Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menggandeng pengembang asal Mesir, Orascom Housing, untuk membangun kota mandiri (small city) di Jonggol, Jawa Barat, mulai 2016. Proyek pembangunan kota mandiri itu diperkirakan menelan investasi hingga US$ 250 juta.
Kota mandiri itu ditargetkan bisa menapung 30.000 kepala keluarga. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Elvin G. Masassya, mengatakan perseroan menggandeng pengembang asal Mesir, Orascom Housing untuk membangun kota mandiri tersebut. “Kami akan fokuskan bagi perserta BPJS tenaga kerja yang low income, maksimal pendapatannya Rp7,5 juta,” katanya.
Dia menambahkan, BPJS akan menggarap aset tanah seluas 200 hektare untuk pembangunan proyek tersebut. Harga unit rumah akan dibanderol Rp115 juta/unit hingga Rp250 juta/unit. Adapun, pembiayaan bisa menggunakan skim subsidi dari pemerintah maupun kredit komersial dari perbankan.
Elvin menekankan, proyek rumah murah yang digarap BPJS Ketenagakerjaan merupakan salah satu kontribusi perseroan dalam mendukung program satu juta rumah. “Ini terobosan, bukan sekadar membangun rumah, tapi juga small city,” ujarnya.
Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaa juga menggandeng perusahaan manajemen investasi Syailendra Group. Direktur Utama Syailendra Capital, Joss Parengkuan, mengatakan perseroan akan mengelola partisipasi investor lokal melalui struktur pendanaan reksa dana penempatan terbatas (RDPT). “Ini akan menjadi RDPT skala besar yang pertama untuk investasi di sektor perumahan,” katanya.
Kesulitan Likuiditas
Berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan hingga akhir 2015 diperkirakan kesulitan likuiditas hingga Rp 5,85 triliun dan membutuhkan suntikan likuiditas dari negara.
itu terungkap dari rapat kerja Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dengan Komisi XI DPR RI. Dalam rapat kerja tersebut disepakati pemberian likuiditas oleh negara sebesar Rp 1,54 triliun.
Fachmi Idris menjelaskan kesulitan likuiditas itu terjadi karena melonjaknya kepesertaan dalam JKN, terutama di kelompok pekerja bukan penerima upah. Terjadi kekeliruan proyeksi kepesertaan dalam kelompok ini. Realisasinya melebihi proyeksi. Pada 2014, peserta di kelompok ini baru 600 ribu orang, sekarang melonjak menjadi 10 juta orang. “Tanpa suntikan dana, bulan depan kami kesulitan bayar klaim,” paparnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menilai implementasinya yang menimbulkan moral hazard mengakibatkan neraca keuangan lembaga ini defisit sehingga membutuhkan suntikan modal negara.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro meminta kepada Menteri Kesehatan untuk memperbaiki sistem JKN ke depan supaya mengurangi moral hazard dan menyelamatkan BPJS Kesehatan.
“Saya inginkan perubahan atau perbaikan sistem, karena selama ini banyak hal yang over,” kata dia.
Bambang menjelaskan, beban pengeluaran atau klaim di BPJS Kesehatan membengkak akibat melonjaknya peserta menjadi hampir 153 juta orang sampai saat ini. Dari data BPJS Kesehatan, pendapatan dari iuran yang masuk sebesar Rp 39 triliun, sementara pengeluaran (klaim) menembus Rp 41 triliun. Paling banyak peserta BPJS Kesehatan adalah pekerja penerima bukan upah atau peserta mandiri.
“Klaim rasio kalau 70-80 persen dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) kan normal, tapi ini klaim rasio peserta mandiri pernah mencapai angka di atas 1.000 persen. Jadi yang melakukan moral hazard itu peserta mandiri, kasusnya baru membayar iuran sekali, bisa cuci darah setelah agak sehatan, dia tidak setor iuran lagi,” ujarnya.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: