Latest News
You are here: Home | Semen | Indonesia Defisit Pasokan Semen, Butuh Minimal 2 Pabrik Baru
Indonesia Defisit Pasokan Semen, Butuh Minimal 2 Pabrik Baru

Indonesia Defisit Pasokan Semen, Butuh Minimal 2 Pabrik Baru

Duniaindustri (Mei 2012) – Kementerian Perindustrian menilai industri semen nasional membutuhkan tambahan dua pabrik baru untuk menutup defisit pasokan. Pembangunan 2 pabrik berkapasitas masing-masing 2,5 juta ton itu mendesak dilakukan jika konsumsi di dalam negeri bertumbuh 10% per tahun.

Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, konsumsi semen akan terus bertumbuh seiring dengan pembangunan proyek infrastruktur seperti jalan. “Sekarang ini sudah defisit pabrik. Sehingga ada kecenderungan akan ditutup impor klinker. Akan kami atur jangan keterusan importasi terlalu banyak,” ucap dia.

Menurut dia, konsumsi semen nasional tumbuh 17% tahun lalu. Jika konsumsi terus tumbuh 10%, maka dibutuhkan dua pabrik baru per tahun dengan kapasitas sekitar 2,5 juta ton masing-masing pabrik.

Pembangunan pabrik dibutuhkan untuk mengurangi ketergantungan semen dan klinker impor. Impor klinker tahun lalu sekitar 848 ribu ton. Jumlah itu mengalami kenaikan dibandingkan 2010 sebesar 699 ribu ton. Produksi klinker nasional pada tahun lalu sebesar 37,53 juta ton. Sedangkan untuk impor semen pada tahun lalu sekitar 1 juta ton dengan produksi semen nasional mencapai 45,43 juta ton di 2011.

Impor semen sepenuhnya dilakukan oleh produsen semen asal Prancis, Lafarge, melalui PT Semen Andalas yang jumlahnya mencapai satu juta ton. “Karena terkena tsunami, kami beri toleransi impor semen dari Malaysia. Tahun ini kalau bisa sudah tidak impor lagi,” jelasnya.

Catatan duniaindustri.com menyatakan, Indonesia terancam kekurangan pasokan semen sekitar 5-6 juta ton, jika pertumbuhan penjualan melampaui 10% per tahun hingga 2012. Terlebih lagi, ekspansi dan pembangunan pabrik semen membutuhkan waktu 1-2 tahun untuk mencapai tahap operasional.

Tidak heran, produsen semen di Indonesia berlomba-lomba menambah investasi dengan cara membangun pabrik, memodifikasi lini produksi, dan merevitalisasi mesin guna mengantisipasi kekurangan (shortage) di pasar domestik pada 2012.

Sepanjang 2010, tercatat enam perusahaan semen nasional menggelontorkan investasi hingga Rp 10 triliun atau US$ 1,1 miliar untuk menambah kapasitas produksi. Enam produsen semen itu adalah PT Semen Tonasa, PT Semen Gresik Tbk (SMGR), PT Semen Andalas, PT Semen Padang, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), dan PT Semen Bosowa.

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, produsen semen merek Tiga Roda, telah menggelontorkan dana sekitar US$ 50 juta untuk membangun mesin penggiling semen (cement mills) berkapasitas 1,5 juta ton di Cirebon. PT Semen Padang juga memodifikasi lini produksi guna menambah kapasitas pabrik sebesar 860 ribu ton. Dengan upaya itu, kapasitas PT Semen Padang naik dari 5,24 juta ton menjadi sekitar 3 juta ton.

Pabrik baru Tonasa V akan berproduksi pada 2011. Sedangkan pabrik baru Tuban IV ditargetkan berproduksi 2012. PT Semen Andalas Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki Lafarge SA (Perancis) juga akan merampungkan revitalisasi pabrik di Aceh. Setelah revitalisasi rampung, pabrik Semen Andalas yang sempat hancur karena tsunami 2004 akan berproduksi sebanyak 1,8 juta ton. Upaya revitalisasi itu menelan investasi US$ 300 juta.

Sementara itu, PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) tengah mencari pinjaman untuk mendanai pembangunan pabrik baru di Tuban, Jawa Timur. Dana yang dibutuhkan untuk membangun pabrik yang akan mulai berproduksi pada pertengahan 2013 itu mencapai US$450 juta.

Berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia (ASI), penjualan semen di Indonesia pada 2011 mencapai 48.000.345 ton, naik 17,7% dibanding 2010 sebanyak 40,78 juta ton. Pertumbuhan penjualan semen tertinggi masih terjadi di Pulau Jawa, khususnya di Banten dan Yogyakarta. Penjualan semen di Pulau Jawa mencapai 26,5 juta ton di 2011, melonjak 20,5% dibanding 2010 sebesar 21,99 juta ton. Penjualan semen di Banten melesat 32,9% di 2011, di Yogyakarta naik 24,6%, di Jakarta naik 21,2%. (Tim redaksi 02)