Duniaindustri.com (Desember 2015) – Dua emiten BUMN konstruksi, yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP), menargetkan total kontrak pada 2016 sebesar Rp 160 triliun seiring maraknya proyek infrastruktur dan tumbuhnya pasar konstruksi nasional.
Waskita Karya menargetkan total kontrak tahun depan sebesar Rp 100 triliun, sementara PT PP sebesar Rp 60 triliun.
PT PP (Persero) Tbk (PTPP), emiten BUMN konstruksi, memasang target kontrak tahun depan sekitar Rp 55 triliun – Rp 60 triliun. Menurut direksi perusahaan, target kontrak tahun depan terdiri dari kontrak baru sekitar Rp 30 triliun – Rp 35 triliun dan kontrak carry over (pengalihan dari tahun ini) sekitar Rp 25 triliun.
“Ada kontrak yang dialihkan ke tahun depan sebesar Rp25 triliun dan kontrak baru sekitar Rp30-35 triliun. Total kontrak kita bisa sekitar Rp55-60 triliun,” ujar Direktur Pemasaran W. Karioka.
Menurut dia, perolehan kontrak baru pada tahun depan sekitar Rp30-35 triliun. Jumlah ini meningkat sekitar 11%-22% dibandingkan RKAP 2015 sekitar Rp27 triliun. Beberapa proyek baru yang sedang dibidik adalah properti dan infrastruktur seperti pembangkit listrik milik PLN (Persero) dan Pertamina (Persero).
Selain itu, lanjut dia, perseroan juga akan memperoleh proyek properti dari PT Jakarta Propertindo senilai Rp 1 triliun – Rp 1,5 triliun. Dengan rencana perolehan kontrak-kontrak tersebut, pendapatan perseroan pada tahun depan ditargetkan mencapai Rp 20 triliun.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Bisnis, Penelitian dan Teknologi Lukman Hidayat menambahkan, perseroan tengah mengkaji beberapa investasi yang akan dilakukan pada tahun depan. Misalnya, pada proyek infrastruktur seperti jalan tol, pembangkit listrik, dan sebagainya.
“Memang kita akan banyak ke infrastruktur dan ada juga proyek dari Jakarta Propertindo ingin menggarap rusun atau rusunami. Namun, semua investasi tersebut belum kita sampaikan ke komisaris,” ujar Lukman.
Menyoal pendanaan untuk investasi tersebut, ia mengaku belum mengetahuinya. Kendati demikian, perseroan masih memiliki laba yang ditahan pada 2015 serta sisa dana IPO. “Belum tahu sumber pembiayaannya seperti apa. Karena kita juga belum tahu apakah peluang PMN masih ada. Kalau ada seperti apa, kalau tidak juga seperti apa,” ungkapnya.
Sementara PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), emiten BUMN konstruksi, menargetkan pada 2016 meraih kontrak proyek sebesar Rp100 triliun, dengan total aset mencapai Rp43 triliun. “Tahun depan (2016) kontrak yang dikerjakan Waskita mencapai Rp100 triliun, terdiri atas 34% kontrak baru dan 66% kontrak “carry over” (peralihan dari tahun sebelumnya),” kata Direktur Utama Waskita M Choliq.
Menurut Choliq, dengan kontrak yang diraih pada tahun 2016 tersebut sejalan dengan ekspansi bisnis perusahaan selain sebagai kontraktor juga menggarap proyek-proyek jalan tol.
Dengan rencana bisnis tersebut, pada 2016 emiten BUMN konstruksi ini menargetkan pendapatan sebesar Rp30 triliun, meningkat dari pendapatan tahun 2015 yang diproyeksikan mencapai Rp15 triliun.
Laba tahun 2016 diperkirakan menembus Rp2 triliun, naik dari tahun 2015 yang diperkirakan mencapai sekitar Rp800 miliar. Pada tahun 2016, perseroan mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp10 triliun.
Dia menjelaskan, sejumlah proyek yang mulai dibangun pada 2016 seperti empat ruas jalan tol antara lain ruas Kuta-Canggu-Tanah Lot-Soka sepanjang 28 kilometer, Soka-Pekutatan 25,1 kilometer, Pekutatan-Gilimanuk 54,4 kilometer dan Pekutatan-Lovina sepanjang 46,7 kilometer.
Pasar Terbesar
Pasar konstruksi di Indonesia saat ini mencapai US$ 267 miliar atau setara Rp 3.684 triliun (kurs Rp 13.800/US$). Nilai tersebut tercatat sebagai pasar jasa konstruksi terbesar di ASEAN.
“Ini menjadikan Indonesia sangat dilirik oleh investor asing,” kata Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Yuzid Toyib.
Dengan pasar sebesar itu, maka beberapa tahun mendatang Indonesia bisa menjadi salah satu pasar konstruksi terbesar di dunia, sehingga diperlukan upaya strategis oleh para penyedia jasa konstruksi agar siap menghadapinya. “Saat ini untuk wilayah Asia, Indonesia sudah masuk peringkat keempat di bawah Tiongkok, Jepang, dan India,” katanya.
Oleh karena itu, kata Yuzid, beberapa tantangan terberat yang harus dihadapi yakni mengintegrasikan Indonesia dalam menghadapi Liberalisasi Perdagangan Barang dan Jasa, MEA 2015 dan daya tahan pelaku jasa konstruksi dalam menghadapi pasar kompetitif baru.
Dalam menghadapi tantangan ke depan itu, pemerintah berupaya memperkuat para penyedia jasa konstruksi nasional agar dapat bersaing dengan asing. “Bentuk dukungan ini berupa manajerial dan kapabilitas dengan mendorong badan usaha untuk menjadi spesialis serta kepemilikan sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi,” katanya.
Yang pasti, tambah Yuzid, tantangannya adalah harus bersatu seperti halnya Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) yang kini sudah menyatu. Hambatan lain adalah sumber daya manusia dan peralatan yang usianya sudah cukup tua. Dari 7,2 juta tenaga konstruksi, hanya lima persen yang bersertifikat.
Terkait dengan hal ini, maka pemerintah akan bekerja sama dengan perusahaan konstruksi besar untuk mencetak tenaga konstruksi yang memiliki sertifikat keahlian.(*/berbagai sumber/tim redaksi 05)
CONTACT US BY SOCIAL MEDIA: