Duniaindustri (Juli 2012) — Pemerintah memberikan insentif bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk 15 sektor industri dengan alokasi dana Rp547,66 miliar untuk tahun anggaran 2012. Bea masuk ditanggung pemerintah itu ditujukan bagi impor komponen yang belum diproduksi di dalam negeri.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Budi Darmadi mengatakan, “Pada dasarnya BMDTP merupakan pengembalian bea masuk impor komponen beberapa sektor industri yang belum bisa diproduksi atau dipenuhi oleh industri dalam negeri.”
Kelompok industri manufaktur yang menerima BMDTP adalah industri komponen kendaraan bermotor, elektronik, perkapalan, alat berat, transformator PLTU, pupuk, telekomunikasi, alat tulis dan serat optik. Sektor lainnya adalah industri pembuatan kemasan plastik, tinta khusus (toner), produksi kereta api serta resin sintetis.
Insentif tersebut juga diberikan kepada perusahaan reparasi/perawatan pesawat terbang dan industri peralatan/obat infus. Sedangkan anggaran BMDTP terbesar diberikan bagi industri komponen otomotif sebesar Rp147,35 miliar, dan reparasi pesawat terbang Rp109,67 miliar.
Industri manufaktur Indonesia mulai menggeliat di kuartal I 2012. Terbukti, saat global company termasuk Foxconn masuk ke Indonesia, nilai investasi langsung pemodal asing (foreign direct investment/FDI) pada kuartal I 2012 mencapai Rp 51,1 triliun, tertinggi sepanjang sejarah negeri ini. Dampak lanjutannya, produksi industri manufaktur Indonesia naik dari 3,51% di kuartal I 2011 menjadi 4,88% di kuartal I 2012.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jenis industri yang mengalami kenaikan pertumbuhan produksi tertinggi pada Maret 2012 dibanding periode sama 2011 antara lain farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional yang naik 24,56%, peralatan listrik (15,72%), serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (10,29%). Kemudian, pengolahan lainnya (10,15%), pengolahan tembakau (9,50%), mesin dan perlengkapan (8,54%), barang galian bukan logam (7,75%).
Selanjutnya pencetakan dan reproduksi media rekaman (7,46%), industri karet, barang dari karet dan plastik (5,01%), logam dasar (4,45%), minuman (4,2%), serta produk dari batubara dan pengilangan minyak bumi (3,27%). Kemudian, komputer dan barang elektronik dan optik (3,12%), mebel (2,81%), alat angkutan lainnya (2,27%).
Sebaliknya jenis industri manufaktur yang mengalami penurunan produksi yaitu pakaian jadi (1,37%), kulit, barang dari kulit dan alas kaki (2,51%), tekstil (2,91%), kendaraan bermotor, trailer dan seni trailer 6,84%, kayu, baran dari kayu dan gabus, barang anyaman bambu, rotan 12,47%.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi penanaman modal di tiga bulan pertama 2012 sebesar Rp71,2 triliun, meningkat 32,5% dari periode yang sama pada tahun lalu Rp53,6 triliun.
Realisasi investasi tersebut terdiri dari penanaman modal dalam negeri (PDMN) sebesar Rp19,7 triliun, melambung 39,7% dari periode yang sama pada tahun lalu. Sedangkan untuk realisasi investasi penanaman modal asing sebesar Rp51,5 triliun juga melonjak 30,3% dibandingkan pada periode yang sama pada 2011.
Catatan duniaindustri.com menyebutkan sejumlah investasi asing dari global company yang masuk ke Indonesia antara lain Hankook Tire Co Ltd, produsen ban terbesar ketujuh di dunia asal Korea Selatan, akan menanamkan modal US$ 1,2 miliar di Indonesia hingga 2014 untuk pembangunan pabrik ban di Cikarang, Jawa Barat. Dalam tahap awal, Hankook Tire Co Ltd yang membentuk perusahaan bernama PT Hankook Tire Indonesia menginvestasikan US$ 353 juta.
Pohang Steel Corporation (Posco), raksasa baja asal Korea, yang menggandeng PT Krakatau Steel Tbk, akan merealisasikan investasi tahap awal sebesar US$ 2,7-3 miliar pada 2013. Krakatau Steel (KS) dan Posco tengah membangun pabrik baja berkapasitas 6 juta ton per tahun.
Siam Cement Group, raksasa produsen kimia milik kerajaan Thailand, makin agresif menguasai industri kimia Indonesia, terutama sektor petrokimia, semen, dan distribusi bahan bangunan. Siam Cement menanam investasi di Indonesia sekitar US$ 1 miliar.
Hingga 2011 Siam Cement sudah membenamkan investasi US$ 700 juta di Indonesia. Investasi itu antara lain dalam bentuk akuisisi empat perusahaan Indonesia. Siam Cement Group (SCG) Chemicals Co Ltd, perusahaan petrokimia terbesar di Asia Tenggara asal Thailand, mengakuisisi 30% saham PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (Chandra Asri) senilai Rp 3,76 triliun.
Wilmar Group, raksasa agribisnis terbesar di Asia, terus memupuk investasi di Indonesia hingga Rp 42 triliun atau setara US$ 4,6 miliar periode 1991-2016. Investasi itu dibagi dua, yakni periode 1991-2011 sekitar Rp 33 triliun dan periode 2012-2016 sekitar Rp 9,2 triliun.
Kemudian, raksasa produsen minuman asal Swiss, Nestle SA, melalui anak usahanya di Indonesia, PT Nestle Indonesia, agresif menambah investasi di negeri ini. Nestle menambah investasi hingga US$ 390 juta mulai tahun ini sampai 2015, dengan perincian pembangunan pabrik baru di Karawang menelan investasi US$ 200 juta dan ekspansi di Jawa Timur senilai US$ 190 juta.
Tak ketinggalan, Pirelli & C SpA menjalin kerja sama dengan PT Astra Otoparts Tbk untuk membangun pabrik ban motor di Indonesia senilai US$ 120 juta. Nippon Steel juga menjalin kerja sama dengan PT Krakatau Steel Tbk.(Tim redaksi 02)