Latest News
You are here: Home | Baja | Ketika Harga Baja Dunia Mulai Bangkit
Ketika Harga Baja Dunia Mulai Bangkit

Ketika Harga Baja Dunia Mulai Bangkit

Duniaindustri (Juni 2011) — Berbicara konsumsi dan produksi baja nasional, tidak terlepas dari kondisi internal dan eksternal. Kondisi industri baja di Indonesia pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan signifikan, namun tahun berikutnya jatuh hingga ke titik terendah sejak krisis moneter 1998. Penurunan konsumsi dan produksi baja nasional pada 2009 disebabkan krisis finansial global yang bermula di Amerika Serikat dan merambat ke seluruh dunia. Krisis global juga melemahkan permintaan baja dunia sehingga harga baja turun drastis.

Harga baja dunia yang sempat menembus titik tertinggi hingga US$ 1.250 per ton pada Juli 2008, merosot dengan cepat hingga hanya US$ 450 per ton awal 2009. Merosotnya harga baja HRC tersebut bertahan hampir di sepanjang tahun 2009, bahkan pada Mei 2009 mencapai titik terendah hanya US$ 395 per ton. Dengan demikian, kinerja produksi dan penjualan industri baja di dalam negeri merosot drastis sepanjang 2009, rata-rata turun 27,5%. Tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang (utilisasi) produsen baja juga anjlok menjadi hanya 35%-40% dari kondisi normal yang berkisar 60%.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), sepanjang 2009 pertumbuhan industri logam dasar besi dan baja merosot ke titik terendah sepanjang 5 tahun terakhir menjadi -7,19% dibandingkan dengan 2008 yang masih tumbuh sebesar 1,3%.

Kondisi harga baja dunia baru pulih mengalami peningkatan yang cukup signifikan di penghujung tahun 2009. Pada Desember 2009, harga baja dunia (yang ditunjukkan oleh baja canai panas/HRC sebagai patokan perdagangan baja dunia) menyentuh US$ 585 per ton dan Februari 2010 meningkat menjadi US$ 620 perĀ  ton.

Di tengah resesi global, China justru memacu produksi baja secara besar-besaran hingga melonjak 13,5% menjadi 567,8 juta ton. Karena itu, kalangan pengusaha mengkhawatirkan dampak implementasi liberalisasi pasar ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dapat memacu impor baja secara besar-besaran dari China.

Bahkan, Kementerian Perindustrian memprediksikan implementasi ACFTA dapat menyebabkan impor baja asal China pada 2010 meroket 170,76% dibandingkan dengan realisasi pada 2009, dari 554.000 ton menjadi 1,5 juta ton.

Di sisi lain, harga baja dunia terus meningkat seiring pemulihan ekonomi global pasca krisis finansial. Pada Juli 2010, harga baha dunia telah mencapai US$ 640 per ton, meningkat dibandingkan Februari 2010 sebesar US$ 620 per ton. Kenaikan itu tidak berhenti sampai di situ. Pada Desember 2010, harga baja dunia naik lagi menjadi US$ 700 per ton.

Pada April 2011, harga baja dunia bahkan mencapai US$ 770-780 per ton, naik lebih dari 10% dibandingkan April 2010 sebesar US$ 700-720 per ton. Kenaikan harga baja dunia berbanding lurus dengan pemulihan ekonomi global sehingga memicu peningkatan konsumsi.

Namun, dilihat dari tingkat konsumsi baja per kapita, Indonesia baru mencapai 32 kilogram/kapita/tahun (data 2010). Tingkat konsumsi ini masih sangat rendah bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga Asia lain yang rata-rata lebih dari 100 kilogram/kapita/tahun, seperti Singapura 665 kilogram/kapita/tahun, China 508 kilogram/kapita/tahun, Malaysia 290 kilogram/kapita/tahun, dan Thailand 199 kilogram/kapita/tahun. Bahkan, Vietnam konsumsi bajanya sudah mencapai 115 kilogram/kapita/tahun.(Tim redaksi 03)

baja