Duniaindustri.com (November 2015) – Indonesia merupakan pasar properti terbesar ketiga di dunia, setelah China dan Amerika Serikat (AS). Pasar industri properti di Indonesia diperkirakan Rp 527,8 triliun, atau 29% dari total pasar konstruksi nasional sebesar Rp1.820 triliun dalam 5 tahun terakhir. Tidak heran, sedikitnya 7 taipan skala raksasa berkompetisi ketat memperebutkan pasar industri properti di Indonesia.
Pada 2016, industri properti di Indonesia diprediksi tumbuh 8%-9%, seiring tingginya ekspektasi pemulihan ekonomi Indonesia di mata para developer skala besar. Ekspektasi itu tumbuh seiring kebijakan pemerintah menerapkan sejumlah paket kebijakan ekonomi.
Kebijakan pemerintah tersebut disambut positif dan diharapkan dapat menggairahkan bisnis properti yang kemudian mendorong daya beli konsumen. “Saya memprediksi industri properti akan tumbuh 8%-9% di tahun mendatang,” kata James Riady, Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group.
Proyeksi pertumbuhan properti tersebut harus dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Alasannya, karena bisnis properti sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sektor ini, sedikitnya ada tujuh orang yang sukses dalam menggeluti bisnis properti di Indonesia di antaranya:
Trihatma K. Haliman
Generasi kedua, Putra Anton K Haliman. Pendiri Agung Podomoro Group (APG), yang berubah menjadi Agung Podomoro Land (APLN) setelah masuk pasar modal. Anton merintis bisnis pertama kali melalui pembangunan hunian di Kawasan Simpruk tahun 1969. APLN tercatat salah satu pemasok utama ritel dari total pasokan sekitar 4,25 juta meter persegi. Saat ini APLN menguasai lebih dari 60% pasokan kondominium, dari total yang ada di Jakarta sejumlah 17.148 unit atau sekitar 26.000 unit total pasokan yang sudah dan akan dibangun di seluruh Indonesia saat ini. Trihatma meneruskan perusahaan yang dirintis oleh orangtuanya menjadi pemain properti besar di tanah air dengan total aset per triwulan III tahun 2014 Rp 22,3 triliun dan pendapatan periode tersebut Rp 3,5 triliun.
The Ning King
Pria yang berusia 84 tahun ini adalah salah satu pengusaha papan atas di Indonesia. Pemilik pabrik tekstil Argo Pantes, melalui PT Argo Manunggal mengontrol lebih dari 30 perusahaan termasuk PT Tangerang Fajar Industrial Estate, PT Manunggal Prime Development and PT Argo Manungggal Land Development merupakan pemegang saham terbesar Alam Sutera dan Bekasi Industrial Estate. Alam Sutera mulanya adalah perusahaan keluarga Harjanto Tirtohadiguno. Berdiri tahun 1973 dengan nama PT Alfa Goldland Realty sekaligus menjadi nama proyek pertama di bisnis properti, perumahan Taman Alfa Indah, di Jakarta Barat.
Sukses di Taman Alfa Indah, lalu mendapat hak pengembangan lahan di Serpong Tangerang, Banten saat kawasan itu masih berupa hutan belantara, pohon karet dan lapangan ilalang. Tahun 1994 sekitar 1.100 unit hunian terjual dalam waktu dua minggu. Alam Sutera memiliki aset Rp 16,3 triliun hingga triwulan III 2014. Pendapatan pada triwulan tersebut Rp 2,8 tiriliun. Di PT Bekasi Fajar Industrial Estate, The Ning King dan keluarga masih menjadi pemegang mayoritas 64% saham. Sampai triwulan III 2014 lalu, perusahaan memiliki aset sekitar Rp 1,1 triliun dengan pendapatan pada periode tersebut Rp 496 miliar.
Alexander Tedja
Seorang pendiri konglomerasi bisnis Pakuwon Djati. Kerap juga disebut rajanya properti Surabaya. Dalam perjalanan bisnis Pakuwon pun merambah Jakarta dan berhasil membangun sejumlah mega proyek berupa superblok, pusat belanja dan apartemen. Pakuwon saat ini memiliki aset per triwulan III 2014 sebesar Rp 12,7 triliun dan pendapatan periode tersebut Rp 2,7 triliun. Alexander Tedja tercatat perintis utama properti berkonsep mixed use di Surabaya. Tahun 2007 memasuki Jakarta melalui investasi superblok Gandaria City yang beroperasi sejak 2010. Dilanjutkan pembukaan superblok Kota Kasablanka Juli 2012.
Ciputra
Pendiri dan perintis konglomerasi bisnis Grup Ciputra. Penggagas 20 kompleks perumahan berskala kota. Beberapa di antaranya berada di mancanegara, lebih dari 10 pusat belanja 10 hotel berbintang dan 5 padang golf. Grup Ciputra membawahi 3 emiten properti yaitu Ciputra Development (CTRA), Ciputra Properti (CTRP), dan Ciputra Surya (CTRS) hingga akhir tahun lalu, pendapatan grup ini mencapai Rp. 8 triliun, dengan total aset sebesar Rp 33 triliun, serta kapitalisasi pasar lebih dari Rp 22 triliun. Ciputra dan keluarga masih memiliki saham yang signifikan di semua entitas bisnisnya. Dalam pengelolaan usaha sehari-hari, dia mempercayakan anggota keluarga di jajaran top manajemen.
Grup Ciputra adalah kelompok usaha yang berawal dari PT Citra Habitat Indonesia yang pada awal 1990 namanya diubah menjadi Ciputra Development. Ciputra menjadi dirutnya dan keenam jajaran direksinya diisi oleh anak serta menantunya. Grup ini go public di pasar modal pada Maret 1994. Dengan modal awal kala itu hanya Rp10 juta, Ciputra terus mengembangkan jaringan perusahaannya hingga berjumlah 5 buah yaitu Grup Metropolitan, Grup Pondok Indah, Grup Bumi Serpong damai, Grup Ciputra dan Grup Jaya. Jumlah anak perusahaan di bawah grup tersebut bahkan sudah mencapai lebih dari seratus. Ciputra memiliki saham dari kelima grup ini.
Eka Tjandranegara
Adalah pemilik dan pendiri Grup Mulia. Ia juga dijuluki pendekar di segi tiga emas, karena berhasil membangun sejumlah proyek prestisius di sub sektor perkantoran di lokasi strategis segi tigas emas Sudirman, Thamrin, dan Kuningan. Predikat sebagai Raja Properti di daerah Segitiga Emas Jakarta dekade 1990-an sempat melekat pada group ini, karena eksistensinya dalam menguasai beberapa gedung perkantoran di daerah tersebut seperti, Wisma Mulia, Wisma GKBI, Menara Mulia, Plaza Kuningan, Atrium Mulia, Plaza 89 dan Mulia Business Park.
Kunci sukses grup ini adalah fokus pada sektor tertentu dan mengutamakan kualitas properti yang dikembangkannya. Grup ini juga terkenal dalam kecepatan membangun proyek mereka serta mempunyai tim in-house yang handal termasuk tim arsitek, interior, desain dan kontraktor. Konon, Hotel Mulia dibangun dan beroperasi dalam kurun waktu yang singkat untuk mengantisipasi SEA Games 1997. Grup mulia juga mempunyai complimentary business yaitu glass & ceramic berkualitas dimana material ini juga yang digunakan dalam finishing proyek- proyek properti mereka. Saat ini Grup Mulia tengah membangun Wisma Mulia 2 di Gatot Subroto, Jakarta Selatan yang pembangunannya memasuki tahap finishing.
Mochtar Riady
Pendiri konglomerasi gurita bisnis Lippo Group. Tercatat menjadi imperium terbesar dengan pendapatan sekitar Rp 8,351 triliun dan total aset lebih dari 39,9 triliun per triwulan III 2014. Mochtar masuk ke bisnis properti, saat masih memiliki lembaga keuangan, Lippo Bank. Grup Lippo, berkonsentrasi pada 4 fokus; bisnis properti melalui flagship PT Karawaci Tbk. Ritel melalui bendera Matahari Putra Prima Tbk dan PT Matahari Departement Store Tbk. Bisnis media berlabel First Media Tbk dan Berita Satu Holding. Sektor pendidikan melalui bendera Pelita Harapan Foundations.
Holding di bisnis properti mengibarkan bendera Lippo Karawaci Tbk (LPKR) fokus pada 4 bisnis properti terintegrasi: 1. Residential & Urban Development. 2. Hospitals. 3. Commercial 4. Asset management. Bersama PT Lippo Cikarang Tbk ( LPCK) yang juga kota baru berbasis industri di Cikarang, inilah mesin utama penggerak ekspansi grup Lippo. Saat ini Grup Lippo telah membangun dan mengelola 3 kota mandiri yakni Lippo Village, Lippo Cikarang, dan Tanjung Bunga Makassar dengan total populasi sekitar 113.250 jiwa, yang tinggal di 28.393 rumah serta membangun sekaligus sejumlah superblok. Di dalamnya terdapat pusat belanja apartemen, hotel dan rumah sakit.
Eka Tjipta Widjaja
Pengusaha dan pendiri Sinarmas Group terdepan bisnis pulp and paper, agri bisnis dan jasa keuangan. Sinarmas Land adalah sub unit bisnis konglomerasi raksasa. Sinarmas Group di tangan generasi kedua, Muktar Widjaja, Sinarmas Land tumbuh menjadi raksasa bisnis properti kelas dunia dan tercatat di bursa efek Singapura. Mega proyeknya tersebar di China, Malaysia, Singapura dan sejumlah daerah di tanah air. Diperkirakan kapitalisasi pasar quartal ke tiga 2013 mencapai Rp 31.494 tirliun. Sinarmas Land membawahi lebih dari 50 proyek properti yang digarap beberapa anak usahanya seperti, 4 kota baru, puluhan komplek perumahan (termasuk berada di China; Li sui Jin Yang Sen Yang, Li Sui Jin Du Chendu), hotel, golf course, superblok, puluhan komplek commercial industri (juga berada di Singapura; Orchards Tower), dan Ritel Trade Centre dengan label patent ITC di sejumlah kota besar di Indonesia.
Setelah berhasil mengambil alih hampir 90% kepemilikan saham PT Bumi Serpong Damai (PT BSD) dari tangan pengembang Senior Ciputra dan teman-temannya usai krisis moneter tahun 1998, Muktar lalu menjadikan perusahan ini flagship tersendiri dan menyatukan lima unit bisnis di bawahnya. PT Duta Pertiwi Tbk (PT DUTI), sebelumnya sebagai flagship satu-satunya yang menggarap bisnis properti dan berada langsung di bawah Sinarmas Land digeser ke bawah bendera PT BSD Tbk. PT BSD Tbk dan PT DUTI Tbk, dua bendera besar yang tengah berkibar dan menjadi mesin uang Sinarmas Group. Kedua perusahaan terbuka ini mencatat pertumbuhan laba dan asset yang sangat tinggi dari tahun ke tahun. PT BSD Tbk telah menjelma menjadi raksasa bisnis properti di Indonesia dengan total aset 16,8 Triliun (akhir 2012). Masih memiliki land bank di lima wilayah dengan intensitas pembangunan paling tinggi meliputi Jabodetabek, Medan,Surabaya, Samarinda dan Balikpapan.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: