Duniaindustri.com (Oktober 2015) – Industri properti di Indonesia diprediksi tumbuh 8%-9% pada 2016, seiring tingginya ekspektasi pemulihan ekonomi Indonesia di mata para developer skala besar. Ekspektasi itu tumbuh seiring kebijakan pemerintah menerapkan sejumlah paket kebijakan ekonomi.
Kebijakan pemerintah tersebut disambut positif dan diharapkan dapat menggairahkan bisnis properti yang kemudian mendorong daya beli konsumen. “Saya memprediksi industri properti akan tumbuh 8%-9% di tahun mendatang,” kata James Riady, Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group.
Proyeksi pertumbuhan properti tersebut harus dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Alasannya, karena bisnis properti sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Indonesia merupakan pasar properti terbesar ketiga di dunia, setelah China dan Amerika Serikat (AS). Hal itu pernah diungkapkan oleh Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Hediyanto W Husaini. Besarnya pasar itu didasarkan pada sektor properti yang diperkirakan menyumbang penyerapan 29% dari total pasar konstruksi nasional sebesar Rp1.820 triliun dalam 5 tahun terakhir.
“Daya beli di sektor ini juga sudah sangat meningkat, mengingat kita mendapatkan bonus demografi yang besar, ” ujar Hediyanto.
“Masyarakat berlomba mencari rumah sehingga demand-nya meningkat rata-rata 5-6% per tahun atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Makanya sektor ini akan menjadi sektor favorit di industri konstruksi,” jelasnya.
Hediyanto merinci, penyerapan paling besar berada di sektor infrastruktur sebesar 34%, sedangkan sisanya pertambangan dan sektor lain.
“Tingginya penggunaan semen di dalam negeri juga memicu pertumbuhan tersebut, antara lain karena produksi semen meningkat sebesar 68 juta ton per tahun, dengan konsumsi rata-rata per tahun mencapai 54-55 juta ton,” tandasnya.
Meski demikian, sektor properti pada kuartal ketiga tahun ini cenderung tertekan, sebagai dampak penyelengaraan pilpres pada Juli lalu, ketatnya suku bunga perbankan, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Hal tersebut diungkapkan konsultan properti Colliers Indonesia, Selasa (7/10). Diprediksi, kondisi tersebut bertahan hingga kuartal pertama 2015, namun dapat juga mengalami penguatan apabila pada kuartal keempat 2014 mengalami peningkatan kinerja.
“Ke depan tergantung dari (situasi) sekarang ini (kuartal empat 2014). Kalau dalam 3 bulan ini ada perbaikan, penyerapannya itu sudah lebih baik dibandingkan sebelum pemilu, 2015 itu momentumnya akan baik. Tapi kalau momentum akhir tahun ini tidak terlalu baik, maka 2015 juga akan menjadi market yang sangat-sangat menantang,” kata Ferry Salanto, Associiate Director Research Colliers Indonesia.
Ferry menyebutkan, para pengembang khususnya perkantoran, sebagian besar sudah melakukan penyesuaian harga. “Kita lihat developer sudah mulai menyesuaikan harga terutama di sektor perkantoran,” kata Ferry.
Mengenai penyerapan hingga kuartal ketiga III 2014, Ferry mengungkapkan, sudah mulai tertekan sejak awal pemilu legislatif April lalu. Namun dia percaya, apabila pemerintah mendatang mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik, kondisi tersebut akan bergerak positif.
“(Bagaimana) 2015, momentumnya ada saat ini. Jadi nanti pada saat di akhir tahun ini momentumnya bisa diambil dengan baik, maka 2015 itu akan terus bergerak, terutama yang mau dilihat pasar adalah bagaimana pemerintah stabil. Investor akan lebih confidence dalam berinvestasi,” terangnya.
Harga Tanah
Meski sektor properti tertekan, harga tanah di Jakarta terus melejit. Di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, harga melonjak sekitar 900% sepanjang 2005- 2014, yakni dari Rp 15 juta per meter persegi (m2) menjadi Rp 150 juta per m2.
Jalan Jenderal Sudirman yang membentang sebagian di Jakarta Selatan dan sebagian di Jakarta Pusat ini merupakan ‘kawasan segitiga emas’. ‘Golden triangle Jakarta’ itu mencakup pula jalan-jalan utama seperti Thamrin, Gatot Subroto, dan Rasuna Said.
Untuk menyiasati mahal dan terbatasnya tanah di Jakarta, pengembang berupaya mengoptimalkan pemanfaatannya dan lebih inovatif dalam menawarkan produk, salah satunya dengan mengembangkan proyek superblok.
Di area superblok ini tersedia beragam produk dan jasa properti yang lengkap, mulai dari hunian, perkantoran, hingga pusat ritel, pendidikan, dan hiburan. Saat ini, setidaknya ada lima proyek superblok anyar yang digarap sepanjang 2014-2017. Kehadiran superblok senilai Rp 18 triliun itu melengkapi sejumlah proyek lain yang menjulang di sudut-sudut Jakarta.(*/berbagai sumber)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: