Latest News
You are here: Home | Farmasi | Industri Farmasi Masih Menorehkan Defisit Neraca Ekspor Impor
Industri Farmasi Masih Menorehkan Defisit Neraca Ekspor Impor

Industri Farmasi Masih Menorehkan Defisit Neraca Ekspor Impor

Duniaindustri.com (Juli 2019) – Industri farmasi di Indonesia sampai saat ini masih mencatatkan defisit neraca ekspor dan impor. Defisit itu terjadi karena tingginya ketergantungan bahan baku industri farmasi nasional yang diestimasi mencapai 95% dari kebutuhan bahan baku obat-obatan.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono menjelaskan saat ini, neraca ekspor-impor industri farmasi masih menunjukkan defisit, walaupun nilai ekspor produk farmasi pada tahun 2018 menembus sampai US$ 1,14 miliar atau meningkat dibandingkan di 2017 yang mencapai US$ 1,10 miliar. Selain untuk mengisi pasar ekspor, industri farmasi dalam negeri juga mampu memenuhi 75% kebutuhan obat untuk pasar domestik.

Karena itu, Kemenperin terus mendorong pendalaman struktur industri farmasi di dalam negeri melalui peningkatan investasi. Upaya ini, selain untuk menumbuhkan sektor strategis tersebut, juga diharapkan dapat memangkas defisit neraca perdagangan dan memacu ekspor.

“Salah satu langkahnya, yaitu dengan pemberian insentif untuk menarik investasi. Apalagi, sebagai sektor andalan masa depan, industri farmasi terus didorong daya saingnya melalui berbagai kemudahan dan insentif berupa pengurangan pajak maupun bea masuk yang ditanggung pemerintah serta bentuk insentif lainnya,” kata Achmad Sigit dalam keterangan tertulis di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (2/7).

Sigit mengungkapkan, industri farmasi merupakan salah satu sektor yang memiliki kinerja gemilang dan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Pada triwulan I tahun 2019, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mampu tumbuh hingga 8,12 persen atau melampaui pertumbuhan ekonomi di angka 5,07 persen.

“Industri ini juga memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas sebesar 3,24 persen,” ujarnya. Pertumbuhan industri farmasi, salah satunya dipengaruhi oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan nilai pasar yang besar.

Menurut Sigit, industri farmasi di sektor hulu atau produsen bahan baku perlu terus dikembangkan karena nilai tambah produk farmasi akan meningkat jika sektor hulu dan hilir terintegrasi. Selain itu, pengembangan sektor hulu juga bisa menjadi substitusi impor bahan baku sehingga dapat menekan defisit neraca dagang di sektor industri farmasi.

“Guna mengembangkan industri hulu dan substitusi impor perlu investasi. Pemerintah memberikan dukungan fiskal terhadap pertumbuhan industri farmasi melalui tax allowance, tax holiday, serta super deductible tax yang diberikan bagi industri yang terlibat dalam program vokasi dan inovasi melalui research and development (R&D),” paparnya.

Karena itu, dalam era industri 4.0, Kemenperin juga mendorong industri kimia bertransformasi pada pemanfaatan teknologi digital, sehingga akan mampu menciptakan nilai tambah baru pada hasil produknya. Pada era revolusi industri 4.0, ditandai dengan digitalisasi dalam proses produksi, seperti penggunaan Big Data, Artificial Intelligent (AI), dan Internet of Things (IoT) yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing terutama dalam optimasi dan efisiensi proses produksi.

“Pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi akan memberikan peluang baru serta meningkatkan daya saing industri farmasi, dan diharapkan dapat mendorong industri farmasi untuk mengembangkan pasar ekspor, khususnya pasar ekspor non-tradisional seperti Amerika Latin, Eropa Timur, Rusia hingga Afrika,” sebutnya.

Hingga kini, industri farmasi di dalam negeri terdapat 206 perusahaan, yang didominasi oleh 178 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan Multi National Company (MNC), dan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Farmasi sendiri merupakan industri padat modal atau capital intensive. Untuk itu, pemerintah memberikan apresiasi terhadap investasi dan perluasan pasar yang dilakukan oleh pelaku industri farmasi bagi pengembangan fasilitas produksinya di dalam negeri, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan daya saingnya di pasar health care international,” pungkasnya.

Sementara Direktur Perencanaan Jasa dan Kawasan Badan Koordinasi Penanaman Modal, Nurul Ichwan, mengatakan kesenjangan antara nilai ekspor dan impor di industri farmasi Indonesia semakin melebar sejak Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2008 diterapkan. Aturan itu mewajibkan perusahaan farmasi asing berproduksi di dalam negeri untuk mendapatkan persetujuan obat.

Pada 2014, nilai ekspor produk farmasi Indonesia mencapai US$ 518,1 juta dan nilai impor mencapai US$ 710,2 juta. Sementara pada 2018, ekspor produk farmasi senilai US$ 546,2 juta, dengan nilai impor US$ 990,5 juta. “Jika diperhatikan gap-nya dari tahun ke tahun semakin besar,” ujar Ichwan.

Dia mengatakan,  pemerintah menargetkan Indonesia masuk dalam 15 besar industri farmasi dunia pada 2025. Namun, hal itu baru bisa dilakukan jika pemerintah mampu menghasilkan regulasi yang menciptakan industri menjadi lebih kondusif dan menarik bagi para investor.

“Kita paham menarik investor farmasi tidak gampang. Karakteristik investasinya besar dan penuh regulasi. Industri ini juga memerlukan teknologi dan skill SDM yang tinggi,” ujarnya.(*/tim redaksi 05 & 07/Safarudin/release)

 

Mari Simak Coverage Riset Data Spesifik Duniaindustri.com:

Market database
Manufacturing data
Market research data
Market leader data
Market investigation
Market observation
Market intelligence
Monitoring data
Market Survey/Company Survey
Multisource compilation data
Market domestic data
Market export data
Market impor data
Market directory database
Competitor profilling
Market distribution data
Company database/directory
Mapping competition trend
Profiling competitor strategy
Market data analysist
Historical data
Time series data
Tabulation data
Factory directory database
Market segmentation data
Market entry strategy analysist
Big data processor
Financial Modeling/Feasibility Study
Price trend analysist
Data business intelligence
Annual report

* Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 167 database, klik di sini

** Butuh competitor intelligence, klik di sini

*** Butuh copywriter specialist, klik di sini

**** Butuh content provider (branding online), klik di sini

***** Butuh jasa medsos campaign, klik di sini

Database Riset Data Spesifik Lainnya:

  • Butuh data spesifik atau riset pasar, total ada 167 database, klik di sini
  • Butuh 22 Kumpulan Database Otomotif, klik di sini
  • Butuh 18 Kumpulan Riset Data Kelapa Sawit, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Semen dan Beton, klik di sini
  • Butuh 8 Kumpulan Riset Data Baja, klik di sini
  • Butuh 15 Kumpulan Data Transportasi dan Infrastruktur, klik di sini
  • Butuh 9 Kumpulan Data Makanan dan Minuman, klik di sini
  • Butuh 6 Kumpulan Market Analysis Industri Kimia, klik di sini
  • Butuh 3 Kumpulan Data Persaingan Pasar Kosmetik, klik di sini
  • Butuh competitor intelligence ataupun riset khusus (survei & observasi), klik di sini
  • Butuh copywriter specialist, klik di sini
  • Butuh content provider (online branding), klik di sini
  • Butuh market report dan market research, klik di sini

Duniaindustri Line Up:

detektif industri pencarian data spesifik

Riset Pasar dan Data Outlook Kosmetik 2014-2020 (Top 10 Perusahaan Kosmetik & Market Analysis)

Riset Data Populasi Mobil 1950-2025 (Market Analysis Persaingan Pangsa Pasar Mobil)

Pemasok alkes berkualitas dan termurah: