Duniaindustri.com (Februari 2017) – PT Bank Permata Tbk (BNLI), bank swasta terbesar kelima di Indonesia dengan aset Rp171 triliun (US$ 12,8 miliar), mencatatkan rugi bersih sebesar Rp6,48 triliun sepanjang 2016, menurut laporan keuangan perseroan. Rugi bersih itu dipengaruhi lonjakan rugi akibat penurunan nilai aset keuangan sebesar 231,9% pada 2016 secara tahunan.
Seiring dengan laporan rugi bersih Bank Pertama, salah satu orang terkaya di Indonesia, Tahir, justru berminat untuk mengakuisisi anak usaha PT Astra International Tbk (ASII) itu. Tahir berencana menggabungkan Bank Permata dengan bank miliknya, PT Bank Mayapada International Tbk (MAYA).
Sebelum kita masuk ke rencana akuisisi, kita tengok dulu laporan keuangan Bank Pertama. Sepanjang 2016, PT Bank Permata Tbk (BNLI) mencatat rugi bersih sebesar Rp6,48 triliun. Padahal, di tahun sebelumnya perseroan masih mampu memperoleh laba bersih sebesar Rp247,11 miliar. Hal yang menjadi masalah besar pada kinerja keuangan 2016 bank ini adalah melonjaknya nilai kerugian penurunan nilai aset keuangan. Pada 2015 kerugian penurunan nilai tersebut tercatat hanya sebesar Rp3,67 triliun. Di 2016 nilainya melejit menjadi Rp12,20 triliun. Artinya, rugi akibat penurunan nilai aset keuangan tersebut meningkat 231,9%.
Sepanjang tahun lalu, pendapatan Bank Permata yang berasal dari bunga dan usaha syariah mengalami penurunan dari Rp6,19 triliun pada 2015 menjadi Rp5,88 triliun pada 2016.
Namun, penurunan pendapatan bunga ini mampu ditutupi oleh pendapatan operasional lainnya yang meningkat menjadi Rp1,02 triliun pada 2016 dibanding setahun sebelumnya yang hanya Rp851,92 miliar. Alhasil, total pendapatan operasional anak usaha Astra International ini hanya turun tipis menjadi Rp8,15 triliun di 2016 dibanding Rp8,34 triliun pada 2015.
Manajemen Bank Permata, dalam penjelasan terkait laporan keuangan 2016, mengungkapkan kerugian penurunan nilai aset keuangan ini sebagian besar dikontribusikan oleh melonjaknya saldo rugi pada penurunan nilai kredit sebesar 273,8% dari Rp3,32 triliun menjadi Rp12,44 triliun.
“Bank menghadapi tantangan kenaikan NPL pada segmen commercial (middle market dan SME) sehingga bank harus mengalokasikan beban kerugian penurunan nilai yang signifikan,” jelas manajemen Bank Permata dalam penjelasannya.
Hal lain yang membebani kinerja Bank Permata adalah meningkatnya beban operasional sebesar 4,6% menjadi Rp4,57 triliun pada 2016 dibanding setahun sebelumnya sebesar Rp4,37 triliun. Alhasil, membengkaknya kerugian penurunan nilai ditambah peningkatan beban operasional tersebut membuat kinerja Bank Permata tahun buku 2016 jeblok signifikan, terutama dalam hal perolehan laba.
Minat Akuisisi
Tahir, salah satu orang terkaya di Indonesia, tertarik untuk mengakuisisi Bank Permata. Ini merupakan bagian dari upaya Tahir untuk menempatkan Mayapada ke dalam jajaran bank terbesar di Tanah Air, demikian laporan Bloomberg.
Mayapada Group berniat membeli 90% saham Permata yang dikuasai Standard Chartered Plc dan PT Astra International Tbk, dan menggabungkannya dengan Bank Mayapada guna menciptakan bank swasta terbesar di Indonesia berdasarkan asetnya setelah PT Bank Central Asia Tbk, menurut Tahir.
Menurut dia, Mayapada Group sudah membeli saham Bank Permata dari pasar sejak November 2016. Standard Chartered dan Astra masing-masing tercatat menguasai 45% saham Bank Permata.
Merger itu akan membantu Tahir, yang bisnisnya sangat beragam mulai dari perawatan kesehatan, media massa hingga real estate, untuk memperluas jangkauan Bank Mayapada dan bersaing lebih efektif dengan bank BUMN dan BCA.
“Bank Permata, saya kira, menghadapi masa yang sulit terkait kredit macet,” kata Tahir dalam sebuah wawancara di kantornya di Jakarta Selatan.
“Saya tidak melihat alasan mengapa Standard Chartered harus mempertahankan Bank Permata. Strategi saya adalah, jika pemegang saham Bank Mayapada dapat memiliki kesempatan untuk membeli Bank Permata, maka harus digabung dengan Bank Mayapada.”
Seorang juru bicara Standard Chartered menolak untuk mengomentari keinginan Tahir terhadap Permata, dan mengatakan bank asal Inggris itu berkomitmen untuk Indonesia, pasar yang dianggap menjadi penting secara strategis.
Tira Ardianti, Kepala Hubungan Investor Astra, mengatakan akan terus mendukung Permata. Seperti diketahui, Permata merupakan bank swasta terbesar kelima di Indonesia, dengan aset sekitar Rp171 triliun (US$12,8 miliar). Rasio kredit macet atau non-performing loans (NPL) permata tercatat sebesar 4,9 persen pada kuartal yang berakhir hingga 30 September 2016. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata bank papan atas di Tanah Air, yakni 3,2 persen, menurut data Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan rasio NPL Mayapada 2,4 persen pada akhir September, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: