Duniaindustri.com (Agustus 2014) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 Agustus 2014 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 7,5 persen, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,5 persen dan 5,75 persen.
“Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5 persen plus minus 1 persen pada 2014 dan sebesar 4 persen plus minus 1 persen pada 2015. Serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat,” papar Gubernur BI, Agus Martowardojo di Jakarta, Kamis (10/7).
Menurut Agus Marto, BI akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi.
“Selain itu, Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, agar proses penyesuaian ekonomi berjalan baik dan dapat menjaga pertumbuhan ekonomi yang sustainable,” tuturnya.
Waspadai Perlambatan
Kendati pertumbuhan ekonomi belakangan ini cenderung melambat, pada kuartal kedua 2014 tercatat di 5,12 persen, namun pemerintah menegaskan tak akan mengubah asumsi pertumbuhan dalam RAPBN 2015.
Menteri Keuangan, M Chatib Basri, mengatakan RAPBN merupakan baseline saja, dan sepenuhnya akan diberikan ruang pada pemerintah baru untuk melakukan kebijakan.
Dasar pada rancangan anggaran tahun depan, tutur dia, masih untuk seputar operasional atau kegiatan yang sifatnya rutin, maupun pembayaran utang dan subsidi yang memang sudah harus dilakukan oleh pemerintah.
“Tentu saja saya berharap ada ruang fiskal yang cukup, tetapi kalau pemerintah baru masuk setelah 20 Oktober, tentu akan ada ruang yang sangat luas untuk lakukan penyesuaian dalam APBN-nya,” kata Chatib.
Lebih lanjut Chatib menyatakan, asumsi dalam RAPBN 2015 tidak akan berubah, karena hanya baseline yang dibuat oleh pemerintah lama, yang selanjutnya dilakukan oleh pemerintah baru.
Pemerintahan saat ini, lanjut Menkeu, tentu tidak tepat membuat kebijakan strategis seperti menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, karena belum tahu pemerintah baru ingin melakukan kebijakan seperti apa.
“Jadi (subsidi BBM 2015) pagunya tetap 48 juta kiloliter, untuk nilainya saya mesti cek lagi. Dan pertumbuhan ekonomi range-nya tetap dalam 5,5-5,6 persen,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk nilai tikar rupiah terhadap dollar AS dalam RAPBN 2015 akan berada pada kisaran Rp11.500-Rp12.100, Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan enam hingga 6,5 persen, dan Indonesia Crude Price (ICP) US$105 per barel.
“Jadi tidak ada perubahan asumsi makro (untuk anggaran tahun depan) supaya program pemerintahan baru nanti bisa masuk,” tutur Chatib.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun ini semakin melorot di level 5,12 persen dari PDB dan di kuartal pertama hanya 5,22 persen dari PDB. Sementara pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada di kisaran 5,1-5,5 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2014 mencapai 5,12 persen bila dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu.
Adapun secara kuartalan atau quarter to quarter (qtq) tumbuh 2,47 persen. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II 2014 Atas Dasar Harga Konstan mencapai Rp 2.480,8 triliun. Sementara itu, nilai PDB Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku (Harga konstan 2000) mencapai Rp 724,1 triliun.
“Pada kuartal II 2014, semua sektor ekonomi mengalami peningkatan, kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang masih minus,” kata Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers.
Suryamin menyatakan, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2014 tidak lepas dari perekonomian global yang pada kuartal II 2014 menunjukkan arah perbaikan. Ia menyatakan terdapat lima negara yang memiliki peran besar terhadap kinerja ekspor Indonesia, yakni AS, Jepang, Tiongkok, Uni Eropa, dan India.
“Tapi yang dominan adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi AS menunjukkan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi di Uni Eropa. Di negara berkembang dan ASEAN masih relatif sama. Ini tantangan untuk pemerintah untuk mengantisipasi di kuartal-kuartal mendatang,” jelas Suryamin.
Dia memaparkan, pertumbuhan secara kuartalan tertinggi terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang tumbuh 4,17 persen. Pertumbuhan yang tinggi juga terjadi pada sektor konstruksi yang tumbuh 4,16 persen dan industri pengolahan tumbuh 2,7 persen.
Adapun secara tahunan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan yang tumbuh 9,53 persen. Selain itu, pertumbuhan yang tinggi terjadi pula pada sektor konstruksi sebesar 6,59 persen, serta keuangan, real estat, dan jasa perumahan sebesar 6,18 persen.(*/berbagai sumber/AND)