(Duniaindustri.com) – Bea keluar untuk ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) naik dalam tiga bulan berturut-turut di awal 2013. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan bea keluar CPO menjadi 10,5% untuk periode Maret 2013, naik dari 9% di Februari.
Berdasarkan keterangan tertulis Kemendag, tarif bea keluar untuk CPO dan produk turunannya berpedoman pada harga referensi yang didasarkan pada harga rata-rata cost insurance freight CPO dari Rotterdam, bursa Malaysia dan bursa Indonesia. Penetapan HPE (Harga Patokan Ekspor) CPO Periode Maret 2013 mengalami kenaikan menjadi US$ 782 per ton, naik US$ 38 atau 5,11% dibanding bulan sebelumnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan, bea keluar ekspor CPO dan produk turunannya berpedoman pada harga referensi yang didasarkan pada harga rata-rata cost insurance freight CPO dari Rotterdam, bursa Malaysia, dan bursa Indonesia. Harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar ekspor sawit pada Februari sebesar US$ 815,12 per ton.
Harga referensi CPO itu meningkat dibanding harga referensi sebelumnya US$ 780,26 per ton. Karena itu, bea keluar CPO pada Januari 2013 ditetapkan 7,5%. Bea keluar (BK) untuk ekspor CPO pada Januari 2013 turun menjadi 7,5%, dibanding Desember 2012 yang mencapai 9%.
Di 2013, produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia diperkirakan naik 10% menjadi 28 juta ton dari 2012. Jika harga CPO di pasar internasional rata-rata diperkirakan US$ 900/ton, maka produksi sawit Indonesia mencapai US$ 25,2 miliar atau Rp 241,9 triliun.
Kenaikan produksi sawit di Indonesia diprediksi oleh Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun. “Tahun ini, produksi CPO diperkirakan hanya sekitar 25,5 juta ton, jadi kalau naik 10% di 2013 menjadi 28 juta – 28,5 juta ton,” kata Derom Bangun.
Menurut dia, kenaikan produksi sawit nasional memang sulit lebih tinggi lagi dari sekitar 10% per tahun karena sejak beberapa tahun terakhir, pengembangan lahan perkebunan komoditas itu sangat sedikit akibat kesulitan mendapatkan lahan baru. Ekspansi lahan sawit juga terhambat berbagai kebijakan pemerintah dalam dan luar negeri termasuk menyangkut moratorium sawit.
Hanya di tahun 1990-1995, kenaikan produksi yang bisa mencapai 13% per tahunnya, selebihnya tidak sampai karena keterbatasan lahan untuk pengembangan sawit itu. Terbatasnya persentase kenaikan areal dan produksi sawit nasional itu disayangkan mengingat permintaan justru diperkirakan makin tinggi sejalan dengan bertambahnya kebutuhan, baik akibat pertambahan penduduk hingga perkembangan industri.
Namun, dengan minimnya pertambahan produksi, diharapkan harga jual bisa naik kembali dan meningkat terus. Untuk tahun depan, harga jual minyak sawit perkirakan masih rendah sekitar US$ 850 per ton atau paling tinggi US$ 900 per ton. Hal itu dipicu masih terjadinya krisis global. Tahun 2012, rata-rata harga jual CPO sekitar US$ 1.000 per ton.
Mengakhiri 2012, industri sawit diterpa kabar baik karena adanya perkiraan harga CPO yang terjun bebas belakangan ini akan mulai terangkat kembali (rebound) di awal tahun depan.
Direktur Eksekutif ISTA Mielke GmbH Jerman, Thomas Mielke memprediksi permintaan CPO dari China dan India akan tetap tinggi di awal 2013. India akan tetap menjadi importir terbesar CPO dari Indonesia. Permintaan dari India akan meningkat dari 7,6 juta ton menjadi sekitar 8,1 juta ton. Sedangkan permintaan dari China akan mencapai 6,3 juta ton. “Karena itu harga CPO akan naik hingga US$1.100 per ton mulai awal hingga pertengahan tahun depan,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Xu Jianfei, ekonom dari Chinatex Grains & Oil Imp. & Exp. Co., Ltd. Menurutnya, kenaikan itu juga ditunjang oleh tingginya permintaan dari Pakistan. Sebab, Pakistan merupakan salah satu negara yang memilih CPO ketimbang minyak nabati lain. “Permintaan dan penawaran minyak nabati tetap akan tergantung pada CPO.”
Untuk tahun pemasaran 2012-2013 yang dimulai pada 1 Oktober lalu, permintaan CPO di pasar global akan naik sekitar 4 juta ton. Jumlah itu melampaui pertumbuhan pasokan yang hanya mencapai 3,2 juta ton. Menurut Mielke, pasokan terbesar CPO di pasar dunia masih akan dipenuhi dari Malaysia dan Indonesia. Jumlahnya mencapai sekitar 42,6 juta ton atau 58% dari total ekspor oils and fats dunia.
Selama 2013, produk CPO Indonesia diperkirakan akan mencapai 29,5 juta hingga 30 juta ton. Sedangkan produk CPO Malaysia mencapai 19 juta ton. “Produksi melimpah karena minimnya gangguan cuaca. Produksi pada September hingga Desember tahun ini bahkan mungkin bisa mencapai rekor tertinggi bulanan di kedua negara,” papar analis perminyakan dari Godrej International Ltd, Dorab Mistry.
Namun demikian, kenaikan itu tidak akan berlangsung lama. Sebab, di pertengahan tahun 2013, harga akan kembali menurun. Sebab, produksi dari Malaysia dan Indonesia tengah melimpah. Kondisi ini menyebabkan pasokan bertambah banyak sedangkan permintaan tidak berubah. “Akibatnya mulai pertengahan tahun 2013 atau pada Juni, harga akan turun lagi karena terlalu banyak produk,”ujarnya.
Duniaindustri.com mencatat harga CPO anjlok pada pertengahan Juli 2012 menyusul kekhawatiran memburuknya krisis utang Eropa. Harga kontrak CPO untuk pengiriman Oktober di Malaysia turun 2,2% menjadi RM 2.924 ringgit (US$ 921) per metrik ton, terendah sejak 19 Juni 2012.
Impor minyak sawit oleh China, pengimpor CPO terbesar setelah India, pada bulan Juni lalu turun 23,6% menjadi 392.558 ton. Harga rata-rata ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada 2012 diperkirakan tertekan atau turun ke level US$ 1.050 per ton dari 2011 yang rata-rata US$ 1.100 per ton akibat dampak krisis utang di Eropa dan Amerika Serikat.
Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menilai, krisis utang di AS dan Eropa akan membuat permintaan CPO di pasar internasional, khususnya negara pembeli utama China dan India, melemah. “Itu memicu penurunan harga,” katanya.
Meski demikian, harga CPO di pertengahan 2012 bisa mencapai US$ 1.200 per ton dari harga rata-rata di Desember 2011 yang masih US$ 1.000 -1.050 per ton akibat terbatasnya pasokan secara global. Tetapi, karena dampak krisis utang di AS dan Eropa yang diperkirakan masih akan terasa di 2012, harga jual pada tahun depan masih tetap berfluktuasi sehingga secara rata-rata di kisaran US$ 1.050 per ton.
Walau lebih rendah dari 2011, harga rata-rata di 2012 sekitar US$ 1.050 per ton tetap lebih tinggi dari 2010 sebesar US$ 970 per ton. Indonesia menjadi negara produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia. Data Kementerian Pertanian menyebutkan, Indonesia menguasai 44,5% pasar sawit dunia dengan volume produksi mencapai 19,1 juta ton pada 2010. Indonesia mengungguli Malaysia yang menempati posisi kedua dengan pangsa 41,3% dari volume produksi 17,73 juta ton.
Ranking ketiga ditempati Thailand yang menguasai 2,7% pasar sawit dunia, disusul Nigeria dengan pangsa 2% dari total pasar sawit dunia, kemudian Kolombia dengan pangsa 1,9%. Total produksi sawit dunia mencapai 42,9 juta ton.
Menurut lembaga independen internasional, Oil World, Indonesia diperkirakan menguasai 47% pasar minyak sawit dunia di 2011. Sementara pangsa Malaysia ditaksir bakal turun menjadi 39% di tahun ini. Pangsa negara produsen sawit lainnya belum berubah.Data Oil World juga menyebutkan, produksi sawit dunia pada 2011 diprediksi mencapai 46 juta ton dengan total area yang digunakan untuk menanam sawit di seluruh dunia mencapai 12 juta hektare. Sebagian besar lahan perkebunan kelapa sawit itu berlokasi di Indonesia dan Malaysia.
Oil World memaparkan, minyak sawit kini menjadi minyak nabati dunia paling penting. Di antara seluruh jenis produksi minyak nabati, sawit berada di posisi teratas (dengan pangsa 30%), diikuti minyak kedelai (29%), minyak biji rape (14%), minyak bunga matahari (8%), dan lainnya (19%).
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memprediksi ekspor CPO dan turunannya pada 2011 mencapai 16,5 juta ton, naik 5,7% dibandingkan 2010 sebanyak 15,6 juta ton. Proyeksi pertumbuhan ekspor itu dibuat dengan mempertimbangkan kenaikan permintaan CPO dan turunannya di dunia sebesar 5 juta ton per tahun.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (US Department of Agriculture/USDA) memperkirakan, ekspor CPO Indonesia tahun ini bisa mencapai 19,35 juta ton. Angka itu naik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 17,85 juta ton. Sedangkan produksi CPO Indonesia akan mencapai 25,4 juta ton pada 2011. Angka itu lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 23,6 juta ton.
Jika proyeksi itu dipadukan dengan capaian ekspor CPO Indonesia pada 2010, tidak berlebihan apabila nilai ekspor CPO Indonesia pada 2011 akan menembus US$ 20,2 miliar atau setara Rp 180 triliun.
Sepanjang 2010, nilai devisa ekspor CPO dan produk turunan sawit Indonesia mencapai US$ 16,4 miliar, naik 50% lebih dari 2009 yang berjumlah US$ 10 miliar. Jika dihitung rata-rata, dalam sebulan ekspor CPO dan produk turunannya mencapai US$ 1,36 miliar atau Rp 12,24 triliun.
Rata-rata ekspor CPO pada 2010 meningkat tajam dibandingkan 2009 sebesar US$ 833 juta per bulan. Hal itu dipengaruhi tingginya harga CPO internasional pada tahun 2010. Pada tahun lalu, produksi CPO Indonesia mencapai 21 juta ton.(Tim redaksi 04)