan perekonomian,” katanya.(*/berbagai sumber/Tim redaksi 08/Safarudin)
Duniaindustri Line Up:
Pemasok alkes berkualitas dan termurah: