Duniaindustri.com (Oktober 2014) – Tiga perusahaan rokok terbesar di Indonesia, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA), dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mengurangi jumlah pekerja sebagai akibat pengetatan regulasi konsumsi rokok dan tingginya kenaikan tarif cukai.
Akhir Mei 2014, HM Sampoerna menutup pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Lumajang dan Jember. Produsen rokok yang bermarkas di Surabaya ini merasa lebih aman melanjutkan masa depannya hanya dengan lima pabrik saja. Sebanyak 4.900 karyawan dirumahkan alias di-PHK. Pelatihan wiraswasta pun diberikan agar hidup mereka tidak lagi bergantung pada alat linting rokok.
Menurut Sekretaris Perusahaan Sampoerna, Maharani Subandhi, langkah itu diambil seiring dengan rencana untuk merestrukturisasi operasional pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT). Pada saat bersamaan, perseroaan tetap fokus melanjutkan produksi SKT di lima pabrik lainnya di Surabaya (Rungkut I, Rungkut II dan Taman Sampoerna), Malang dan Probolinggo.
“Hal ini adalah keputusan yang sangat sulit bagi manajemen Sampoerna, sekaligus merupakan kabar yang tidak baik bagi para karyawan kami, khususnya mereka yang terdampak secara langsung di pabrik SKT Jember dan Lumajang,” papar dia.
Kebijakan serupa dilakukan PT Bentoel Internasional Investama Tbk atau Bentoel Group. Perusahaan yang berbasis di Malang mem-PHK 970 orang karyawannya. Bentoel tak lupa memberi modal mereka berupa pesangon dan latihan keterampilan.
Jason Murphy, Presiden Direktur Bentoel Group menyebutkan, kebijakan merumahkan karyawan itu untuk efisiensi pabrik. “Dari 11 pabrik di Karanglo (Malang) akan dirampingkan jadi tiga pabrik,” kata Jason.
Langkah mematikan tujuh pabrik diyakini akan lebih bisa menjamin kelangsung hidup. Bagi Bentoel melangkah dengan tiga pabrik akan jauh lebih rileks dibanding dengan sebelas pabrik dengan segala konsekuensi biaya yang harus ditanggungnya.
Jason mengaku dalam tiga tahun terakhir, perusahaannya menanggung beban cukup berat. Biaya produksi terus bertambah akibat berbagai regulasi yang muncul dalam waktu itu.
Sayang, Jason tidak mau membuka rincian biaya tinggi yang dimaksudnya. Yang pasti, beban biaya produksi itu semakin tinggi ketika Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 di berlakukan akhir 2012. Dengan PP ini, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang sempat terkatung-katung resmi berlaku.
Pembatasan beriklan, berpromosi, dan menjadi sponsor kegiatan menjadi kebijakan krusial yang dirasakan. Saat PP 36 berlaku, masih ada sebagian ketentuan yang masih perlu menunggu ketentuan penjelasan. Sebagian ketentuan itulah yang resmi diberlakukan tahun 2014 ini.
Di antaranya tentang keharusan mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar foto-foro penderita penyakit akibat rokok. Seperti foto kanker mulut, kanker leher, kanker paru, dan tengkorak. Inilah foto yang biasa disebut sebagai gambar seram rokok. Nah dampak pembatasan cara beriklan dan keharusan memuat gambar seram di bungkus rokok itulah yang kini dirasakan.
Pensiun Dini Gudang Garam
Gudang Garam juga mengurangi jumlah pekerja untuk efisiensi akibat terkendala pengetatan regulasi konsumsi rokok. Menurut manajemen perusahaan, langkah itu dilakukan dengan menawarkan program pensiun dini kepada karyawan dengan alasan situasi yang dihadapi perusahaan, salah satunya semakin ketatnya aturan tentang industri rokok.
“Industri rokok dipaksa keadaan. Banyak regulasi tidak bersahabat bagi industri rokok,” kata Iwhan Tricahyono, Wakil Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Gudang Garam.
Menurut dia, perusahaan telah menyosialisasikan program pensiun dini sejak awal Oktober dan sudah ada 2.088 karyawan yang mengikuti program tersebut. Kebijakan ini diambil mengantisipasi situasi yang lebih buruk terjadi. “Jadi hal ini sebenarnya langkah antisipasi kami terhadap situasi yang lebih buruk ke depannya,” ujarnya.
Dia menjelaskan program ini ditawarkan khususnya ke karyawan borongan sigaret kretek tangan (SKT) dan operasional. “Kondisi ini bukan hanya terjadi pada Gudang Garam saja, melainkan seluruh industri rokok di Indonesia. Bahkan, Gudang Garam telah mencoba bertahan lebih lama dibandingkan produsen lainnya,” ujarnya.
Fenomena Gunung Es
Disebut fenomena gunung es karena diperkirakan layoff bukan hanya terjadi di perusahaan-perusahaan rokok skala besar, tapi juga di perusahaan-perusahaan skala menengah kecil. Betul saja, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) memastikan seluruh pabrikan rokok di Indonesia yang memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami penurunan produksi. Hal ini merupakan tren umum yang terjadi di pasar rokok SKT dalam negeri terkait pergeseran pasar dari SKT ke Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti. Dia menjelaskan masalah penurunan penjualan tak hanya dialami oleh Sampoerna. Ia mengatakan para pabrikan besar yang juga memproduksi SKT seperti Gudang Garam, Bentoel, Djarum dan lainnya mengalami hal sama.
Namun ia mengatakan soal langkah penutupan pabrik atau pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi kebijakan masing-masing perusahaan. Ia pun tak membantah risiko penutupan pabrik hingga PHK akan berlanjut karena kondisi pasar yang tak lagi kondusif bagi produk SKT di dalam negeri.
“Soal apakah penutupan pabrik dan PHK itu tergnatung dari mereka. Setiap pabrikan punya cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah penurunan pasar, artinya bisa saja mengurangi jam kerja, walaupun kemungkinan itu (tutup pabrik dan PHK) bisa terjadi lagi,” katanya.
Ia juga tak bisa memungkiri bahwa tren penurunan pasar SKT bisa saja terus berlanjut, namun setiap pabrikan punya proyeksinya masing. Sebagai gambaran, pada 2009 komposisi pangsa pasar rokok SKT di Indonesia masih mencapai 30,4% tetapi tahun lalu hanya 23%.
“Setiap pabrikan punya sendiri proyeksinya, mereka punya perkiraan masing-masing. Nanti kalau saya sampaikan bisa dimarahin oleh para pabrikan rokok,” katanya tertawa.
Menurutnya mayoritas pangsa pasar rokok SKT di Indonesia adalah konsumen dengan usia lanjut. Namun ada juga konsumen usia muda yang menikmati rokok SKT. “Rokok SKT paling banyak konsumsi di sini (Indonesia), perokoknya tua kebanyakan, tapi orang muda juga ada,” katanya.(*/berbagai sumber)