Duniaindustri.com (Mei 2016) – Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menyatakan, lebih dari 600 perusahaan di industri air minum dalam kemasan (AMDK) terancam gulung tikar jika kebijakan pengenaan cukai kemasan plastik diberlakukan.
“Kebijakan tersebut tidak hanya akan membebani biaya produksi perusahaan air minum kemasan, tetapi juga menekan daya beli konsumen yang berdampak pada lesunya bisnis ini. Total pelaku industri AMDK nasional ada sekitar 700 perusahaan, dan lebih dari 90% merupakan industri kecil menengah,” kata Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat kepada pers.
Rachmat menilai, ketergantungan industri AMDK terhadap kemasan plastik sangat tinggi, karena merupakan barang yang tidak tergantikan dengan produk lain, dan biaya kemasan mencapai 70% dari total biaya produksi. Sehingga, sensitivitas produk AMDK terhadap harga kemasan sangat tinggi.
“Jika pemerintah memberlakukan cukai kemasan plastik, industri mau tidak mau akan mengkompensasinya dengan menaikkan harga produk AMDK. Dengan kondisi ekonomi sekarang, hal itu akan menyebabkan penurunan permintaan dan pada akhirnya industri AMDK turut menanggung kerugian akibat melemahnya penjualan,” papar dia.
Industri-industri besar, lanjut Rachmat, mungkin masih bisa bertahan terhadap pelemahan penjualan tersebut, tetapi industri kecil menengah akan sangat tertekan.
“Industri-industri kecil ini sangat rentan terhadap perubahan. Pengenaan cukai akan menimbulkan multiplier effect yang besar dan merugikan banyak pihak, mulai dari konsumen, industri, hingga negara,” ujar Rachmat.
Rachmat menambahkan, kenaikan harga produk AMDK, bakal berdampak pada inflasi. “Dalam 10 tahun terakhir, sektor makanan dan minuman olahan menyumbang inflasi tertinggi. Sehingga dengan diterapkannya cukai, bakal menaikkan inflasi dan harga-harga umum akan turut naik,” ujarnya.
Menurut riset duniaindustri.com, rencana pemberlakuan cukai kemasan plastik muncul dari pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bahwa pengenaan cukai bukan hanya untuk kemasan plastik botol minuman saja, tapi seluruh produk yang menggunakan bungkus plastik.
“Tidak mengganggu (industri) karena kami kenakan tarif cukainya kecil. Mereka dapat untung di Indonesia, apa kontribusinya buat negara. Tentu harus kita hitung biaya yang besar karena sampah-sampah ini tidak bisa terurai karena paling penting kelestarian lingkungan,” kata Menkeu.
Namun, Menkeu belum menjelaskan skema perhitungan tarif cukai kemasan plastik yang akan diberlakukan. Hanya saja, Menkeu mengisyaratkan tarif cukai produk kemasan plastik tidak akan lebih besar dari pungutan kantong plastik Rp 200.
Meski terlihat relatif kecil, menurut riset duniaindustri.com, cukai kemasan plastik pasti berdampak terhadap kenaikan beban pokok penjualan produsen kemasan plastik dan industri penggunanya, terutama industri air minum kemasan. Dengan kondisi perlambatan ekonomi seperti saat ini, kenaikan beban pokok penjualan berpotensi mematikan industri kecil dan menengah yang harus bersaing dengan industri skala besar.(*/berbagai sumber/tim redaksi 06)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: