Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS) Kesehatan masih amburadul dan belum sesuai ekspektasi. Lihat saja, BPJS Kesehatan hingga akhir 2015 diperkirakan kesulitan likuiditas hingga Rp 5,85 triliun dan membutuhkan suntikan likuiditas dari negara.
Hal itu terungkap dari rapat kerja Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dengan Komisi XI DPR RI. Dalam rapat kerja tersebut disepakati pemberian likuiditas oleh negara sebesar Rp 1,54 triliun.
Fachmi Idris menjelaskan kesulitan likuiditas itu terjadi karena melonjaknya kepesertaan dalam JKN, terutama di kelompok pekerja bukan penerima upah. Terjadi kekeliruan proyeksi kepesertaan dalam kelompok ini. Realisasinya melebihi proyeksi. Pada 2014, peserta di kelompok ini baru 600 ribu orang, sekarang melonjak menjadi 10 juta orang. “Tanpa suntikan dana, bulan depan kami kesulitan bayar klaim,” paparnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menilai implementasinya yang menimbulkan moral hazard mengakibatkan neraca keuangan lembaga ini defisit sehingga membutuhkan suntikan modal negara.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro meminta kepada Menteri Kesehatan untuk memperbaiki sistem JKN ke depan supaya mengurangi moral hazard dan menyelamatkan BPJS Kesehatan.
“Saya inginkan perubahan atau perbaikan sistem, karena selama ini banyak hal yang over,” kata dia.
Bambang menjelaskan, beban pengeluaran atau klaim di BPJS Kesehatan membengkak akibat melonjaknya peserta menjadi hampir 153 juta orang sampai saat ini. Dari data BPJS Kesehatan, pendapatan dari iuran yang masuk sebesar Rp 39 triliun, sementara pengeluaran (klaim) menembus Rp 41 triliun. Paling banyak peserta BPJS Kesehatan adalah pekerja penerima bukan upah atau peserta mandiri.
“Klaim rasio kalau 70-80 persen dari Penerima Bantuan Iuran (PBI) kan normal, tapi ini klaim rasio peserta mandiri pernah mencapai angka di atas 1.000 persen. Jadi yang melakukan moral hazard itu peserta mandiri, kasusnya baru membayar iuran sekali, bisa cuci darah setelah agak sehatan, dia tidak setor iuran lagi,” ujarnya.
Anggota Komisi XI DPR, Misbakhun mengaku ironi mendengar data tersebut. BPJS Kesehatan, dinilainya sudah membebani sistem keuangan Negara ini karena dari defisit tersebut, pemerintah mengajukan pencairan cadangan pembiayaan Rp 1,54 triliun sebagai tambahan modal ke BPJS Kesehatan dalam APBN-P 2015.
“Kalau sistemnya tidak diperbaiki, Indonesia bisa menjadi negara bangkrut cuma karena jaminan sosial. Bagaimana mungkin bayar asuransi baru sekali, bisa klaim misalnya dalam dua minggu langsung cuci darah. Ini yang harus diperbaiki,” tegas Politikus dari Fraksi Golkar ini.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: