Latest News
You are here: Home | Baja | Pasar Baja Indonesia Diperkirakan Rp 63,7 Triliun
Pasar Baja Indonesia Diperkirakan Rp 63,7 Triliun

Pasar Baja Indonesia Diperkirakan Rp 63,7 Triliun

Duniaindustri (Mei 2011) – Pasar baja di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 63,7 triliun pada tahun ini atau setara 9,5 juta ton. Angka itu meningkat 53,4% dibandingkan 2010 yang mencapai Rp 41,5 triliun.

Nilai pasar baja Indonesia itu diperoleh dari perhitungan tim redaksi dunia industri berdasarkan data Kementerian Perindustrian dan Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA). Data Kementerian Perindustrian menyebutkan penjualan baja di Indonesia pada 2011 bisa mencapai 9,5 juta ton, naik 44% dibandingkan 2010 sebanyak 6,6 juta ton.

Sedangkan harga baja canai panas (hot rolled coils/HRC), yang dijadikan patokan, di pasar internasional pada April 2011 berkisar US$ 770-780 per ton. Harga baja dunia rata-rata pada April 2011 meningkat 10% dibandingkan bulan yang sama 2010.

Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, harga baja kini memang mengalami tren kenaikan, yang awalnya dipicu oleh kebutuhan infrastruktur di China. Karena kebutuhan yang tinggi tersebut, China menahan ekspor baja sehingga menjadikan pasar sedikit bergolak.

Pada tahun ini, Kementerian Perindustrian menargetkan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.

Wakil Ketua IISIA Irvan K Hakim sebelumnya menyatakan, harga rata-rata baja pada kuartal 1 2011 melonjak 30% dibandingkan dengan harga rata-rata pada 2010, lebih tinggi dari perkiraan kenaikan harga bahan baku itu sepanjang tahun ini sekitar 23%.

Lonjakan harga baja menyusul langkah sejumlah perusahaan tambang bijih besi yang menaikkan harga dan dampak banjir besar di Australia, yang mendorong harga kokas (coking coal)—batu bara untuk peleburan baja. Kenaikan harga bijih besi disebabkan oleh pembatasan ekspor dari negara bagian Kamataka, India.

Faktor lainnya adalah dampak cuaca buruk sehingga menurunkan persediaan di Amerika dan kawasan dunia lainnya. Selama ini Indonesia harus mengimpor 90% bahan baku bijih besi, antara lain dari Brazil dan Chili.

“Kenaikan harga sudah melampaui perkiraan kenaikan harga sepanjang 2011 sekitar 23%. Kondisi ini berpotensi mendongkrak harga produk turunan baja, seperti harga mobil,” katanya.

Saat ini, produsen baja terbesar di dunia masih ditempati oleh China dengan produksi 650 juta ton. Adapun produksi baja Indonesia baru mencapai 6-7 juta ton per tahun. “Konsumsi baja nasional mencapai 9 juta ton, tetapi pasokan baja masih di bawah permintaan,” kata Irvan.(Tim redaksi 03)