Duniaindustri (Juni 2011) – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan anggaran untuk program restrukturisasi mesin industri tekstil dan produk tekstil mencapai Rp 100 miliar. Usulan tersebut dimasukkan dalam anggaran tambahan Kemenperin 2012 sebesar Rp 472 miliar sehingga anggaran kementerian yang dipimpin MS Hidayat itu berjumlah Rp 2,25 triliun tahun depan.
Menperin MS Hidayat menjelaskan pagu anggaran indikatif tahun 2012 sebesar Rp 2,25 triliun, meningkat 0,46% dibanding pagu definitif tahun 2011 sebesar Rp2,24 triliun.
Menurut dia, tambahan anggaran sebesar Rp472 miliar akan dialokasikan untuk 11 program, meliputi pengembangan industri, restrukturisasi, penguatan infrastruktur, dan promosi investasi. Dari 11 program, anggaran terbesar untuk pengembangan kendaraan angkutan umum murah pedesaan sebesar Rp144 miliar, disusul restrukturisasi permesinan industri tekstil sebesar Rp100 miliar, pembuatan prototipe pesawat terbang N219 sebesar Rp59 miliar.
Selanjutnya anggaran untuk pengembangan industri pupuk petrokimia diberi anggaran Rp7 miliar, serta promosi investasi dan kerja sama teknis luar negeri industri prioritas dalam rangka Koridor Ekonomi Nasional Rp 4 miliar.
Pada 2010, Kemenperin mengalokasikan penghematan anggaran dan mengalihkannya untuk menambah dana kebutuhan restrukturisasi permesinan industri tekstil, sehingga total dana yang disediakan mencapai Rp175 miliar.
Pada awalnya, hanya 115 perusahaan yang dapat disertakan dalam program restrukturisasi mesin tekstil pada tahun lalu. Padahal, jumlah peserta yang mengajukan permohonan mencapai 202 perusahaan, sehingga sekitar 87 perusahaan harus masuk daftar tunggu.
Namun, dengan upaya penghematan dan alokasi ke industri ini, total anggaran restrukturisasi permesinan tekstil naik Rp30,65 miliar, dari Rp144,35 miliar menjadi Rp175 miliar.
Dengan demikian, jumlah peserta bertambah menjadi 150 perusahaan dan perusahaan yang masuk daftar tunggu berkurang menjadi 52 perusahaan. Sejak 2007, program itu mendapat sambutan antusias dari pelaku usaha. Terbukti pada 2008, sebanyak 191 perusahaan yang mendaftar dan 175 perusahaan di antaranya memenuhi persyaratan.
Sedangkan untuk 2010, dari 210 perusahaan yang mendaftar dengan nilai investasi sebesar Rp 1,85 triliun, sebanyak 186 perusahaan disetujui menerima bantuan dengan nilai investasi mencapai Rp 1,6 triliun.
Program restrukturisasi mesin tekstil terbagi dua skim, diskon harga mesin sebesar 10% untuk skim pertama yang ditujukan untuk perusahaan tekstil skala besar, dan subsidi bunga kredit pembelian mesin produksi sebesar 10% untuk skim kedua untuk perusahaan skala menengah kecil.
Solusi Daya Saing
Presiden PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto, di Sukoharjo, Jawa Tengah, mengatakan restrukturisasi mesin merupakan jawaban atas keresahan industri tekstil dan produk tekstil nasional. “Tanpa bantuan pemerintah, industri tekstil akan semakin sulit berdaya saing di pasar global,” tuturnya.
Dalam program restrukturisasi mesin tekstil, Sritex telah menerima bantuan pemerintah sejak tahun 2007 untuk peremajaan mesin tekstil. Selama tiga tahun berturut-turut (2007- 2009), Sritex telah mendapatkan stimulans dari pemerintah berupa potongan harga pembelian mesin tekstil sebesar Rp 5 miliar per tahun.
Tahun 2010, karena semakin besarnya peserta program restrukturisasi, Sritex memperoleh bantuan senilai Rp 2,93 miliar. Dari bantuan tersebut, Sritex secara total telah memperbesar investasinya senilai Rp 218,89 miliar.
Presiden Direktur PT Danliris Michelle Tjokrosaputro mengatakan, sejak krisis melanda, industri tekstil dihadapkan pada sulitnya meremajakan mesin. ”Jangankan mengganti mesin baru, mengganti suku cadang mesin saja mesti berpikir 1.000 kali. Suku cadang mesin tekstil bisa mencapai 50.000 dolar AS per unit, sedangkan suku cadang garmen bisa 1.000 dolar AS,” katanya.
Dalam program restrukturisasi, Danliris memperoleh stimulus pemotongan harga mesin tekstil mulai tahun 2008 sebesar Rp 287 juta, tahun 2009 sebesar Rp 1,23 miliar, dan tahun 2010 Rp 493 juta. Dari seluruh stimulus itu, Danliris mampu meningkatkan investasi Rp 20,16 miliar.
Direktur Sandang dan Aneka Kemenperin Budi Imawan mengatakan, kendala industri tekstil sesungguhnya terjadi di pasar domestik yang kini semakin tergerus oleh produk ilegal. ”Problematika yang masih dihadapi adalah ketersediaan bahan baku katun yang umumnya 99% bergantung pada impor. Selain itu, suku bunga perbankan juga tidak kompetitif. Bunga kredit di China bisa 4%, sedangkan Indonesia masih dua digit,” ujarnya.(Tim redaksi 03)