Duniaindustri.com (September 2022) – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu memproyeksikan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan mendorong inflasi Indonesia tahun ini berada di kisaran 6,6 persen sampai 6,8 persen. Prediksi itu lebih rendah dibandingkan proyeksi yang dibuat ekonom INDEF sebesar 7%.
“Kita sudah hitung 1,9 persen dampaknya dari kenaikan BBM ke inflasi. Kisarannya (tahun ini) inflasi akan ada di 6,6 persen sampai 6,8 persen,” katanya, Senin (5/9).
Febrio menuturkan proyeksi inflasi tahun ini yang akan mencapai 6,6 persen sampai 6,8 persen melebihi target pemerintah sebesar 4 persen sampai 4,8 persen. Ia menjelaskan proyeksi inflasi Indonesia tahun ini sebesar 6,6 persen sampai 6,8 persen karena adanya kenaikan harga BBM akan menyumbang inflasi sebesar 1,9 persen.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi hingga Agustus 2022 sebesar 4,69 persen (yoy) yang turun dari bulan sebelumnya sebesar 4,94 persen (yoy). Febrio menegaskan pemerintah akan terus menjaga tingkat inflasi Indonesia hingga akhir tahun agar mampu tetap di bawah 7 persen melalui terjaganya distribusi dan harga pangan.
“Sampai akhir tahun kita berusaha akan tetap menjaga dengan semua kombinasi tadi yaitu harga pangan terjaga dan distribusinya ada sehingga harapannya (inflasi) bisa di bawah 7 persen di akhir tahun,” jelas Febrio.
Sebagai informasi, pemerintah pada Sabtu (3/9) menaikkan harga BBM Pertalite menjadi Rp10 ribu per liter dari Rp7.650 per liter, harga Solar dari Rp5.150 rupiah per liter menjadi Rp6.800 per liter serta harga Pertamax dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.
Kenaikan ini dilakukan karena pemerintah mengalihkan subsidi BBM menjadi bantuan sosial mengingat besaran subsidi dan kompensasi energi telah mencapai Rp502,4 triliun meliputi subsidi energi Rp208,9 triliun dan kompensasi energi Rp293,5 triliun.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam konferensi pers perihal pengalihan subsidi BBM, Sabtu (3 September 2022), menjelaskan pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. “Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN. Tetapi, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat, dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun dan itu akan meningkat terus,” ujarnya.
Dan lagi, lanjut dia, lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil-mobil pribadi. Mestinya, uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu.
Saat ini, menurut dia, pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit. “Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM. Sehingga, harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian,” paparnya.
Sementara itu, Nailul Huda, Peneliti dan Ekonom Indef, menilai pemerintah dalam posisi yang cukup sulit mengingat saat ini inflasi sedang tinggi inflasi. Jika opsi menaikkan harga BBM subsidi diterapkan, hal itu akan membuat inflasi semakin tidak terkendali.
“Saat ini inflasi kita sudah mencapai 4,94 persen dan jika ada kenaikan BBM akan membuat inflasi akan semakin tinggi. Bisa mencapai lebih dari 7 persen jika Pertalite dinaikkan. Semua barang akan naik dan transportasi bisa naik semakin tinggi. Tapi jika tidak dinaikkan beban APBN semakin berat. Dimana beban akan semakin naik seiring dengan masih tingginya harga BBM global,” paparnya.
Menurut dia, walaupun beban subsidi BBM cukup berat, saat ini sangat perlu untuk menjaga harga Pertalite. Walaupun demikian, pasti akan terjadi pergeseran konsumsi dari Pertamax ke Pertalite, makanya perlu diantisipasi dari sisi penerima manfaat subsidi dan stok. “Jika harga Pertalite dinaikkan akan menjadi beban bagi masyarakat dan konsumsi rumah tangga bisa terkontraksi. Berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi kita yang tengah membaik,” ucapnya.
Sebagai alternatif solusi, dia menilai, pemerintah bisa me-realokasi anggaran tidak produktif dan anggaran pertahanan Indonesia yang terlalu besar. Anggaran untuk infrastruktur bisa juga untuk dialihkan ke belanja subsidi maupun bantuan sosial. “Anggaran untuk Food Estate, IKN, ataupun KCJB bisa dialihkan ke subsidi. Tapi masalahnya apakah pemerintah mau untuk realokasi anggaran tersebut? Tentu tantangan realokasi anggaran ini sangat berat,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, untuk menjaga daya beli masyarakat menengah ke bawah, harus ada bantuan langsung berupa BLT. “Tujuannya agar angka kemiskinan tidak naik secara tajam dan menjaga daya beli masyarakat kelas bawah,” tuturnya.
Nailul menjelaskan sebenarnya sah-sah saja sebuah negara memberikan subsidi komoditas (seperti subsidi BBM) ke masyarakat dimana salah satu tujuan belanja pemerintah juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. “Jika harga dilepas ke pasar, ketika harga tinggi seperti ini banyak masyarakat yang tadinya belum miskin, akan menjadi miskin. Maka menjaga daya beli dan menahan inflasi merupakan salah satu tugas dari pemerintah. Malaysia juga menerapkan kebijakan subsidi yang sama kok, tapi memang di sana terdapat kebijakan yang tidak diterapkan di Indonesia seperti relaksasi PPN. Indonesia malah menaikkan PPN-nya dari 10 persen menjadi 11 persen. Jadi memang sangat tergantung political will dari pemerintah. Selain itu, Pak Jokowi juga terjebak ‘janji’ untuk tidak menaikkan harga Pertalite, jadi masyarakat pasti memberikan harapan Pertalite harganya tidak naik,” paparnya.(*/berbagai sumber/tim redaksi 08/Safarudin/Indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 256 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 256 database, klik di sini
- Butuh 25 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 11 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya:
Atau simak video berikut ini:
Contoh testimoni hasil survei daerah: