Latest News
You are here: Home | Elektronik | Posisi Dominan Telkomsel di Luar Jawa Dipersoalkan
Posisi Dominan Telkomsel di Luar Jawa Dipersoalkan

Posisi Dominan Telkomsel di Luar Jawa Dipersoalkan

Duniaindustri.com (Juni 2016) – Sejumlah pengamat kebijakan publik dan penggiat telekomunikasi menilai posisi dominan Telkomsel di luar Jawa yang mengarah pada monopoli cenderung merugikan konsumen. Karena itu, dibutuhkan intervensi pemerintah berupa penurunan tarif interkoneksi yang tepat.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, jika kebijakan pemerintah tidak tepat, monopoli di luar Pulau Jawa terjadi, maka yang paling dirugikan atas tindakan operator itu adalah konsumen. Operator yang dimaksud adalah PT Telkomsel, anak perusahaan PT Telkom Tbk (TLKM) yang dikenal dengan tarif selangitnya.

Memang, operator itu memiliki keunggulan jangkauan terluas di Tanah Air, dengan jaringan yang menumpang pada induk usahanya. Namun kondisi tersebut malah dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan tinggi dari masyarakat Indonesia. “KPPU harus buat fatwa karena betul konsumen tidak punya pilihan,” ujar Agus.

Secara terpisah, Heru Sutadi, pengamat telekomunikasi, melihat pemerintah harus berani menurunkan tarif interkoneksi secara signifikan mengingat seluruh provider telekomunikasi di Indonesia tengah berkembang dan semakin efisien. Hanya saja, iklim berkompetisi di bidang ini seakan tak sejalan dengan perkembangan itu.

Menurut dia, inilah tugas pemerintah dalam menjamin adanya persaingan usaha yang sehat di dalam negeri. “Buah dari kompetisi kan kualitas harga yang bersaing. Dominasi di wilayah tertentu seringkali membuat operator menetapkan tarif seenaknya. Nah ini kan bukti kompetisi tak terjadi, pemerintah wajib intervensi,” ujar Heru kepada wartawan.

Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli juga mengeluhkan posisi dominan Telkomsel yang dianggap terlalu menguasai pasar telekomunikasi di luar Pulau Jawa.

Lebih dari 80% pangsa pasar telekomunikasi di luar Pulau Jawa hanya dikuasai oleh satu pemain, yaitu Telkomsel. Angka itu jauh di atas batas ketentuan undang-undang persaingan usaha yang sebesar 50%.

Menurut Alex, pencapaian pangsa pasar tersebut dilakukan dengan bantuan Telkom yang merupakan induk usahanya.

“Telkomsel di luar Jawa bisa besar karena sinergi dengan Telkom. Gak banyak (investasi), pasang BTS saja,” ujar Alex.

Sementara itu, operator selain Telkomsel hanya besar di Pulau Jawa saja. Sedangkan di luar Jawa, pangsa pasarnya sangat kecil.

“(Indosat) empat persen, XL juga empat persen. Kecil semua. Pokoknya rame-rame, Indosat, XL, Hutchison (Tri), Smartfren, itu cuma 14 persen,” kata Alex.

“Hutchison itu di luar Jawa lebih besar dari kami. Soalnya start dia mirip-mirip Telkomsel, di luar Jawa duluan. Tapi sekarang akhirnya nggak bergerak juga,” imbuhnya.

Alex menganggap monopoli Telkomsel akan semakin besar apabila kondisi ini dibiarkan terjadi, hingga akhirnya menguasai pasaran secara total dan tak terbendung.

“Kalau mereka sudah 100 persen, akan sulit bagi kami untuk berkompetisi. Ini seperti kembali ke zaman (monopoli) Telkom untuk telepon fixed line nasional lagi,” keluhnya.

Investasi BTS
Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menanggapi soal tudingan monopoli di luar Jawa. “Kami bukan monopoli karena semua operator awalnya sama-sama dapat lisensi nasional. Kalau pada akhirnya kami melaju lebih cepat, itu butuh perjuangan panjang,” jelasnya.

Menurut dia, tidak semua area di luar Jawa melulu dominan dikuasai oleh Telkomsel. Ada beberapa area yang penguasaannya tidak sampai 50%. Tidak hanya di daerah, tapi juga di kota besar.

“Kalaupun ada yang dominan, itu karena tidak ada operator lain di wilayah itu. Jadi dominasi Telkomsel itu bukan karena kemauan kita (untuk memonopoli pasar), tapi karena hasil kerja keras kita (membangun jaringan),” paparnya.

Telkomsel sendiri hingga saat ini telah membangun 116 ribu base transceiver station (BTS) yang diklaim telah melayani 95% populasi penduduk Indonesia dengan jumlah pelanggan mencapai 156 juta.

“Kami dalam 3-4 tahun terakhir sangat agresif membangun jaringan dengan rata-rata sekitar 13 ribu BTS hingga 15 ribu BTS tiap tahunnya. Itu artinya, pertumbuhan BTS kami sekitar 22% tiap tahun,” ujar Ririek.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube