Duniaindustri.com (September 2015) – PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia, menggandeng Compagnie Financiere Du Groupe Michelin (Michelin), untuk membentuk perusahaan joint venture yaitu PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI). Perusahaan patungan itu siap merealisasikan pembangunan pabrik pembuatan bahan baku ban ramah lingkungan pada kuartal IV tahun ini. Perseroan telah menunjuk dua perusahaan kontraktor untuk pengerjaan pembangunan pabrik baru tersebut.
“Synthetic Rubber Indonesia telah menandatangani kontrak EPC (engineering, procurement, and construction) dengan Toyo Engineering Corporation dan PT Inti Karya Persada Tehnik untuk pembangunan fasilitas pabrik karet sintetis yang berlokasi di Cilegon, Banten. Pengerjaan proyek ini akan dimulai pada kuartal IV tahun ini setelah proses persiapan lahan pabrik selesai,” kata Suryandi, Direktur Chandra Asri.
Fasilitas pabrik berkapasitas 120.000 ton per tahun itu nantinya menghasilkan synthetic butadiene rubber (SBR) dan solution styrene butadiene rubber (SSBR), bahan baku untuk produksi ban ramah lingkungan. Pada proses produksinya nanti, pabrik styrene butadiene rubber akan menggunakan bahan baku butadiene yang dihasilkan oleh PT Petrokimia Butadiene Indonesia, yang juga merupakan entitas anak perseroan. Hubungan antar produksi petrokimia ini menunjukkan integrasi usaha perseroan secara vertikal sekaligus menciptakan nilai tambah pada rantai produksi perseroan.
Pabrik yang dibangun dengan investasi seebsar US$ 435 juta tersebut ditargetkan rampung pada awal 2018. Synthetic Rubber Indonesia merupakan perusahaan joint venture antara PT Styrindo Mono Indonesia, anak usaha Chandra Asri, dengan produsen ban asal Perancis, Compagnie Financiere du Groupe Michelin. Styrindo Mono Indonesia saat ini menguasai 45% saham SRI, sementara 55% saham dimiliki Michelin.
Chandra Asri tahun ini menganggarkan belanja modal sebesar US$ 200 juta yang akan dialokasikan untuk pengembangan usaha. Adapun pendanaan tersebut berasal dari kas internal dan standby loan sekitar US$ 250 juta.
Dari jumlah tersebut, perseroan akan menggunakan dana sebesar US$ 135 juta untuk melanjutkan proyek naphta cracker, US$ 36 juta untuk kebutuhan turn around maintenance (TAM) fasilitas produksi, dan sebesar US$ 29 juta untuk kebutuhan lainnya.
Selain itu, perseroan menjajaki pinjaman sekitar US$ 100 juta guna refinancing utang jatuh tempo tahun ini senilai US$ 75 juta. Menurut direksi perseroan, nantinya perseroan akan menjaminkan sebagian aset untuk mendapatkan pinjaman baik dari bank lokal maupun asing.
“Kami akan refinancing utang jatuh tempo dengan mencari skema terbaik untuk mendapatkan pinjaman dari bank,” kata Suryandi. Menurut dia, perseroan telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham untuk menjaminkan sebagian aset demi pinjaman tersebut.
Franky Sibarani, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menjelaskan Chandra Asri Petrochemical merupakan perusahaan petrokimia terbesar dan terintegrasi secara vertikal di Indonesia yang berlokasi di Cilegon, Provinsi Banten. Chandra Asri yang mulai berproduksi sejak 1993 saat ini melakukan perluasan di bidang industri kimia dasar dengan rencana investasi Rp 3,76 triliun dan akan menyerap tenaga kerja sebanyak 100 orang. Proyek perluasan ini antara lain meningkatkan produksi ethylene menjadi 860.000 ton per tahun.
“Pada kuartal I 2015, realisasi investasi yang telah dicapai mencapai 49,8%, diperkirakan selesai akhir 2015. Proyek perluasan ini akan dapat menghemat devisa atau substitusi impor sebesar US$ 744 juta/tahun,” ujarnya.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: