Duniaindustri.com (Januari 2014) — Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 7,50%. Sementara untuk suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%.
Direktur Departemen Komunikasi, Peter Jacobs, mengungkapkan, BI melihat evaluasi menyeluruh ekonomi pada 2013 dan prospek ekonomi pada 2014–2015 menunjukkan kebijakan ini masih konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5 plus minus 1% pada 2014 dan 4 plus minus 1% pada 2015.
“Serta mengendalikan penyesuaian ekonomi Indonesia sehingga defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, BI juga akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta mempererat koordinasi dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperbaiki struktur ekonomi.
Sekadar informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada November 2013 mengalami surplus sebesar US$ 776,8 juta. Angka tersebut mengalami peningkatan sebesar US$ 734,4 juta dari bulan sebelumnya sebesar US$ 42,4 juta.
Secara kumulatif Januari–November 2013, NPI tetap mengalami defisit sebesar US$ 5,6 miliar. Besaran tersebut tercermin dari besaran impor yang mencapai US$ 171,1 miliar dan ekspor sebesar US$ 165,5 miliar. Namun, defisit NPI berkurang dibandingkan angka kumulatif sebelumnya. Adapun pada Januari–Oktober 2013, BPS mencatat defisit NPI mencapai angka US$ 6,36 miliar.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 7,5 persen. Kebijakan ini diambil melihat kondisi perekonomian yang membaik secara perlahan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menilai, langkah BI ini akan membantu pengusaha kecil dan menengah (UKM), terutama terkait ketersediaan modal usaha melalui fasilitas kredit bank.
“Artinya sektor riil kita bisa berjalan dengan baik, terutama UKM bisa kembali bernafas. Mereka katakanlah bisa mulai berani pinjam modal kerja,” tutur Hatta.
Menurut dia, bila bank sentral kembali menaikkan suku bunga acuan sektor riil akan semakin berat untuk bertumbuh ke depannya. Dia meyakini, BI telah mempertimbangkan berbagai hal terkait pengendalian perekonomian di awal tahun ini.
“Tantangannya sekarang stabilisasi harus dijaga. Jangan sampai BI Rate tetap tapi kemudian defisit transaksi berjalan kita meningkat,” tukas Hatta.
Secara terpisah, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan bertahannya suku bunga acuan BI merupakan cerminan bahwa posisi makro perekonomian masih terkendali. “Artinya kan semua masih pada pergerakan yang normal dan terkendali. Makanya BI tetap mempertahankan besarannya,” tuturnya.
Menurut Bambang, harapan turunnya BI rate baru akan terjawab ketika kondisi perekonomian sasional sudah dianggap kuat dan mampu menghadapi berbagai ketidakpastian dan gejolak perekonomian nasional ke depannya.
Bank Indonesia (BI) mencatat stabilitas sistem keuangan tetap terkendali, ditopang ketahanan perbankan yang tetap terjaga sampai dengan akhir 2013. Padahal, pada 2013 nilai tukar Rupiah melemah 10,4 persen.
Direktur Departemen Komunikasi, Peter Jacobs, mengungkapkan di tengah tren perlambatan ekonomi domestik dan pelemahan nilai tukar Rupiah, kinerja sektor keuangan Indonesia khususnya industri perbankan tetap solid dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga.
“Pertumbuhan kredit cenderung melambat dari November 2013 tercatat 21,9% secara year-on-year (yoy), menurun bila dibandingkan pertumbuhan akhir 2012 sebesar 23,1%,” kata dia.
Menurutnya, penurunan ini dipengaruhi penurunan tajam pertumbuhan kredit rupiah dari 24% pada akhir 2012 menjadi 20% pada November 2013. “BI menilai perlambatan kredit tersebut sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan pengaruh kenaikan suku bunga domestik,” katanya.
Dia melanjutkan, BI akan terus mencermati stabilitas sistem keuangan termasuk ketahanan industri perbankan sehingga tetap kuat dalam mendukung proses penyesuaian ekonomi ke arah yang lebih seimbang dan sehat.
Bank Indonesia (BI) menyatakan hasil evaluasi perekonomian Indonesia tahun 2013 menghadapi tantangan yang tidak ringan. Hal tersebut dikarenakan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
“Perekonomian negara-negara maju melambat dan diikuti koreksi pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging markets,” ujar Direktur Departemen Komunikasi Peter Jacobs.
Jacob mengatakan, ekonomi global yang menurun dan keperluan untuk stabilisasi perekonomian nasional berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Perekonomian Indonesia 2013 diperkirakan tumbuh sebesar 5,7%, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan 2012 sebesar 6,2%,” ujar Jacob.
Penurunan pertumbuhan ekonomi 2013, lanjut Jacob, tercatat pada terbatasnya pertumbuhan ekspor riil akibat melambatnya ekonomi global. Dari sisi permintaan domestik, pertumbuhan investasi, khususnya investasi nonbangunan, juga melambat. “Sementara itu, konsumsi rumah tangga masih menjadi penggerak utama pertumbuhan,” ujar Jacob.
BI menilai, tren perlambatan ekonomi sejalan dengan arah kebijakan stabilisasi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam membawa ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Secara keseluruhan, kebijakan stabilisasi yang terukur mampu diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi 2013 yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi negara-negara lain.
Selain ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi global yang melambat pada gilirannya mendorong menurunnya harga komoditas dunia. Selain itu, ketidakpastian keuangan global juga meningkat tajam sejalan dengan sentimen negatif terhadap rencana pengurangan stimulus moneter (tapering off) di Amerika Serikat (AS).
“Perkembangan terkini menunjukkan membaiknya kondisi ekonomi global dimotori oleh AS dan Jepang, serta indikasi pemulihan ekonomi di kawasan Eropa, China dan India,” katanya.
Peter mengatakan, perbaikan ini diperkirakan dapat berlanjut pada 2014. Sehingga dapat menopang ekonomi Indonesia ke depan, baik dari jalur perdagangan maupun jalur finansial.
Pada 2014, BI menargetkan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih baik, mendekati batas bawah kisaran 5,8-6,2% sejalan perbaikan ekonomi global di tengah berlanjutnya proses konsolidasi ekonomi domestik mengarah ke kondisi yang lebih seimbang.(*/berbagai sumber)