Latest News
You are here: Home | Sosok Industri | Sandiaga S Uno (Founder Saratoga Group)
Sandiaga S Uno (Founder Saratoga Group)

Sandiaga S Uno (Founder Saratoga Group)

Kiprah Sandiaga S Uno, pendiri dan pemilik Recapital dan Saratoga Group, di dunia industri dan finansial terus berkibar dalam lima tahun terakhir. Mulai dari ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Wakil Ketua Kadin Bidang UKM dan Koperasi, hingga pioner social entrepreneurship dan mengusung slogan “Indonesia Setara”.

Bagaimana pemikiran Sandiaga ke depan, tim redaksi duniaindustri akan mengulasnya.

Pria yang akrab disapa Sandi Uno ini memilih tiga industri menjadi yang paling prospektif di antara sektor industri lainnya pada 2013. Ketiga sektor industri itu adalah pangan, energi, dan industri kreatif.

Dengan harga minyak yang terus merayap naik hingga bertengger di atas level US$ 105-109 per barel, energi tentu menarik perhatian dunia. Lihat saja, sekali harga minyak mentah dunia naik, harga batubara juga ikut menyusul, ditambah lagi peningkatan harga emas dan logam. Tiap hari berita di dunia dihiasi kenaikan harga minyak mentah dunia akibat kisruh politik di Timur Tengah terutama Libya serta lonjakan harga emas menembus US$1.488,5 per ounce yang memecahkan rekor tertinggi.

Baik langsung maupun tak langsung, kenaikan harga energi yang luar biasa itu memicu peningkatan harga pangan, mengingat sejumlah komoditas pangan seperti sawit dan gula bisa dibuat menjadi energi biofuel, sebagai substitusi minyak mentah.

Krisis energi dan pangan dunia belum berlalu. Indikasinya jelas terlihat, mulai dari harga bahan pangan yang terus meroket, serta fenomena anomali iklim El nino dan La Nina yang menyebabkan bencana kekeringan dan banjir di kawasan-kawasan penghasil pangan. Secara global hal itu menyebabkan menurunnya stok pangan dunia. Sementara ada 29 negara yang mengalami rawan pangan sehingga memerlukan pasokan pangan ekstra. Kalau mereka tak dibantu, kisruh sosial mudah terpicu secara massif dan sulit dikendalikan. Maka semua negara akan berlomba-lomba mencari sebanyak-banyaknya menjaga stok pangan mereka.

Di Indonesia, gejala kenaikan harga pangan sudah terbaca sejak pertengahan 2010. Harga beras terus merangkak naik, perlahan tapi pasti. Ironisnya, sejak beberapa tahun terakhir ini, posisi Indonesia bukanlah negara produsen (eksportir) beras. Indonesia merupakan importir besar beras di pasar dunia. FAO mencatat sejak pertengahan 2010, harga beras di Indonesia yang tertinggi dibandingkan India, Filipina dan Viet Nam. Pada November 2010, rata-rata harga beras eceran di Indonesia telah menembus angka Rp 8.600/kg (atau mendekati US$ 1/kg), sementara di India harga beras US$ 0,5/kg.

Sandiaga yang tahun lalu masuk dalam jajaran 40 orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes menilai dengan adanya kenaikan minyak dunia akan ada sedikit kendala dari sisi makro di Indonesia. Untuk perusahaan-perusahaan yang berbasis komoditas seperti sawit, batubara justru akan bagus, yang mengikuti kenaikan harga minyak. Tak heran, tahun 2011 merupakan tahun yang berdinamika dalam investasi.

Dia melihat banyak sekali potensi dan peluang pasca krisis tahun 2008 lalu, perusahaan-perusahaan yang perlu meningkatkan ekuitasnya untuk berekspansi dalam rangka menangkap peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Saratoga dan Recapital sebagai perusahaan investasi mengincar sektor sumber daya alam, infrastruktur, dan consumer goods sebagai salah satu bidikan menanamkan modal. Alokasinya setengah (50%) pada bisnis sumber daya alam, 30% pada infrastruktur, dan 20% lebih pada bisnis yang melihat pada situasi market, yang menarik untuk investasi.

Dananya itu untuk infrastruktur sebesar 30% dari dana investasi yang kita kelola, seperti tol, menara bersama. Kalau yang dikelola US$ 1,5 miliar maka dana untuk proyek-proyek infrastruktur US$ 300-400 juta, ujarnya.

Menurut dia, Saratoga masih cari target-target lainnya. Untuk consumer goods arahnya pada kebutuhan sehari-hari seperti perusahaan farmasi. Kalau ritel, kita juga tertarik sekali karena prospeknya sangat bagus sejalan membaiknya ekonomi dan menguatnya daya beli. “Kami terbuka saja untuk investasi di ritel,” tuturnya.

Hingga akhir 2010, kata dia, kami menggalang dana untuk fund yang ketiga. Hal ini karena akhir tahun ini sesuai rencana kami selesaikan investasi Saratoga jilid kedua. Jilid ketiga ini kami targetkan menggalang dana sekitar Rp 5 triliun. Kami berharap dari investor yang sama, sebagian dari luar negeri dan sebagian dalam negeri, sekarang ini porsisnya 50%:50%. Dana kelolaan kami pasti naik, jika dihitung dengan total Recapital mencapai Rp 15 triliun.

Sandi menambahkan perusahaannya juga berinvestasi di budidaya mutiara karena nilai tambahnya besar. “Bisnis perhiasan meningkat, kami masuk sejak 2006 di bawah perusahaan Blue Ocean,” tuturnya.(*)

Sumber: Berbagai sumber, terutama twitter, diolah tim redaksi duniaindustri