Duniaindustri (Agustus 2011) — PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, produsen petrokimia terbesar di Indonesia, merealisasikan pembangunan pabrik butadiene (bahan baku produk ban) senilai US$110 juta di Banten pada Juni 2011 dengan total produksi 100.000 ton per tahun. Selain itu, Chandra Asri akan memulai proyek pembangunan pabrik butane-1 yang memerlukan investasi US$25 juta ditargetkan untuk mulai digarap pada akhir tahun 2011 dan beroperasi komersial pada 2014.
Chandra Asri juga akan meningkatkan kapasitas produksi polipropilena sebesar 120% dan polietilena maksimal 5% melalui debottlenecking. Saat ini kapasitas produksi polipropilena mencapai 360.000 ton per tahun dan polietilena 320.000 ton per tahun.
“Debottlenecking untuk polipropilena selesai kuartal II 2011 dengan total biaya US$30 juta. Adapun untuk polietilena akan selesai pada kuartal IV 2011 dengan biaya US$5,5 juta,” kata Direktur Chandra Asri Petrochemical Suryandi.
Chandra Asri Petrochemical hingga 2015 berencana menginvestasikan US$ 567 juta untuk meningkatkan kapasitas produksi dan membangun pabrik baru. Perusahaan telah menetapkan rencana jangka pendek dan menengah perusahaan terkait dengan upaya meningkatkan integrasi bisnis petrokimia.
Chandra Asri Petrochemical juga telah memulai proyek peningkatan nilai tambah dari C4 atau butane, yang selama ini 100% diekspor ke Jepang, Korea Selatan, dan Thailand, menjadi butadiene dan butane-1. Dia beralasan peningkatan nilai tambah C4 cukup mendesak dilakukan dalam kaitan peningkatan nilai tambah bagi perusahaan.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menjelaskan, Chandra Asri Petrochemical telah menyiapkan dana sekitar US$ 1-1,2 miliar untuk melakukan investasi di sektor hilir petrokimia. Chandra Asri Petrochemical akan mengembangkan dan memperkuat sektor hilir petrokimia, seiring dengan kian meningkatnya konsumsi produk hilir petrokimia seperti polipropilena.
“Saya baru bertemu dengan Prajogo Pangestu dengan direksi-direksinya. Mereka sudah siap dana sebesar US$ 1,2 miliar untuk ekspansi downstream petrokimia. Belum tahu arahan hilir mana yang akan digeluti. Dia sedang siapkan,” katanya.
Hidayat menjelaskan, ekspansi akan dimulai dengan pembangunan pabrik butadiena yang merupakan bahan baku industri ban senilai US$ 100-300 juta. “Mereka juga bilang, kalau pabrik butadiena di Indonesia berjalan, salah satu perusahaan ban dari Italia akan berinvestasi di Indonesia,” tuturnya.
Hidayat mengungkapkan, dengan adanya pabrik tersebut, impor butadiena dapat ditekan. Pabrik butadiena Chandra Asri Petrochemical yang dibangun di lahan seluas 40.000 meter persegi di Banten tersebut akan memproduksi sebanyak 100.000 ton per tahun.
Dia menjelaskan, kebutuhan butadiena nasional selama ini masih diimpor dari Korea dan Jepang. “Apabila kebutuhan butadiena bisa dipenuhi dari dalam negeri, biaya produksi dapat ditekan dan cadangan devisa bisa dihemat. Tenaga kerja juga bertambah,” ungkapnya.
Di sisi lain, Hidayat mengatakan, ketika industri hilir petrokimia bisa berkembang dan menghasilkan produksi secara penuh,maka pemerintah akan melakukan proteksi terhadap serbuan produk impor.
“Jelas akan kami akan proteksi jika dihadapkan pada perdagangan bebas. Amerika Serikat saja bilang tak ada free trade, yang ada adalah fair trade. Ini merupakan indikasi bahwa AS sendiri sangat peduli dengan industri domestiknya. Kita tak perlu takut melakukan proteksi,” ujar Hidayat.
Langkah tersebut, kata dia, dilakukan agar Indonesia tidak kalah dengan negara lainnya di wilayah Asean.(Tim redaksi 02)