Latest News
You are here: Home | Baja | Substitusi Impor, Industri Baja Butuh Tambahan Investasi Rp 108 Triliun
Substitusi Impor, Industri Baja Butuh Tambahan Investasi Rp 108 Triliun

Substitusi Impor, Industri Baja Butuh Tambahan Investasi Rp 108 Triliun

Duniaindustri (Juli 2011) – Industri baja nasional membutuhkan tambahan investasi sebesar US$ 12 miliar atau Rp 108 triliun untuk substitusi impor. Tambahan investasi itu setara dengan dua pabrik baja kelas internasional dengan kapasitas 6 juta ton setahun.

Saat ini Indonesia mengimpor sekitar 3-4 juta ton baja, dari produk hulu hingga hilir. Tambahan investasi itu bisa digunakan untuk memenuhi pasokan domestik yang disuplai impor.

Duniaindustri mencatat, pasar baja di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 63,7 triliun pada tahun ini atau setara 9,5 juta ton. Angka itu meningkat 53,4% dibandingkan 2010 yang mencapai Rp 41,5 triliun. Nilai pasar baja Indonesia itu diperoleh dari perhitungan tim redaksi dunia industri berdasarkan data Kementerian Perindustrian dan Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA).

Data Kementerian Perindustrian menyebutkan penjualan baja di Indonesia pada 2011 bisa mencapai 9,5 juta ton, naik 44% dibandingkan 2010 sebanyak 6,6 juta ton. Sedangkan harga baja canai panas (hot rolled coils/HRC), yang dijadikan patokan, di pasar internasional pada April 2011 berkisar US$ 770-780 per ton. Harga baja dunia rata-rata pada April 2011 meningkat 10% dibandingkan bulan yang sama 2010.

Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, Indonesia membutuhkan dana US$ 12 miliar untuk mendongkrak produksi baja nasional agar mampu menggantikan produk impor. “Negeri ini butuh investasi US$ 12 miliar agar industri baja tidak bergantung impor. Tambahan investasi itu setara dengan dua pabrik sekelas KS (PT Krakatau Steel Tbk) dan Posco (Pohang Steel Corporation),” tuturnya.

Pemerintah telah melakukan percepatan industri baja melalui program nasional Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dalam koridor 4 Kalimantan Selatan (Kalsel), terdapat proyek Sponge Iron (hulu) milik PT Meratus Jaya Iron & Steel, anak usaha hasil Joint Venture PT Aneka Tambang Tbk (Persero) dan PT Krakatau Steel Tbk.

Menurut Putu, proyek Meratus menelan investasi Rp 1 triliun yang akan menghasilkan sponge iron sebanyak 310 ribu ton per tahun. “Selain itu, China Nickel Resources investasi US$ 220 juta, PT Delta Prima dan PT Semeru Prima, juga berinvestasi sponge iron senilai US$ 60 juta,” ujarnya.

Asosiasi Baja Dunia (World Steel Association) menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5 – 4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2009. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.

Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.(Tim redaksi 01)