Duniaindustri.com (Agustus 2024) — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2024 sebesar 5,05 persen secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan kuartal II 2023, yang sebesar 5,17 Persen.
“Secara year on year (ekonomi) tumbuh sebesar 5,05 persen,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud dalam konferensi pers, kemarin.
Sementara, secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi RI tercatat 3,79 persen. Sedangkan, sepanjang semester I 2024 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,08 persen. Bila dilihat ke belakang, pertumbuhan ekonomi kuartal I pada 2019 sebesar 5,06 persen. Lalu anjlok pada 2020 menjadi 2,97 persen imbas pandemi. Kemudian pada 2021 turun lebih dalam menjadi 0,69 persen.
Namun, pada kuartal I 2022, ekonomi Tanah Air mulai bangkit dengan tumbuh 5,02 persen dan pada 2023 naik tipis dengan pertumbuhan 5,04 persen. Kemudian, pada kuartal I 2024 pertumbuhan ekonomi RI mencapai 5,11 persen.
Sementara itu, ekonomi Indonesia berdasarkan PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) tercatat sebesar Rp5.536,5 triliun. Sedangkan atas dasar harga konstan (ADHK) sebesar Rp3.231 triliun. Jika dilihat dari sumber pertumbuhan pada kuartal II 2024, industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan terbesar. “Yaitu sebesar 0,79 persen dari 5,05 persen pada kuartal II 2024,” kata Edy.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh lapangan usaha konstruksi dengan sumber pertumbuhan 0,67 persen, perdagangan dengan sumber pertumbuhan 0,63 persen, serta informasi dan komunikasi dengan sumber pertumbuhan 0,5 persen.
Tren Deflasi
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilisnya mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi 0,18% di Juli 2024 dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini melanjutkan tren deflasi yang terjadi pada dua bulan sebelumnya, yaitu 0,08% pada Juni 2024 dan 0,03% pada Mei 2024.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menilai bahwa tren deflasi ini memang patut diwaspadai. “Deflasi jadi alarm, karena di saat bersamaan, rupiah melemah, dan yang biasa terjadi adalah imported inflation,” ungkap Bhima di Jakarta, kemarin.
Dia menilai bahwa deflasi 3 bulan berturut-turut ini menjadi indikator pelemahan daya beli kelas menengah. “Ini bisa terlihat dari penurunan penjualan kendaraan bermotor, NPL KPR naik, dan tabungan perorangan yang tumbuhnya melambat,” tutur Bhima.
Bahkan, deflasi ini, sebut Bhima, menjadi indikasi bahwa pelaku usaha juga mulai tertekan. “Ini kalau deflasi berturut-turut justru menjadi indikasi adanya tekanan bagi pelaku usaha untuk menahan kenaikan harga di level konsumen, karena khawatir harga ritel naik banyak konsumen yang tidak sanggup dan menurunkan omzet penjualan,” jelas Bhima.
Hal ini terjadi karena biaya bahan baku dan mesin mengalami kenaikan, tetapi pelaku usaha di saat yang sama juga tidak berani menaikkan harga jual. “Ini kan artinya pelaku usaha tidak diuntungkan dengan adanya deflasi. Deflasi justru menunjukkan ada yang tidak beres dari geliat ekonomi, khususnya pasca lebaran,” tandas Bhima.(*/berbagai sumber/tim redaksi 09/Safarudin/indra)
Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:
Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Customized Direktori Database* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 296 database, klik di sini
** Butuh competitor intelligence, klik di sini
*** Butuh copywriter specialist, klik di sini
**** Butuh content provider (branding online), klik di sini
***** Butuh jasa medsos campaign, klik di siniDatabase Riset Data Spesifik Lainnya:
- Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 296 database, klik di sini
- Butuh 28 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
- Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
- Butuh 20 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
- Butuh 21 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
- Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
- Butuh 17 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
- Butuh 9 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
- Butuh 7 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
- Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
- Butuh copywriter specialist, klik di sini
- Butuh content provider (online branding), klik di sini
- Butuh market report dan market research, klik di sini
- Butuh perusahaan konsultan marketing dan penjualan, klik di sini
- Butuh menjaring konsumen korporasi dengan fitur customize direktori database perusahaan, klik di sini
Duniaindustri Line Up:
detektif industri pencarian data spesifik
Portofolio lainnya:
Atau simak video berikut ini:
Contoh testimoni hasil survei daerah: