Duniaindustri.com (September 2014) – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyatakan bahwa setidaknya ada 10 perusahaan skala besar asal Jepang berminat untuk masuk ke sektor makanan dan minuman.
“Menjelang Asean Economic Community (AEC) 2015, industri makanan dan minuman di Indonesia akan kedatangan banyak investor dari negara Jepang. Selain pasar yang sudah cukup jenuh di negaranya, ketertarikan investor Jepang untuk ekspansi karena Indonesia diprediksi menjadi pasar terbesar di Asean pada 2015,” kata Adhi.
Ia mengatakan bahwa iklim bisnis di Jepang terpengaruh dengan kenaikan pajak dan demografi penduduk yang didominasi usia lanjut. “Potensi tersebut diperkirakan menjadi pemicu para investor Jepang akan membanjiri pasar makanan-minuman dalam negeri. Setidaknya 10 perusahaan skala besar telah lebih dulu masuk ke sektor makanan dan minuman Indonesia dan perusahaan Jepang yang telah merealisasikan investasinya di Indonesia antara lain Suntory, Asahi, Glico, Morinaga, Ito En, UHA, Mitsubishi, Yamazaki, dan Kanematsu,” paparnya.
Sebagian besar perusahaan makanan dan minuman asal Jepang, lanjut Adhi, mendirikan perusahaan patungan dengan menggandeng perusahaan makanan minuman yang berdiri sebelumnya di Indonesia. “Morinaga menggandeng Kino Group membentuk perusahaan patungan PT Morinaga Kino Indonesia. Sedangkan Suntory Beverage & Food Limited, perusahaan minuman terbesar kedua di Jepang, menggandeng PT Garudafood Putra Putri Jaya membentuk PT Suntory Garuda Beverage,” ujarnya.
Asahi Group Holdings Southeast Asia Pte Ltd merangkul PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) membentuk PT Indofood Asahi Sukses Beverage. Selain dengan Asahi, Indofood CBP juga membentuk joint venture dengan JC Comsa Corporation, perusahaan asal Jepang yang bergerak di bidang produksi dan pengolahan produk makanan berbahan dasar tepung terigu, food service, serta pengelola jaringan restoran dengan porsi kepemilikan saham mayoritas.
Sedangkan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) membentuk joint venture dengan Ito En Asia Pacific Holdings asal Jepang. Mitsubishi, perusahaan perdagangan terbesar di Jepang, juga menggandeng Alfamart Group untuk memproduksi dan menjual roti di 8.000 jaringan ritel PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT). Tidak hanya sampai di situ, perusahaan-perusahaan Jepang yang telah dan akan berekspansi di Indonesia juga akan diperkuat dengan dukungan dari sektor ritel.
Lebih jauh lagi, Adhi mengatakan para investor makanan dan minuman asal Jepang cenderung meningkatkan ekspansi ke Indonesia karena tertarik dengan tren pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) nasional. “Pertumbuhan industri makanan dan minuman yang semakin besar membuat investor terus berekspansi ke Indonesia,” katanya.
Tantangan untuk para investor asing yang ingin merambah pasar makanan dan minuman Indonesia, menurut Adhi, adalah regulasi dimana jaminan halal harus diberikan kepada konsumen. Ini merupakan tantangan yang membuat daya saing pasar menjadi lebih kompetitif. “Investor Jepang sangat memperhatikan mengenai hal itu. Pada Oktober nanti, kami diundang ke Jepang untuk menjelaskan proses pendaftaran produk halal di Indonesia kepada delegasi perdagangan Jepang,” paparnya.
Pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman di Indonesia pada 2014 diproyeksi meningkat 9,1%, dengan laju pertumbuhan investasi sebesar 7,6% dari 2008 hingga 2014. Indonesia juga diperkirakan menjadi kekuatan ekonomi Asean, mengungguli Singapura, Malaysia, dan Thailand. Pada 2030, Indonesia diprediksi masuk tujuh besar ekonomi dunia. Sementara di Jepang, demografi penduduk didominasi kaum tua turut memperlambat laju konsumsi makanan dan minuman di negara itu sampai 5%. Ditambah alasan politik, kemelut Jepang dengan Tiongkok membuat investor dari negara Sakura itu mengubah arah investasinya ke luar Tiongkok.
Menurut Menteri Perindustrian Mohammad Suleman Hidayat, industri makanan dan minuman masih menjadi sektor investasi terfavorit. Investor menilai sektor ini paling cepat mengembalikan modal mereka.(*/berbagai sumber)