Latest News
You are here: Home | Agroindustri | 2,08 Juta Hektare Luas Lahan dan Hutan Terbakar di Indonesia
2,08 Juta Hektare Luas Lahan dan Hutan Terbakar di Indonesia

2,08 Juta Hektare Luas Lahan dan Hutan Terbakar di Indonesia

Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Kasus kebakaran lahan dan hutan yang menjadi sorotan dunia ternyata didalangi oleh terbakarnya 2,08 juta hektare lahan dan hutan di Indonesia. Tidak heran, dampak yang ditimbulkan begitu besar.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mencatat sebaran luas lahan dan hutan yang terbakar di Indonesia mencapai sekitar 2.089.911 hektar. Ini adalah hasil pantauan dari satelit terra aqua pada 21 Juni-20 Oktober 2015.

“Data ini kami up date setiap 10 hari sekali. Nanti kami akan sampaikan lagi,” ujar Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Parwati Sofan dalam jumpa pers.

Dari jumlah itu, kata Parwati, lahan gambut yang terbakar sebanyak 600 ribu hektar dan nongambut 1,5 juta hektar.

Sementara itu, berdasarkan rincian tiap pulau, kata Parwati, Sumatera adalah yang terbesar luasan kebakaran lahan dan hutan yaitu 832.999 hektar. Selanjutnya, Kalimantan dengan luas 806.817 hektar. 

Disusul Papua dengan jumlah 353.191 hektar. Selanjutnya, Sulawesi berjumlah 30.192 hektar yang terbakar. Di Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 30.162 hektar. Di Pulau Jawa, Lapan mencatat sebanyak 18.768 hektar yang terbakar. Terakhir, Maluku seluas 17.063 hektar.

Menurut Parwati, estimasi data tersebut hanya bersifat perkiraan karena tidak semua lokasi bisa dideteksi satelit. Terutama untuk wilayah yang selalu tertutup awan dan asap tebal.

“Ukuran lahan terbakar (burn area), yang terkecil yang bisa dideteksi satelit terra aqua adalah 6,25 hektar. Sehingga yang kurang dari itu nanti akan direpresentasikan ke dalam 6,25 hektar juga,” tandas Parwati.

Berbagai kalangan menuding pemerintah kurang serius menanggulangi kebakaran lahan dan hutan yang sudah berlangsung lebih dari tiga bulan terakhir. Selain harus menambah anggaran pemadaman kebakaran lahan, pemerintah wajib merevisi regulasi yang membolehkan pembukaan lahan dengan cara membakar lahan.

Edhi Prabowo, Ketua Komisi IV DPR RI, menilai pemerintah kurang serius untuk menanggulangi kasus kebakaran lahan dan hutan. “Sudah tiga bulan, kebakaran lahan dan hutan belum padam. Ini bukti nyata pemerintah kurang serius,” ujarnya kepada wartawan.

Menurut dia, Presiden harus mengambilalih penanganan dan penyelesaian kebakaran lahan dan hutan agar solusi bisa komprehensif. Dia mencontohkan, Presiden harus berkoordinasi dengan menteri terkait serta pemerintah daerah untuk menambah anggaran pemadaman kebakaran lahan dan hutan. “Kasihan rakyat dan seluruh elemen masyarakat yang terkena dampak, perekonomian bisa mandek selama tiga bulan lebih di daerah terdampak,” paparnya.

Setelah upaya pemadaman berhasil, lanjut dia, pemerintah wajib memikirkan upaya preventif seperti merevisi regulasi lingkungan terkait kearifan lokal yang membolehkan warga membuka lahan dengan cara membakar. “Upaya preventif harus dilakukan setelah pemadaman berhasil dilakukan, jangan hanya dibiarkan saja,” ucapnya.

Edhi menilai upaya pemadaman dan pencegahan lebih penting dibanding pencarian pelaku pembakaran.”Untuk jangka pendek, perhatian pemerintah harus tertuju pada solusi pemadaman kebakaran lahan dan hutan,” katanya.

Penyataan Edhi juga senada dengan Direktur Eksektutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung menanggapi dampak kasus kebakaran lahan dan hutan. Tungkot menilai perusahaan sawit selalu menjadi korban kasus kebakaran lahan dan hutan.
Karena itu, sejumlah pihak mendesak pemerintah untuk menerapkan pembuktian menyeluruh ketika menetapkan sejumlah perusahaan sawit menjadi tersangka kasus kebakaran lahan.

“Kebakaran lahan dan hutan ini merugikan semua pihak. Ini yang harus disadari,” kata Tungkot.

Menurut dia, kebakaran lahan dan hutan disebabkan akumulasi sejumlah faktor, antara lain regulasi yang membolehkan pembukaan lahan dengan cara dibakar, masalah dalam tata kelola hutan negara, serta dampak dari musim kemarau yang berkepanjangan. “Setidaknya ada dua regulasi yang tidak relevan lagi, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 yang membolehkan masyarakat membakar lahan dengan luas maksimal 2 hektare (ha) dan aturan penggunaan kayu hasil pembukaan lahan,” ujarnya.(*/berbagai sumber)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top