Latest News
You are here: Home | Agroindustri | Pungutan Dana Produk Sawit Hilir Perlu Dikaji Ulang
Pungutan Dana Produk Sawit Hilir Perlu Dikaji Ulang

Pungutan Dana Produk Sawit Hilir Perlu Dikaji Ulang

Duniaindustri.com (Juni 2016) – Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), meminta pemerintah mengkaji besaran pungutan dana kelapa sawit yang dikenakan untuk beberapa produk hilir.

“Besaran pungutan tersebut masih terlalu besar sehingga menekan daya saing produk olahan minyak kelapa sawit Indonesia. Pengenaan dana pungutan untuk minyak goreng (migor) dalam kemasan dan bermerek ukuran kurang dari 25 kilogram (kg) dan biodiesel perlu dikaji,” kata Ketua GIMNI, Sahat M. Sinaga kepada pers.

Tarif pungutan yang terlalu besar, menurut Sahat, menjadikan produk Indonesia tertekan di pasar ekspor. Anjloknya ekspor minyak goreng kemasan hingga 23% tidak semata karena kelesuan pasar.

“Kinerja ekspor produk serupa asal Malaysia tetap tumbuh. Selain itu, ekspor biodiesel juga tidak ada,” papar dia.

Seperti diketahui, pemerintah melalui PMK No 133/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit memberlakukan tarif pungutan atas ekspor kelapa sawit, minyak sawit mentah, dan turunannya.

Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku sejak 16 Juli 2015 itu menetapkan tarif pungutan sebesar US$10 per toh hingga US$50 per ton atas ekspor 24 jenis produk. Mulai dari tandan buah segar hingga biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan metil ester lebih dari 96,5%.

Tren Ekspansi
Sebanyak 11 perusahaan skala besar (big player) di industri biodiesel di Indonesia melakukan ekspansi (penambahan) kapasitas produksi sekitar 2,32 juta ton hingga akhir tahun lalu. Penambahan kapasitas itu meningkatkan total kapasitas nasional menjadi 7,32 juta ton, atau naik 47% dari tahun sebelumnya.

Menurut penelusuran data duniaindustri.com, 11 perusahaan skala besar yang melakukan penambahan kapasitas pada 2015 antara lain PT Oleokimia Sejahtera Mas di Dumai dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun, PT Darmex Biofuels di Dumai sebesar 410.500 ribu ton per tahun, PT Indo Biofuels Energy di Kalbar (100 ribu ton/tahun), PT Permata Hijau Palm Oleo di Medan (140 ribu ton/tahun), PT Nusa Energy di Kaltim (100 ribu ton/tahun), PT Bits Energy di Kaltim (100 ribu ton/tahun), dan PT Multi Biofuel Indonesia di Sulut (160 ribu ton/tahun).

Data duniaindustri.com menyebutkan, 11 perusahaan skala besar itu termasuk dalam 17 big player industri biodiesel yang mendominasi total kapasitas produksi nasional. 17 pemain skala besar di antaranya PT Wilmar Bioenergy Indonesia di Riau dengan kapasitas 1,3 juta ton per tahun, PT Musim Mas di Medan dengan kapasitas 235 ribu ton per tahun, PT Eterindo Whanatama Gresik dengan kapasitas 80 ribu ton per tahun, PT Wilmar Nabati Indonesia di Gresik (1,3 juta ton per tahun), PT Sumi Asih Oleochem di Bekasi (100 ribu ton per tahun), PT Darmex Biofuels di Cikarang (150 ribu ton per tahun).

Pada 2014, total kapasitas industri biodiesel di Indonesia mencapai 4,99 juta ton atau setara 5,67 juta kiloliter, dengan perincian Riau dan Kepri 2,61 juta ton, Jawa Bagian Timur 1,57 juta ton, Jawa Bagian Barat 364 ribu ton, dan daerah lain-lain 233 ribu ton.

Pada 2015, terjadi penambahan kapasitas biodiesel sebesar 2,32 juta ton per tahun sehingga total kapasitas nasional naik menjadi 7,32 juta ton. Ekspansi kapasitas produksi dari 11 perusahaan big player industri biodiesel ikut didorong program mandatori pencampuran biodiesel ke bahan bakar minyak (BBM) jenis solar sebesar 15% atau B15 yang mulai diberlakukan 1 April 2015 bakal mendongkrak harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar global. Program ini juga memperkuat industri sawit nasional dan sekaligus menguntungkan Indonesia.

Ketua Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono sebelumnya mengungkapkan, mandatori B15 akan menentukan nasib industri CPO nasional. Jika kebijakan ini diterapkan secara konsisten, harga CPO bakal terkerek. Petani sawit juga akan diuntungkan, karena sebanyak 40%-45% lahan sawit merupakan kebun rakyat. “Kenaikan harga CPO global akan menghasilkan tambahan pendapatan bea keluar (BK) ekspor CPO,” ujar Joko.(*/berbagai sumber/tim redaksi 01)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube