Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Desakan kepada pemerintah untuk menurunkan harga BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi makin deras. Pengamat energi, Pri Agung Rakhmanto, mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang meminta agar Kementerian ESDM bersama PT Pertamina Persero untuk menurunkan harga BBM jenis premium. Ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Menurut Pri Agung, seharusnya dengan kondisi harga minyak dunia di kisaraan US$50 per barel dan kurs rupiah Rp14.500, harga BBM premium harusnya berada di kisaran Rp6.500-Rp7.000 per liter. Dalam perhitungan tersebut sudah menggunakan HIP (harga indeks pasar) + alpha + pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
“Harusnya sudah bisa turun sejak Agustus. Saat itu, kurs US$14.000 dan harga minyak US$40 per barel ditambah alpha, harga BBM premium harusnya Rp6.000 per liter,” ujar Pri Agung.
Selama ini, pemerintah tidak merevisi harga BBM karena harga patokan minyak Singapuran/Mean of Platts Singapore (MOPS) masih tinggi. Menurut Pri Agung, penggunaan MOPS yang masih tinggi tersebut justru menjadi pertanyaan, karena pengadaan BBM melalui Integrated Supplai Chain (ISC), dan bisa menekan harga, namun kenyataannya sama saja.
Sebagaimana diketahui, sejak Agustus lalu, harga minyak dunia sudah berada dilevel US$40 per barel, namun pemerintah belum juga menurunkan harga BBM jenis premium. Padahal, sejak 1 Januari 2015 lalu, harga Premium sudah mengikuti harga pasar, yang artinya ketika harga minyak dunia naik, maka harga Premium akan naik, ketika harga minyak dunia turun harga Premium juga akan turun.
Hingga saat ini, harga premium untuk Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) masih Rp 7.400 per liter, sedangkan di luar wilayah Jamali Rp 7.300 per liter.
Menurut Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, pemerintah akan melakukan penyesuaian harga BBM untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, penurunan harga BBM itu dikhususkan untuk bahan bakar industri, bukan BBM rumah tangga.
“Terutama yang menyangkut industri sebenarnya. Bukan rumah tangga. Jangan tanya dulu apa itu,” kata Menko Perekonomian Darmin Nasution. Dengan kata lain, penyesuaian harga BBM mungkin hanya berlaku untuk bahan bakar solar.
Khusus terkait fasilitas khusus bagi perusahaan eksportir, diberikan jika ada perusahaan yang berorientasi ekspor mengalami kesulitan keuangan, lalu perusahaan memberikan jaminan tidak akan melakukan PHK, perusahaan itu akan mendapatkan fasilitas pembiayaan. Fasilitas pembiayaan itu diberikan dengan bunga yang lebih rendah.
Ketua Dewan Direktur LPEI Ngalim Sawega menambahkan, tak hanya perusahaan yang berorientasi ekspor yang dapat mengajukan fasilitas tersebut. “Kalau dia ada yang nge-link ekspor atau tidak langsung ekspor, tetap bisa,” katanya. LPEI telah menyiapkan dana Rp 1 triliun untuk memberikan pembiayaan ini.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: