Latest News
You are here: Home | Umum | Bangun Smelter US$ 700 Juta, Indosmelt Rencanakan IPO Tahun Depan
Bangun Smelter US$ 700 Juta, Indosmelt Rencanakan IPO Tahun Depan

Bangun Smelter US$ 700 Juta, Indosmelt Rencanakan IPO Tahun Depan

Duniaindustri.com (Februari 2014) — Untuk memperoleh tambahan modal, PT Indosmelt yang bergerak di bidang pengolahan dan pemurnian mineral, berencana melakukan penawaran saham perdana ke publik (initial public offerings/IPO). Rencananya, IPO tersebut akan dilakukan pada tahun depan saat perseroan mulai memproduksi katoda tembaga.

Direktur PT Indosmelt, Natsir Mansyur mengatakan, saat ini pihaknya tengah melengkapi data yang diperlukan untuk memulai IPO. “Rencana IPO tahun depan ini kan untuk tambahan modal perusahaan. Kami sedang mempersiapkan rencana IPO secara detail,” ujar Natsir di Jakarta, Kamis (30/1).

Direncanakan, pembangunan smelter tembaga milik Indosmelt tersebut akan dilakukan pada Februari-Maret 2014. Pembangunan pabrik akan dilakukan di Sulawesi Selatan dengan total investasi US$ 700 juta.

Smelter ini diperkirakan mampu mengolah konsentrat tembaga sebesar 350.000 ton menjadi katoda tembaga per tahun. Pembangunan smelter ini rencananya berlokasi di Desa Tambua, Kabupaten Maros, dan ditargetkan bisa mulai beroperasi pada 2016 atau awal 2017 mendatang.

Selain itu, Indosemelt juga sudah mendapatkan komitmen pasokan bahan baku konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Indonesia, dan ditambah pasokan dari impor.

Investasi smelter di Indonesia diperkirakan meningkat tajam seiring kebijakan pemerintah melarang ekspor mineral mentah. Setelah memutuskan pelarangan total ekspor mineral atau tambang mentah mulai 12 Januari 2014, pemerintah mengeluarkan aturan bea keluar atas ekspor produk mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan. Aturan tersebut tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.6/PMK.011/2014, yang dikeluarkan pada 11 Januari 2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Keterangan resmi Sekretariat Jenderal Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Kementerian Keuangan, menyatakan, tarif ekspor mineral ditetapkan secara bertahap tiap semester, mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60%.

Kebijakan penaikan tarif secara bertahap itu akan berakhir hingga 31 Desember 2016, dan diharapkan menjadi instrumen untuk memantau perkembangan pembangunan pabrik pemurnian bijih minerah (smelter) secara periodik.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan melarang total ekspor mineral atau tambang mentah mulai 12 Januari 2014. Kesepakatan ini dibuat oleh sejumlah menteri ekonomi di kediaman Presiden SBY, Cikeas, Bogor. Aturan larangan mineral mentah ini dibuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4/2009 soal mineral dan batubara (Minerba).

“Mulai 12 Januari 2014, Undang-undang Minerba Nomor 4/2009 sampai dengan transisi 2014 mulai berlaku. Tim melaporkan kepada presiden tentang PP 2012 sebagai perintah UU No 4/2009, perlunya membuat PP untuk melaksanakan UU No 4/2009 itu. Pada dasarnya PP untuk melakukan UU itu dan jiwa untuk menambah nilai tambah. Sejak 12 Januari 2014, jam 00.00 tidak lagi dibenarkan mineral mentah untuk kita ekspor, dalam arti harus dilakukan pengolahan dan pemurnian,” tutur Hatta Rajasa, Menko Perekonomian.

Sementara itu, Menteri ESDM Jero Wacik menegaskan hal serupa. Menurut Jero, PP dengan Nomor 01/2014 telah ditandatangani oleh Presiden SBY. “Bapak Presiden sudah tanda tangan PP No. 01/2014 yang isinya adalah melaksanakan UU No. 4/2009. Terhitung mulai jam 00:00 tanggal 12 Januari 2014 dilarang lagi mengekspor mineral mentah, atau ore tujuannya adalah sesuai roh untuk menaikkan nilai tambah di situ ada nilai ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,” tambah Jero.

Di dalam PP No. 01/2014 dijelaskan beberapa pertimbangan dari dampak adanya pelarangan ekspor mineral mentah. “Dalam pembahasan kami tadi, pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan PP baru ini adalah mempertimbangkan tenaga kerja. Jangan sampai tenaga kerja yang sudah kita ciptakan terjadi PHK besar-besaran. Kedua ekonomi daerah, jadi itu kami pertimbangkan sesuai implikasi PP ini tidak memberatkan ekonomi daerah. Lalu perusahaan dalam negeri agar tetap bisa menjalankan operasinya bagi yang sudah atau akan melakukan pengolahan. Itulah PP yang ditandatangai presiden tadi,” jelasnya.

Nantinya juga akan dibuat turunan peraturan menteri (Permen) dari adanya UU No .4/2009 dan PP No. 01/2014. “Kemudian nanti akan menjelaskan detil yaitu Peraturan Menteri ESDM, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan. Itulah penjelasan kami. Dan dicatat dalam lembaran negara No. 54/11989. Undang-undang ini akan baik bagi kita,” jelasnya.(*/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top