Latest News
You are here: Home | Kimia | Chandra Asri Gandeng China Bangun Pabrik Olefin US$ 700 Juta
Chandra Asri Gandeng China Bangun Pabrik Olefin US$ 700 Juta

Chandra Asri Gandeng China Bangun Pabrik Olefin US$ 700 Juta

PABRIK OLEFIN MENGOLAH METANOL DARI GASIFIKASI BATUBARA

Duniaindustri.com (April 2016) – PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), emiten produsen petrokimia terbesar di Indonesia, berencana menggandeng investor China untuk membangun pabrik olefin di Kalimantan Selatan. Pabrik baru dengan teknologi gasifikasi batubara menjadi metanol itu membutuhkan investasi sekitar US$600 juta hingga US$700 juta, dengan kapasitas 1 juta ton per tahun.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Suhat Miyarso menjelaskan, pabrik ini akan mengolah metanol hasil gasifikasi batubara menjadi produk olefin. “Produk olefin antara lain etilena dan propilena, yang digunakan untuk memproduksi polietilena (PE) dan polipropilena (PP), selanjutnya PP dan PE diolah menjadi plastik,” katanya kepada pers.

Menurut dia, studi kelayakan sudah selesai dan proyek tersebut tinggal berjalan. “Proyek gasifikasi batubara dapat memperdalam industri petrokimia nasional karena pemain olefin berbasis nafta sulit berekspansi, karena nafta sulit diperoleh di Indonesia,” ucapnya.

Setiap tahun, lanjut Suhat, industri petrokimia mengimpor 1,5 juta ton nafta untuk memproduksi olefin. Oleh karena itu, mau tidak mau Indonesia harus mengembangkan petrokimia berbasis batubara.

“Hal ini sudah dilakukan beberapa anggota Inaplas. Kalau pemerintah serius membantu pengembangan industri petrokimia, saya rasa industri ini merupakan industri masa depan,” ujarnya.

Suhat menambahkan, selain Chandra Asri, satu perusahaan berniat menggarap proyek gasifikasi batubara menjadi metanol. Namun, perusahaan ini membutuhkan bantuan dari pemerintah, terutama soal aturan.

“Saat ini, gasifikasi batubara belum memiliki izin industri yang jelas, apakah di bawah naungan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) atau Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),” tuturnya.

Minat Investasi
Sejumlah investor dari Jepang, Jerman, dan Korea Selatan berminat menanamkan investasi hingga US$ 10 miliar di sektor industri petrokimia di Indonesia. Beberapa di antara mereka berkeinginan memproduksi metanol hingga ke produk derivatif atau turunannya.

Minat investasi petrokimia itu ditopang potensi pasar yang begitu besar dan ketergantungan bahan baku impor yang tinggi. “Ada beberapa calon investor di industri petrokimia yang ‘commited’, dari Jepang, Jerman, Korea, ada juga yang dari dalam negeri,” kata Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian Harjanto.

Menurut Harjanto, jika investasi petrokimia tersebut benar-benar terealisasinya, nilainya bisa mencapai US$ 10 miliar. “Kalau untuk memproduksi metanol memang harus dekat dengan gas. Tapi produk turunannya bisa diproduksi menyebar,” ujar Harjanto.

Dalam hal ini, pemerintah berencana menetapkan kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) agar barang setengah jadi yang diproduksi bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk industri dalam negeri.

Kemenperin tengah mendorong masuknya investasi sektor industri hulu petrokimia untuk menciptakan nilai tambah dan memperkuat kedalaman struktur industri.

Menurut Harjanto, bahan baku untuk industri petrokimia sebagian besar tersedia di dalam negeri, seperti gas dan batu bara. Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor ini juga tersedia meskipun harga komoditas yang masih relatif tinggi menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

Menurut data yang diperoleh duniaindustri.com, produksi naptha sebagai salah satu bahan baku utama industri petrokimia cenderung fluktuatif. Sejak 2014, produksi naptha tertinggi tercapai pada 2011 sebanyak 26,8 juta barel, namun terus menurun pada tahun-tahun berikutnya. Hingga Januari 2013, produksi naptha Indonesia tercatat 23,8 juta barel.

Sementara itu, kapasitas kilang minyak Indonesia pada 2014 mencapai 1,115 juta barel per hari. Sedangkan produksi minyak Indonesia yang dapat diolah di kilang dalam negeri hanya sekitar 649.000 barel per hari. Untuk tahun 2015, kapasitas kilang Indonesia diperkirakan sebesar 1,167 juta barel per hari, sedangkan produksi minyak yang bisa diolah di Indonesia sebesar 719.000 barel per hari.

Kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) terletak di Dumai, Sungai Pakning, Plaju, Cepu, Balikpapan, Kasim, Cilacap, dan Balongan. Sementara kilang milik swasta yaitu PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan PT Tri Wahana Universal (TWU). Ada satu kilang milik swasta dalam proses pembangunan yaitu TWU II dan direncanakan dibangun residual fluid catalytic cracking (RFCC) di Cilacap.

Industri petrokimia nasional saat ini masih menggantungkan sejumlah produk dari pasokan impor karena belum mampu memenuhi permintaan domestik. Hampir seluruh produk seperti ethylene, propylene, butadiene, benzene, toluene, xylene, ammonia, dan methanol masih diimpor dalam kisaran 20%-40% dari total kebutuhan nasional.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top