Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Bank Sentral Norwegia, Norges Bank, meminta lembaga pengelola dana (fund manager) di negara itu untuk mengawasi investasinya di PT Astra International Tbk (ASII), terutama PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), guna memastikan operasional di perkebunan kelapa sawit tidak melanggar aturan etis yang ditetapkan bank sentral. Jika terbukti merusak hutan, Norges Bank meminta fund manager asal Norwegia untuk melepas sahamnya di perusahaan tersebut.
Pernyataan dari Norges Bank tersebut dirilis Selasa (13/10) seperti dilansir Reuters.com. PT Astra International Tbk (ASII) diberi waktu 4 tahun untuk memenuhi standar etis lembaga pengelola dana Norwegia. Jika gagal, Norwegian harus melepas 0,3% sahamnya di Astra International yang diperkirakan senilai US$ 73 juta, menurut data Thomson Reuters.
Masih menurut data tersebut, Astra International merupakan salah satu emiten konglomerasi bisnis terbesar di Bursa Efek Indonesia, dengan valuasi pasar sekitar US$ 18,5 miliar dengan bisnis mencakup distributor otomotif, perlengkapan pertambangan, hingga bisnis keuangan.
Per akhir Juni lalu, Astra International tercatat memegang 79,7% saham di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Menurut bank sentral Norwegia, yang berwenang mengawasi pengelola dana di negara tersebut, perintah memonitor investasi di Astra International terkait dengan bisnis perseroan di perkebunan kelapa sawit–yang dituding mengkonversi hutan menjadi perkebunan–melalui Astra Agro.
Di bawah standar bank sentral Norwegia, investasi tidak boleh menyalahi etika yang ditetapkan, termasuk ke perusahaan yang memproduksi tembakau, senjata nuklir, atau bom curah.
Pada 2013, lembaga pengelola dana asal Norwegia melepas saham di 23 perusahaan di berbagai negara yang mereka yakini merusak hutan.
Astra Agro termasuk dalam salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan kepemilikan lahan terbesar di indonesia. Sebanyak lima grup perusahaan sawit menjadi penguasa area kebun sawit di Indonesia dengan menguasai 14% dari total area kelapa sawit di Indonesia. Lima grup perkebunan itu masing-masing grup terintegrasi secara vertikal dengan fasilitas produksi antara dan hilir.
Menurut penelusuran duniaindustri.com, di antara lima grup perusahaan perkebunan terbesar tersebut, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) merupakan grup yang paling tidak terintegrasi. PT Astra Agro Lestari Tbk hampir sepenuhnya merupakan produsen minyak sawit hulu murni dan baru mulai berkonsentrasi pada perkebunan dan penggilingan belakangan ini.
Area terbesar dimiliki oleh Golden Agri-Resources Ltd, yang memiliki 0,46 juta hektar area tertanam pada akhir tahun 2013. PT Astra Agro Lestari Tbk memiliki 0,27 juta hektar, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIM) memiliki 0,23 juta hektar dan area terbesar berikutnya dimiliki oleh Wilmar International, yang juga memiliki 0,23 juta hektar (angka ini mencakup beberapa area yang terletak di Malaysia). Anak perusahaan Sime Darby Berhad di Indonesia, PT Minamas Plantation, memiliki 0,2 juta hektar lahan kelapa sawit.
Sementara di Malaysia, hampir 20% dari total area perkebunan sawit dimiliki oleh empat grup perkebunan terbesar: Felda Global Ventures Holdings Bhd, Sime Darby Bhd, Kuala Lumpur Kepong Bhd dan IOI Corporation Bhd. Grup-grup tersebut terintegrasi secara vertikal, dengan 0,86 juta area menghasilkan (khusus untuk Kuala Lumpur Kepong Bhd, angka ini termasuk area miliknya di Indonesia yang tidak dibedakan dalam dokumen publik).
Harga Terkoreksi
Harga jual minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) pada periode Januari-Juli 2015 melemah 12,4% menjadi Rp 7.609 per kilogram dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 8.687 per kilogram. Harga jual kernel Astra Agro juga tercatat mengalami penurunan sebesar 14,2% menjadi Rp 4.948 per kilogram dari sebelumnya Rp 5.767 per kilogram.
Penurunan harga CPO ikut mempengaruhi kinerja keuangan perseroan. Laba bersih Astra Agro pada semester I 2015 anjlok hingga 67,5% menjadi Rp 444 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya sebear Rp 1,4 triliun, salah satunya dipengaruhi pelemahan harga jual CPO.
Berdasarkan data yang dirilis perseroan, sepanjang Januari-Juli 2015 Astra Agro mencatat produksi CPO sebanyak 984.559 ton, naik sekitar 1,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 973.406 ton. Kenaikan tersebut dipicu oleh tren produksi TBS perseroan yang sudah mulai mengalami peningkatan sejak Mei 2015. Selain itu, peningkatan produksi perseroan juga ditopang oleh adanya pembelian buah dari pihak eksternal oleh perseroan.
“Hingga Juli 2015, produksi FFB turun tipis sebesar 0,1% dari 3,14 juta ton pada 2014 menjadi 3,13 juta ton pada 2015, karena di wilayah Kalimantan masih mengalami penurunan sebesar 7,2%. Sementara untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi masing-masing meningkat masing-masing sebesar 5,6%,” kata Rudy Limardjo, Investor Relation Astra Agro dalam keterbukaan informasi kepada BEI.
Sementara dari sisi penjualan, sepanjang Januari-Juli 2015, volume penjualan CPO perseroan melemah 21,2% menjadi 614.042 ton dibanding periode yang sama tahun sebelumnya 779.476 ton. Menurut Rudy, penurunan itu terjadi karena sebagian produksi cpo perseroan dialihkan menjadi olein, sehingga di penjualan CPO perseroan di satu sisi menurun tetapi di sisi lain penjualan olein perseroan naik signifikan sebear 85,7% menjadi 223.513 ton dari periode sebelumnya.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: