Duniaindustri.com – Badan Standardisasi Nasional (BSN) mengeluarkan rekomendasi atau usulan untuk dilakukan abolisi terhadap 73 Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kepala BSN Bambang Setiadi mengatakan, hasil kaji ulang yang dilakukan BSN menyebutkan sebanyak 74 SNI perlu diabolisi karena sudah tidak layak baik secara format penulisan maupun substansi standar.
“Namun mengingat SNI direkomendasikan untuk diabolisi tersebut sangat dibutuhkan, maka seyogyanya dirumuskan SNI baru yang setara,” katanya di sela penjelasan Peringatan Hari Standar Dunia dan Bulan Mutu Nasional.
Bambang mengungkapkan, dari 73 SNI yang direkomendasikan abolisi tersebut terbanyak di sektor makanan dan minuman yakni 48 SNI, kemudian sektor tekstil dan produk tekstil (9), plastik (5), alas kaki dan pertanian masing-masing 3 SNI.
Sedangkan untuk sektor mesin dan perkakas maupun sektor baja masing-masing sebanyak dua SNI. Sementara sektor elektronika dan mainan anak-anak tidak ada.
Menurut Bambang, untuk sejumlah produk yang terkena abolisi SNI, maka tidak boleh lagi beredar di pasar. “Jika tetap diedarkan tentu saja akan terkena sanksi,” katanya.
Sementara itu dalam rangkaian Peringatan Hari Standar Dunia pada 14 Oktober, BSN akan menampilkan berbagai prestasi Indonesia di bidang standardisasi baik di tingkat regional maupun internasional.
Sedangkan dalam peringatan Bulan Mutu Nasional 2011 pada November yang mengambil tema “SNI: Membangun Kepercayaan Diri Bangsa”, menurut dia, diharapkan dengan penerapan SNI maka kepercayaan terhadap produk nasional akan semakin tinggi dan berdampak kuat pada daya saing nasional di pasar lokal maupun global.
Pada kesempatan tersebut Kepala BSN juga menyatakan, penerapan standar memberikan kontribusi terhadap peningkatan Gross Domestik Bruto (GDP) sebuah negara.
Dicontohkannya, kontribusi standar terhadap peningkatan GDP di Jerman mencapai 0,9%, di Prancis 0,8%, Inggris 0,3% dan Kanada 0,2%, dan di Australia 0,8%. Sedangkan untuk Indonesia , Bambang mengakui belum ada perhitungan secara pasti kontribusi standar terhadap peningkatan GDP.
Namun demikian dia menyatakan penerapan standar pada tabung gas 3 kg dalam program konversi bahan bakar minyak (BBM) ternyata menimbulkan keuntungan sebesar Rp49,9 triliun. “Jadi standar memiliki peran ekonomi yang sangat penting,” katanya.(tim redaksi 02/sds)