Duniaindustri.com (April 2014) — Pemerintah menaikkan tarif bea keluar (BK) ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk bulan April 2014 menjadi 13,5%, lebih tinggi dari Maret 2014 yang sebesar 10,5%. Kenaikan tarif BK ekspor CPO ini bisa membuat eksportir CPO asal Indonesia menahan ekspor karena keuntungan menurun akibat kenaikan beban bea keluar.
Duniaindustri.com menilai kenaikan BK ekspor CPO akan meredam laju pertumbuhan ekspor CPO asal Indonesia sehingga berpotensi menurunkan pasokan di pasar global. Dengan begitu, harga komoditas CPO berpotensi meningkat.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memprediksi harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan produk turunannya di pasar internasional diprediksi mampu menembus US$ 1.100 per ton tahun ini. Hal itu terlihat dari tren kenaikan harga CPO rata-rata di pasar internasional pada Februari tahun ini bergerak naik 4% menjadi US$ 903 per ton dibanding harga rata-rata Januari 2014 sebesar US$ 865 per ton.
Tungkot Sipayung, Ketua Advokasi Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan, kenaikan BK CPO otomatis akan memukul petani kelapa sawit. Petani yang seharusnya mendapatkan pendapatan lebih, harus menyisihkan pendapatannya untuk membayar BK CPO. “Semakin besar biaya keluar dari petani, maka harga CPO dari petani akan terdiskon,” imbuhnya.
Bila BK CPO naik, kata Tungkot, petani akan semakin menderita karena menanggung kerugian dari harga BK yang tinggi. Sekalipun BK tetap diterapkan, Tungkot berharap agar pemerintah mengembalikan perolehan pendapatannya ke petani berupa perbaikan infrastruktur di sentra-sentra CPO dan pemberian modal kepada petani kelapa sawit.
Mengutip data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), pada Januari – Februari 2014, volume ekspor CPO dan produk turunannya asal Indonesia sekitar 3,15 juta ton. Rinciannya, ekspor Januari sebesar 1,57 juta ton dan Februari naik menjadi sekitar 1,58 juta ton.
Naiknya ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia ini lantaran kenaikan permintaan dari negara tujuan ekspor utama seperti India dan Amerika Serikat.
Berdasarkan data GAPKI, produksi CPO dan Palm Kernel Oil (PKO) tahun 2013 mencapai 26 juta ton atau naik 1,9% dibanding 2012 sebanyak 26,5 juta ton. Sedangkan produksi 2014 diperkirakan ada di kisaran 27,5-28 juta ton.
Ekspor CPO Indonesia meningkat tipis sebesar 0,6% pada Februari dibandingkan bulan sebelumnya. Data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan pengiriman CPO dan minyak kernel meningkat menjadi 1,58 juta ton dari 1,57 juta ton ekspor pada Januari. Namun secara tahunan, dibandingkan ekspor Februari 2013 yang mencapai 1,92 juta ton, angka tersebut turun 18%.
Penurunan ekspor tersebut langsung membuat harga CPO naik 9,4% pada Februari 2014, terbesar sejak Oktober, seiring kekhawatiran datangnya musim kemarau yang akan menekan produksi dua produsen terbesar, Indonesia dan Malaysia.
“Dalam beberapa pekan lalu, sejumlah kawasan di Indonesia, Malaysia, dan Thailand dilanda kemarau, ini menerbitkan spekulasi kemungkinan terjadinya El Nino, meski terlalu dini untuk disimpulkan,” ujar pernyataan Gapki
Cuaca buruk yang melanda sebagian negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia membawa berkah bagi Indonesia karena berujung pada kenaikan nilai ekspor produk CPO dan turunannya pada Februari 2014.
“Naiknya ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia disebabkan meningkatnya permintaan dari negara tujuan ekspor utama, kecuali China,” jelas Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan.
Penjualan CPO ke India dilaporkan naik sebanyak 20% menjadi 313.000 ton pada Februari dari 261.000 ton bulan sebelumnya. Ekspor ke Banglades juga naik 122% menjadi 91.000 ton dari 41.000 ton. Ekspor ke Uni Eropa dan Amerika Serikat juga melesat masing-masing 13% dan 30%.
Di sisi lain, pengiriman CPO ke China anjlok 12% menjadi 254.000 ton pada Februari dari 287.000 bulan sebelumnya. Penyebabnya, menurut Gapki, adalah akibat pasokan minyak nabati yang tinggi di Negeri Panda karena akumulasi dari impor kedelai, CPO, dan minyak bunga matahari pada Januari.
Produsen CPO optimistis tahun 2014 pertumbuhan industri sawit akan cerah. Salah satu pemicunya adalah dengan adanya mandatori mengenai pengembangan biofuel (biodiesel) atau bahan bakar nabati yang bahan bakunya dari kelapa sawit.
Di 2014 produksi CPO akan meningkat, sementara permintaan dunia belum sepenuhnya pulih dan normal. Inilah mengapa kebijakan beberapa negara terutama Indonesia dan Malaysia yang akan meningkatkan konsumsi biofuel dalam negeri akan menjadi faktor yang menentukan perkembangan kelapa sawit di tahun 2014. Dalam siaran pers Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut, Indonesia diperkirakan bakal menambah pasokan konsumsi CPO sebesar 3,3 juta ton untuk produksi biofuel.
Dekati Posisi Tertinggi
Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mendekati level tertinggi dalam 17 bulan, dipicu spekulasi merosotnya cadangan Malaysia dan turunnya produksi di Indonesia. Harga CPO untuk kontrak pengiriman Mei di posisi 2.742 ringgit (USD835) per ton di Bursa Derivatif Malaysia, Selasa (25/2), atau naik 1 ringgit dibanding harga penutupan kemarin.
Menurut direktur di perusahaan broker Pelindung Bestari Sdn, Paramalingam Supramaniam, produksi turun 9% pada 20 hari pertama Februari ini, dibandingkan periode yang sama Januari lalu. Hal ini didasarkan pada perkiraan Asosiasi Sawit Malaysia. Selama ini, Januari dan Februari merupakan periode penurunan produksi karena siklus tanaman.
Sedangkan pihak Dewan Sawit Malaysia, produksi CPO anjlok untuk bulan ketiga menjadi 1,51 juta ton pada Januari sedangkan cadangan menurun menjadi 1,93 juta ton.
“Kami memperkirakan cadangan lebih rendah pada Februari karena penurunan produksi,” kata Alan Lim Seong Chun, analis pada Kenanga Investment Bank Bhd. Ia bahkan memperkirakan cadangan hanya di posisi 1,8 juta ton pada bulan ini.(*/berbagai sumber)