Duniaindustri.com (Desember 2016) – Kementerian Perindustrian meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lebih business friendly bagi industri farmasi, terutama yang telah memiliki sertifikasi internasional. Penegasan itu disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di New Delhi, Senin (12/12).
“Kami meminta agar proses pengurusan approval di BPOM agar lebih business friendly bagi industri farmasi, khususnya kemudahan memperoleh izin bila industri telah mendapatkan sertifikasi internasional,” papar Airlangga dalam keterangan tertulis.
Penegasan itu perlu disampaikan untuk mendukung pengembangan industri bahan baku obat, mengingat sekitar 85%-90% bahan baku obat masih diimpor. Pemerintah saat ini sedang menjajaki kerjasama dengan India untuk pengembangan industri farmasi, terutama bahan baku obat.
Pemerintah Indonesia dan India berkomitmen untuk terus meningkatkan kerja sama ekonomi di bidang investasi industri khususnya sektor farmasi, teknologi informasi, dan otomotif. Kesepakatan bilateral ini merupakan buah pertemuan Presiden RI Joko Widodo dengan Perdana Menteri India Narendra Modi di New Delhi, India.
”Hubungan diplomatik Indonesia dan India telah terjalin lebih dari 60 tahun. Kemitraan bilateral ini akan diperkuat melalui kerja sama di bidang investasi dan perdagangan. Apalagi kedua negara memiliki visi yang sama untuk membangun industri yang berdaya saing di pasar global,” kata Airlangga.
Untuk menindaklanjuti pertemuan pemimpin kedua negara, Airlangga bersama Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita melanjutkan pembahasan yang lebih mendalam melalui audiensi dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan India, Nirmala Sitharaman. Turut mendampingi Menperin Airlangga, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Haris Munandar.
Pada kesempatan tersebut, beberapa poin yang disampaikan Airlangga terkait kerja sama industri farmasi, antara lain pemerintah India diharapkan dapat mengirimkan kelompok kerja untuk membantu memetakan kebutuhan industri farmasi di Indonesia. ”Kami juga mendorong adanya pertukaran expert dan penguatan pelatihan vokasi antara Indonesia dengan India khususnya di industri farmasi,” tuturnya.
Sebagai gambaran, Indonesia masih memerlukan bahan baku obat yang selama ini mayoritas dipasok dari Tiongkok dan India. Dengan peningkatan kerja sama di sektor ini, Indonesia berharap dapat mengurangi ketergantungan bahan baku impor dan memacu pengembangan daya saing industri farmasi nasional.
Menperin juga mengajak pengusaha India untuk turut mendorong penguatan industri pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia. Apalagi, pemerintah Indonesia telah menerapkan regulasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang lebih mudah. ”Semoga para pelaku industri di Indonesia dapat bergabung dengan Solar Alliance,” jelasnya
Selanjutnya, Menperin menyambut baik peluang kerja sama kedua negara di sektor industri teknologi informasi. Langkah ini diharapkan sebagai salah satu upaya strategis untuk menghadapi era globalisasi dan Industri 4.0. ”Selain itu, kami mendorong industri otomotif Indonesia dan India dapat bersinergi untuk memperkuat global value chain,” ujarnya.
Dalam upaya percepatan kerja sama Indonesia-India di berbagai sektor industri tersebut, Airlangga mengharapkan pula agar proses kerangka kerja sama yang diikuti kedua negara melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dapat segera diselesaikan. RCEP dibentuk berdasarkan kerangka kerjasama ekonomi yang modern, kompetitif, dan berkualitas dengan tetap mengedepankan prinsip saling menguntungkan.
Peluang terbuka
Sementara itu, Haris menegaskan, investor India yang ingin berinvestasi di Indonesia saat ini memiliki kesempatan yang sangat baik, sebab Pemerintah Indonesia sangat terbuka terhadap masuknya investasi asing. Kebijakan ini dapat dilihat dari beberapa deregulasi dan paket kebijakan ekonomi yang telah dicanangkan pada kepemimpinan Jokowi, antara lain kemudahan layanan investasi tiga jam, fasilitas di pusat logistik berikat, dan insentif di kawasan industri sesuai zona.
Di samping itu, adanya arah dan kebijakan yang menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri, yang tertuang melalui Peraturan Pemerintah No.14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Nasional 2015-2019 yang dilaksanakan dalam tiga tahap utama. “Pada tahapan pertama, arah rencana pembangunan industri nasional dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral dan migas, yang diikuti dengan pembangunan industri pendukung dan andalan secara selektif,” paparnya.
Pemerintah juga tengah mendorong percepatan pengembangan dan pemerataan kawasan industri di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa kawasan industri yang saat ini memiliki progres signifikan dalam pembangunannya, antara lain Kawasan Industri Sei Mangke di Sumatera Utara, Kawasan Industri Dumai di Riau, Kawasan Industri Berau di Kalimantan Timur, Kawasan Industri Palu di Sulawesi Tengah, Kawasan Industri Kendal di Jawa Tengah, Kawasan Industri Java Integrated Industrial Ports and Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur, serta Kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah.
Dalam bidang perdagangan, India merupakan negara mitra dagang terbesar ke-8 bagi Indonesia. Transaksi perdagangan antara kedua negara mencapai USD 14,6 miliar atau 4,9 persen dari seluruh total perdagangan Indonesia pada tahun 2015.
Di tahun 2015, India telah melakukan investasi pada sektor industri di Indonesia sebanyak 43 proyek dengan nilai sebesar USD 15,5 juta, meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 yang hanya sebanyak 19 proyek investasi senilai USD 12,89 juta. Kontribusi investasi itu dilakukan terutama pada sektor industri makanan, industri tekstil serta industri alat angkut dan transportasi lainnya.(*/tim redaksi 02)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: