Latest News
You are here: Home | Agroindustri | Bea Keluar Ekspor Biji Kakao 10%
Bea Keluar Ekspor Biji Kakao 10%

Bea Keluar Ekspor Biji Kakao 10%

Duniaindustri (September 2011) – Pemerintah menetapkan tarif bea keluar untuk ekspor biji kakao pengiriman bulan September 2011 sebesar 10% atau sama dengan bulan sebelumnya. Harga referensi yang digunakan sebagai dasar penetapan bea keluar ekspor biji kakao mencapai US$ 2.972 per ton.

Harga referensi dihitung berdasarkan harga rata-rata biji kakao dunia di CIF New York Board of Trade. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh mengatakan, pemerintah menetapkan harga patokan ekspor untuk komoditas tersebut pada September 2011 sebesar US$ 2.673 per ton.

Pengenaan bea keluar dalam ekspor biji kakao telah mendorong peningkatan aktifitas industri olahan kakao dalam negeri. “Beberapa pabrik pengolahan cokelat di luar negeri bahkan memindahkan produksi ke Indonesia,” tuturnya.

Menurut dia, investasi pada industri pengolahan cokelat tidak hanya terjadi di Batam, tapi juga daerah lain seperti Surabaya, Bali dan Tangerang. “Selain itu pabrik-pabrik pengolahan cokelat dalam negeri yang tadinya mati juga tumbuh kembali,” jelas Deddy.

Pengenaan pajak ekspor biji kakao juga telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan bermakna ekspor produk olahan kakao. Selama Januari-Mei 2011 volume ekspor produk olahan kakao mencapai 42,7 ribu ton atau naik 103,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya 21 ribu ton.

Ekspor kakao olahan yang sepanjang Januari-Mei 2010 mencapai US$ 104,7 juta juga naik 60% di Januari-Mei 2011 menjadi US$ 167,5 juta.

Peringkat Tiga Dunia
Pada tahun lalu, menurut data International Cocoa Organization (ICCO), Indonesia menempati ranking ketiga produsen biji kakao di dunia dengan pangsa pasar 13,6%.

Pemasok utama biji kakao dunia adalah Pantai Gading (38,3%), Ghana (20,2%) dan Indonesia (13,6%). Pemasok lainnya adalah Kamerun (5,1%), Brasil (4,4%), Nigeria (4,9%) dan Ekuador (3,1%).

Walapun sebagai pemasok utama kakao dunia, selama tahun 2002-2010 rata-rata pertumbuhan produksi biji kakao Pantai Gading relatif rendah yakni hanya 1% per tahun, sebaliknya Ghana tumbuh sangat tinggi 10,5% per tahun. Sementara Indonesia dan Kamerun tumbuh moderat dengan masing-masing meningkat rata-rata 5,1% dan 4% per tahun.

Pantai Gading dan Ghana juga menghadapi kendala instabilitas politik yang dapat berdampak langsung terhadap produktivitas biji kakao di negara tersebut. Tahun 2011, ICCO memperkirakan produksi biji kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton per tahun. Hal ini diperkirakan akan terus berlangsung pada tahun-tahun selanjutnya. Pertumbuhan produksi kakao dunia relatif tinggi dengan rata-rata sebesar 5,8% per tahunnya, sementara konsumsi tumbuh 4,8% dengan kecenderungan terus meningkat.

Indonesia ditargetkan mampu memproduksi dua juta ton kakao pada 2020 mendatang. Pemerintah mencanangkan Indonesia sebagai penghasil biji kakao terbesar dunia pada 2014. Kementerian Pertanian menargetkan peningkatan produksi biji kakao hingga dua kali lipat pada 2014 dibanding 2010.

Tahun lalu, Indonesia hanya mampu memproduksi 800 ribu ton kakao, sedangkan di 2014 akan digenjot hingga 1,6 juta ton, atau 300 ribu ton lebih banyak dibandingkan rata-rata produksi Pantai Gading dan Ghana yang mencapai 1,3 juta ton biji kakao.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian yang diperoleh duniaindustri.com, prospek produksi biji kakao Indonesia cerah karena terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada 2009, produksi mencapai 700 ribu ton lalu meningkat jadi 800 ribu ton pada 2010. Sedangkan pada 2011 target produksi mencapai 1,074 juta ton. Untuk mencapai target ini, pemerintah akan melakukan tiga strategi, yaitu dengan peremajaan, rehabilitasi, serta intensifikasi.(Tim redaksi 01)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top