Latest News
You are here: Home | Umum | Awal Desember, Subsidi Tarif Listrik 1.300 dan 2.200 VA Dicabut
Awal Desember, Subsidi Tarif Listrik 1.300 dan 2.200 VA Dicabut

Awal Desember, Subsidi Tarif Listrik 1.300 dan 2.200 VA Dicabut

TARIF LISTRIK NAIK 11,6%

Duniaindustri.com (November 2015) – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), BUMN operator dan distributor listrik di Indonesia, mencabut subsidi tarif listrik untuk pelanggan golongan rumah tangga berdaya 1.300 dan 2.200 VA mulai awal Desember 2015. Dengan demikian, tarif listrik pelanggan rumah tangga berdaya 1.300 dan 2.200 VA mulai awal Desember 2015 naik 11,6% dibandingkan November 2015 menyusul pemberlakuan mekanisme penyesuaian tarif kedua golongan tersebut.

Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) Benny Marbun mengatakan, pada Desember 2015, tarif listrik pelanggan rumah tangga golongan berdaya 1.300 dan 2.200 VA ditetapkan sebesar Rp1.509 per kWh. Sementara, pada November 2015, tarif golongan berdaya 1.300 dan 2.200 VA masih ditetapkan tarif sebesar Rp1.352 per kWh. Dengan demikian, terdapat kenaikan Rp157 per kWh atau 11,6%.

Mulai awal Desember 2015, PLN memberlakukan mekanisme penyesuaian tarif (tariff adjustment) atau tidak mendapat subsidi lagi untuk pelanggan golongan rumah tangga berdaya 1.300 dan 2.200 VA.

Plt Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN Bambang Dwiyanto mengatakan, sebenarnya, tarif listrik bagi rumah tangga daya 1.300 dan 2.200 VA sudah harus mengikuti mekanisme “tariff adjustment” per 1 Januari 2015 bersamaan dengan pelanggan 10 golongan lainnya.

Namun, lanjutnya, pemerintah dan PLN mengambil kebijakan untuk menunda penerapan “tariff adjustment” pada pelanggan rumah tangga daya 1.300 dan 2.200 VA tersebut.

Pertimbangannya, menurut dia, saat itu pelanggan golongan rumah tangga tersebut sudah mengalami kenaikan tarif listrik secara bertahap sejak Juli 2014 hingga November 2014. “Penundaan itu untuk meringankan beban ekonomi pelanggan kedua golongan tersebut,” katanya.

Dengan demikian, per Desember 2015, sebanyak 12 golongan tarif listrik sudah mengikuti mekanisme “tariff adjusment”.

Ke-12 golongan tarif listrik tersebut adalah rumah tangga R-1/tegangan rendah (TR) daya 1.300 VA, rumah tangga R-1/TR daya 2.200 VA, rumah tangga R-2/TR daya 3.500 VA sampai 5.500 VA, dan rumah tangga R-3/TR daya 6.600 VA ke atas.

Selanjutnya, golongan bisnis B-2/TR daya 6.600VA sampai 200 kVA, bisnis B-3/tegangan menengah (TM) daya di atas 200 kVA, industri I-3/TM daya di atas 200 kVA, dan industri I-4/tegangan tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas.

Golongan lainnya adalah kantor pemerintah P-1/TR daya 6.600 VA sampai 200 kVA, kantor pemerintah P-2/TM daya di atas 200 kVA, penerangan jalan umum P-3/TR, dan ayanan khusus TR/TM/TT.

Bambang juga mengatakan, pada Desember 2015, tarif 10 golongan pelanggan yang sudah diberlakukan “tariff adjustment” per Januari 2015 mengalami penurunan dibanding November 2015.

Golongan tarif rumah tangga sedang (R-2) daya 3.500 VA sampai 5.500 VA dan rumah tangga besar (R-3) daya 6.600 VA ke atas turun dari Rp1.533 per kilo Watt hour (kWh) pada November 2015 menjadi Rp1.509 per kWh pada Desember 2015.

Untuk golongan tarif bisnis sedang, industri besar, kantor pemerintah, PJU dan layanan khusus juga mengalami penurunan tipis dibanding bulan sebelumnya. “Penurunan itu dipengaruhi tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang menguat beberapa waktu terakhir,” katanya.
Sementara untuk pelanggan rumah tangga kecil daya 450 dan 900 VA, bisnis dan industri kecil serta pelanggan sosial tarifnya tetap dan tidak diberlakukan “tariff adjustment”. “Pelanggan golongan ini masih diberikan subsidi oleh pemerintah,” kata Bambang.

Rentan Miskin
Pengamat ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI), Riyanto, sebelumnya menilai jika tarif dasar listrik (TDL) naik, sekitar lima juta orang akan jatuh miskin. “Sekitar 3 juta hingga 5 juta orang akan jatuh ke kelompok rentan miskin jika skema tarif dasar listrik tetap naik,” kata Riyanto dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Skema tersebut akan terjadi bila subsidi listrik dari RAPBN yang sebesar Rp38,39 triliun, sekitar Rp29,39 triliun di antaranya untuk subsidi berdaya 450-900 VA dijalankan. Selain itu, maka kelompok yang tidak dapat subsidi bisa naik sebanyak 250% untuk pengguna 450 VA, dan naik 150% untuk pengguna 900 VA.

Saat ini sebanyak 24,7 juta orang kategori miskin mendapatkan subsidi listrik dari negara, sementara sebanyak 7,1 jiwa di antaranya belum menggunakan listrik dari PLN. “Nah, mampu tidak PLN mencari data dan mengalirkan subsidi kepada 7,1 jiwa yang belum menggunakan PLN ini, dalam waktu dua bulan, sebelum listrik dinaikkan,” jelasnya.

Riyanto juga mengatakan rata-rata pengeluaran per orang untuk kategori miskin di Indonesia adalah Rp700 ribu per bulan.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, menilai masyarakat telah terjerat informasi yang tidak lengkap dan kurang mendukung rakyat kecil terkait penaikan tarif listrik beserta instrumennya.

“Masyarakat ditawari konsumsi listrik rumah tangga 1.300 VA, dengan iming-iming tambah daya gratis, namun setelah itu tarif listrik 1.300 VA ke atas, naik secara otomatis bersama mekanisme pasar, ini namanya ‘jebakan Batman’,” ucap Tulus.

Dia menjelaskan indikasi mekanisme pasar adalah kurs rupiah, harga minyak mentah dunia dan inflasi, itu yang akan diprotes. “Kalau semua tarif diserahkan ke mekanisme pasar, lalu apa peran negara dalam hal ini?” tutur Tulus.

“Rencana pencabutan 450 VA dan 900 VA ini hanyalah kedok, itu untuk menaikkan tarif agar sesuai dengan harga mekanisme pasar, kalau memang begitu, maka wajib diprotes, karena tidak ada intervensi negara dalam menentukan tarif.”

Tulus juga menjelaskan banyak masyarakat yang tidak mengerti, ketika pindah ke 1.300 VA, risikonya serius dengan tarif rupiah per Kwh, seolah kategorinya sama, padahal 1.300 VA untuk golongan mampu.

“Masyarakat banyak yang dipaksa atau ditodong langsung pindah ke sistem token, walau menurut aturan seharusnya tidak diwajibkan, daya juga ditingkatkan ke 1.300 VA secara gratis, mereka tidak mengerti konsekuensinya,” katanya.

Tarif Termahal
Sejumlah pelaku industri juga sempat mengeluhkan mahalnya tarif listrik di Indonesia. Kalangan industri pengguna gas bumi mengeluhkan mahalnya tarif listrik di Indonesia. Bahkan, tarif listrik Indonesia dinilai paling mahal di dunia dibandingkan negara lainnya.

“Kondisi 2014 lalu tarif listrik hampir semua golongan naik. Sekarang tarif listrik di Indonesia US$ 11 cent per Kwh. Bahkan di beberapa daerah sudah US$ 12 cent per Kwh. Ini harga paling mahal di dunia,” keluh Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi, Achmad Safiun.

Padahal, listrik adalah komponen penting dan roda penggerak industri. “Tarif listrik mempengaruhi harga. Kami ini bergerak di industri hilir sehingga kalau terjadi perubahan pada kami akan berpengaruh langsung dengan masyarakat,” terang Achmad.

Dia meminta pemerintah untuk memperbaiki kebijakan minyak dan gas (migas) dan energi karena akan berpengaruh langsung pada tarif listrik. “Kebijakan migas seharusnya diperlakukan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Bukan sebagai komoditi revenue. Sekarang momentum yang tepat untuk memperbaiki tata kelola migas karena harga minyak yang turun drastis,” tegasnya.

Sebagai perbandingan, tarif listrik di beberapa negara antara lain: Amerika Serikat (AS) US$ 3 cent per kwh, Bangladesh US$ 3 cent per kwh, Vietnam US$ 7 cent per kwh, Malaysia US$ 6 cent per kwh, Pakistan US$ 6,6 cent per kwh, Korea Selatan US$ 6 cent per kwh, dan Indonesia US$ 11 cent per kwh.(*/berbagai sumber/tim redaksi 04)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top