Latest News
You are here: Home | World | 13 BUMN Siapkan Rp 10 Triliun untuk Buyback Saham
13 BUMN Siapkan Rp 10 Triliun untuk Buyback Saham

13 BUMN Siapkan Rp 10 Triliun untuk Buyback Saham

Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Sekitar 13 BUMN akan melakukan pembelian kembali sahamnya dengan dana minimum yang disiapkan sekitar Rp 10 triliun. Strategi itu dilakukan untuk mengantisipasi kejatuhan harga saham BUMN terseret kepanikan investor global akibat kebijakan pemerintah China mendevaluasi nilai tukar yuan.

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan sekitar 13 BUMN akan melakukan pembelian kembali sahamnya. Menurut Rini, dana minimum yang disiapkan untuk merealisasikan buyback mencapai Rp 10 triliun.

Dua bank BUMN, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), hingga kemarin mengaku belum membeli kembali atau buyback saham di Bursa Efek Indonesia, karena masih melihat kondisi pasar.

“Kami pada posisi wait and see. Harga saham Selasa rebound. Jadi, buyback belum dieksekusi, tapi saham sudah menguat,” kata Direktur Utama (Dirut) BRI Asmawi Syam.

Dalam kondisi pasar saham sedang bergejolak seperti saat ini, menurut Asmawi, BRI tentu tidak menunggu saham merosot lebih dalam. Namun demikian, pertimbangan melakukan buyback juga disesuaikan dengan kondisi global, karena pemegang saham BRI didominasi investor asing. “Kami siap, tetapi melihat situasi dan sentimen di pasar saham juga,” ujar dia.

Sebelumnya, raksasa investasi global, JP Morgan, menyarankan investor untuk keluar dari Indonesia dengan melepaskan rupiah dan obligasi Indonesia. Hal ini semakin mengancam nilai tukar rupiah dan diprediksi menyentuh Rp 14.300/US$. JP Morgan juga memangkas prospek obligasi Indonesia dari “Overweight” menjadi “Sell”.

Investor asing sejauh ini mencetak rekor dalam kepemilikan obligasi Indonesia, di samping pada saat yang sama menderita kerugian. Sebagaimana dikutip dari Barrons.com, obligasi rupiah dengan lindung nilai telah turun sebesar 5 persen dalam tahun ini, sedangkan yang tanpa lindung nilai melemah hingga 10 persen.

Namun, yang menarik, portofolio investor asing pada obligasi Indonesia sebesar Rp 534 triliun atau mendekati rekor beberapa waktu lalu di posisi Rp 541 triliun. Hal ini lantaran Indonesia lebih baik dari negara emerging market lain, seperti Turki, Afrika Selatan, serta Brasil, pada tahun ini. “Namun, tiga hal berikut yang membuat kami mengubah rekomendasi (atas Indonesia),” tulis analis JP Morgan, Arthur Luk dan Bert Gochet.

Pertama, langkah Tiongkok melakukan devaluasi atas yuan memperburuk outlook mata uang negara-negara di Asia. JP Morgan menyatakan, rupiah telah anjlok hingga menyentuh level terendahnya dan pada hari ini, Senin, melemah hingga 1,2 persen dan diperdagangkan di posisi Rp 13.995 per dollar AS. Atas pertimbangan itu, JP Morgan meramal nilai tukar rupiah akan turun lebih dalam hingga Rp 14.300 per dollar AS pada kuartal IV.

Kedua, investor asing juga mulai beramai-ramai melepas obligasi dari emerging market, dengan dana yang telah keluar mencapai 2 miliar dollar AS.
Ketiga, kebijakan Pemerintah Indonesia juga tidak terlalu banyak membantu. Alih-alih melakukan reformasi fiskal, justru Pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan defisit anggaran. “Sebelumnya, kenaikan pinjaman sebesar 10 persen telah diumumkan dalam RAPBN tahun depan,” tulis analis JP Morgan tersebut.

Ancaman Krisis
Komisi XI DPR RI menyebut ekonomi negara ini terancam krisis sehingga perlu langkah konkret dari pemerintah dan Bank Indonesia (BI) agar meredam kondisi tersebut. Usai membahas Anggaran BI Tahun 2016, Ketua Komisi XI Fadel Muhammad menegaskan bakal memanggil pemerintah dan Gubernur BI untuk membicarakan langkah-langka otoritas fiskal dan moneter di tengah situasi perekonomian yang sulit ini.

“Paling lambat minggu depan kita akan panggil Menteri Keuangan, Kepala Bappenas, dan kalau perlu ajak Menko Perekonomian. Diharapkan BI juga ikut serta. Kita mau tahu langkah-langkah apa yang akan diambil pemerintah menghadapi ekonomi Indonesia yang sudah diambang krisis ini,” tegas dia di Gedung DPR.

Fadel mengatakan, saat ini pemerintah dan BI harus duduk bersama di depan anggota parlemen untuk mendiskusikan aksi nyata guna meredam situasi perekonomian yang sedang memburuk. “Kalau mau undang Menteri Keuangan, Bappenas, OJK, Gubernur BI harus secepatnya dalam minggu ini. Sebab rupiah sudah tembus Rp 14.000/US$. Ini tidak bisa hanya bicara elegan saja tapi butuh realisasi,” ucap Fadel.

Seperti diketahui, dolar Amerika Serikat (AS) makin menguat terhadap sejumlah mata uang termasuk rupiah. Dalam kurs JISDOR, rupiah berada di kisaran 13.998 per dolar AS. Dolar AS makin menguat terhadap rupiah, dengan naik 103 poin dari Rp 13.895 per dolar AS pada Jumat 21 Agustus 2015 menjadi 13.998 per dolar AS pada Senin 21 Agustus 2015.

Pada penutupan sesi pertama perdagangan saham, Senin 24 Agustus 2015, IHSG susut 189,57 poin (4,37 persen) ke level 4.146,37. Level ini terendah sejak 2013.

Pelemahan IHSG itu dipicu kebijakan pemerintah China yang terus melemahkan mata uangnya, Yuan, sehingga membuat kepanikan global. Saham-saham di bursa global berguguran dan menyebabkan sell off berkepanjangan.(*/berbagai sumber)

DIVESTAMA2 (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Scroll To Top