Duniaindustri.com (Oktober 2014) – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menerbitkan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) senilai total Rp2 triliun dengan jangka waktu maksimum tiga tahun.
Kepala Divisi Sekretariat BRI Budi Satria dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Selasa, mengemukakan bahwa untuk MTN BRI Tahap I telah diterbitkan pada 9 Oktober 2014 lalu dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk sebagai arranger.
Ia merinci MTN Tahap I itu terdiri dari seri A senilai Rp300 miliar dengan tingkat bunga 8,75% memiliki tenor 370 hari kalender dengan tanggal jatuh tempo pada 15 Oktober 2015.
Lalu, MTN Tahap I seri B senilai Rp60 miliar dengan tingkat bunga 9,25% bertenor 24 bulan denga tanggal jatuh tempo pada 10 Oktober 2016. Dan, MTN seri C sebesar Rp360 miliar dengan tingkat suku bunga 9,5% memiliki jangka waktu selama 36 bulan yang akan jatuh tempo pada 10 Oktober 2017.
“MTN BRI tahap I ini tidak ditawarkan kepada lebih dari 100 pihak dan hanya dijual kepada tidak lebih dari 49 pihak,” katanya.
Ia menambahkan bahwa penggunaan dana yang diperoleh dari hasil penawaran MTN ini akan digunakan untuk penyaluran kredit, setelah dikurangi dengan biaya-biaya penerbitan MTN.
MTN BRI tahun 2014 telah memperoleh pemeringkat dari PT Fitch Rating Indonesia dengan hasil AAA (Idn)) dan F1+ (Idn).
Kredit Melambat
Pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2014 tercatat melambat karena terpengaruh sentimen pelaku pasar yang menunggu kebijakan ekonomi nasional. Perlambatan tersebut diprediksi berlanjut hingga akhir tahun.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit perbankan pada Agustus 2014 tercatat sebesar Rp 3.518,9 triliun atau tumbuh 13,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Pertumbuhan kredit itu lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 15 persen.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan, pertumbuhan kredit akan terus melambat hingga kuartal III. “Kalau lihat momentumnya, pasti akan melambat. Sekarang masih wait and see,” ujarnya, Senin (6/10).
Perlambatan kredit, menurut Halim, disebabkan melambatnya penarikan kredit dari pengusaha. Padahal, perbankan sudah menyediakan dananya. Para pengusaha dan perbankan menunggu kebijakan ekonomi nasional yang akan dikeluarkan pemerintah. Mereka juga masih melihat situasi global, perlambatan ekonomi dunia, dan kondisi domestik.
Beberapa bank sebelumnya telah menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) untuk menggenjot kredit. Halim mengatakan, kredit tidak akan serta-merta tumbuh usai penurunan suku bunga. “Biasanya ada lagi beberapa bulan,” ujarnya.
Perlambatan penyaluran kredit, terutama terjadi untuk kredit yang bersifat produktif, yaitu Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK tercatat Rp 1.674,1 triliun, tumbuh 13,6 persen yoy, sedangkan KI tercatat Rp 849 triliun, tumbuh 17 persen yoy. Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan Juli yang masing-masing tumbuh 16 persen dan 18,4 persen.
Penyaluran kredit pada sektor properti juga melambat. BI mencatat penyaluran kredit properti sebesar Rp 526,5 triliun, tumbuh 15,7 persen yoy. Pertumbuhan itu melambat dibandingkan bulan Juli yang tumbuh 17 persen. Perlambatan bersumber dari perlambatan KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) serta konstruksi, yang pada Agustus 2014 masing-masing tumbuh 13,6 persen yoy dan 16,9 persen yoy. Pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan Juli 2014 yang masing-masing tumbuh 14,5 persen dan 19,8 persen yoy.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, tahun ini perbankan telah merevisi pertumbuhan kredit dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) ke level 15-16 persen. Angka itu lebih rendah dibandingkan target OJK pada awal tahun sebesar 15-17 persen. “Memang RBB yang masuk mengindikasikan target pertumbuhan kredit diturunkan karena ini memang mengakibatkan kebutuhan likuiditas mulai mereda,” katanya.
Perlambatan kredit juga diiringi oleh kenaikan suku bunga kredit. Rata-rata suku bunga kredit di Agustus 2014 tercatat sebesar 12,86 persen, meningkat dibandingkan Juli 2014 sebesar 12,83 persen. Kenaikan bunga kredit disebabkan kenaikan bunga dana. Pada Agustus 2014, rata-rata suku bunga deposito berjangka waktu satu, tiga, enam, dan 12 bulan masing-masing tercatat sebesar 8,48 persen, 9,45 persen, 9,19 persen, dan 8,61 persen. Angka itu meningkat dibandingkan Juli 2014, yaitu masing-masing sebesar 8,41 persen, 9,19 persen, 9,13 persen, dan 8,44 persen.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia, Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, target kredit perbankan untuk tahun ini akan berada pada kisaran 10-12 persen. “Konsultasi antara teman-teman perbankan, 10-12 persen juga oke,” ujarnya.
Penyaluran kredit, menurut Jahja, dapat lebih digenjot. Namun, penyaluran kredit yang tinggi dapat memicu perang suku bunga. Untuk menghindari hal tersebut, perbankan harus siap dengan pertumbuhan kredit yang rendah.(*/berbagai sumber)