Latest News
You are here: Home | Rokok | Indonesia Company Investment Analysis: PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
Indonesia Company Investment Analysis: PT Gudang Garam Tbk (GGRM)

Indonesia Company Investment Analysis: PT Gudang Garam Tbk (GGRM)

PT Gudang Garam Tbk (GGRM) merupakan pemimpin pasar rokok terbesar ke-2 di Indonesia, dengan pangsa pasar sebesar 20% pada 2011, berdasarkan pembelian pita cukai dalam industri. Gudang Garam mencetus kretek rendah tar pertama di Indonesia. Volume penjualan tahun lalu mencapai 68,5 miliar batang rokok. Nilai penjualan 2011 mencapai Rp 42 triliun, dan laba bersih yang dihasilkan mendekati senilai Rp 5 triliun.

CIGARETTE INDUSTRY OUTLOOK
Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi rokok terbesar di dunia. Menurut data dari Phillip Morris, tanpa memasukkan Amerika Serikat dan China, Indonesia merupakan pasar rokok terbesar ke-2 di dunia, setelah Rusia, dengan volume industri rokok yang mencapai 270,3 miliar batang pada 2010.

Jumlah perokok Indonesia menunjukkan kenaikan cukup signifikan dalam 15 tahun terakhir. Jumlah perokok mencapai 65,1 juta jiwa, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional dan data Riset Kesehatan Dasar. Jumlah perokok Indonesia naik rata-rata 13,3% compounded annual growth rate (CAGR) 1995-2010. Kementerian Kesehatan mengestimasi jumlah perokok di Indonesia merupakan ketiga terbanyak di dunia.

Konsumsi rokok yang dicerminkan oleh konsumsi tembakau dan sirih memiliki porsi yang cukup besar dari sisi pengeluaran rata-rata yang dikeluarkan oleh masyarakat Indonesia. Konsumsi rokok mencapai 5% terhadap total pengeluaran untuk kebutuhan makanan.

Untuk tujuan kesehatan bagi masyarakat, Pemerintah melalui sejumlah peraturan melakukan restriksi untuk menahan laju konsumsi serta menahan laju produksi oleh produsen. Restriksi paling utama yang dilakukan oleh Pemerintah adalah kenaikan cukai dan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk setiap rokok yang diproduksi.

Pengenaan cukai tahun 2011 dilakukan melalui pemberlakuan PMK 190/PMK.011/2010 mengenai kenaikan cukai rokok. Tahun lalu tarif cukai dinaikkan dalam kisaran antara 4,8%-30,0% dibandingkan dengan tarif 2010. Sementara tarif cukai yang berlaku tahun 2012 ditetapkan melalui PMK No. 167/PMK. 011/2011, dengan kenaikan tarif antara 8,3%-48,9% dibanding tarif 2011.

Meski cukai secara aktif dinaikkan oleh Pemerintah, volume produksi rokok di Indonesia terus meningkat. Permintaan rokok di Indonesia tergolong ke dalam permintaan yang cenderung inelatis, yakni besaran penurunan konsumsi rokok lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan harga jual rokok oleh produsen karena kenaikan cukai.

Produksi rokok di Indonesia tumbuh rata-rata 5,6% secara volume. Volume produksi mencapai 270 miliar batang pada 2010. Gabungan Perserikatan Produsen Rokok Indonesia mengestimasi tahun lalu produksi rokok bahkan mencapai 300 miliar batang.

Nilai pasar rokok Indonesia tercatat mencapai Rp 177 triliun pada 2010. Tahun lalu, Asosiasi Rokok memperkirakan nilai pasar akan senilai Rp 186 triliun. Sementara nilai pasar tahun ini diestimasi akan menembus Rp 200 triliun.

Sebesar 90% konsumsi rokok di Indonesia merupakan jenis kretek, yakni rokok dengan bahan baku yang memasukkan cengkeh ke dalam campuran tembakau. Sebesar 10% lainnya merupakan konsumsi pada rokok putih, tembakau tiris, klobot, dan cerutu.

Struktur industri rokok Indonesia saat ini dikuasai oleh 6 perusahaan besar. Selain itu, terdapat sekitar 18 perusahaan menengah, dan terdapat 2.941 perusahaan kecil di dalam industri.

Lima pemimpin pasar rokok Indonesia, adalah: HM Sampoerna (HMSP) dengan pangsa pasar sebesar 31,1% pada 2011, diikuti oleh Gudang Garam (GGRM) dengan pangsa 20,7%, Djarum dengan pangsa 20,2%, Bentoel Internasional (RMBA) dengan pangsa 8,0%, dan Nojorono dengan pasar sebesar 5,8%.

data-perokok

GUDANG GARAM’S BUSINESS MODEL
Gudang Garam merupakan pencetus kretek rendah tar pertama di Indonesia, dengan mengembangkan teknologi tobacco blending dan berbagai teknologi pengenceran untuk mendapatkan kertek rendah tar dengan rasa rokok yang tetap terjaga.

Rokok yang diproduksi oleh Gudang Garam mencakup jenis sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek mesin (SKM), dan rokok rendah tar dan rendah nikotin (low tar, low nicotine/LTLN).

Beberapa merek produk sigaret kretek tangan Gudang Garam mencakup: Djaja, Klobot, dan Sriwedari. Merek yang digunakan untuk produk kretek mesin adalah Gudang Garam International Series. Sementara rokok LTLN menggunakan merek Surya dengan berbagai varian.

Sigaret kretek mesin menyumbangkan 83,8% terhadap total penjualan Gudang Garam selama enam bulan pertama tahun 2012. Produk sigaret kretek tangan menyumbangkan 12,1% terhadap penjualan. Sementara penyumbang lainnya terhadap penjualan berasal dari produk rokok klobot, kertas karton, serta produk lainnya.

Selain menjual produknya di dalam negeri, Gudang Garam juga mengekspor rokok yang dihasilkan. Pada 2007 pasar ekspor menyumbang 5,6% terhadap penjualan konsolidasi Gudang Garam. Pada semester I 2012 ekspor menyumbang 4,2% Tahun lalu volume penjualan rokok Gudang tumbuh 1,1% menjadi sekitar 68,5 miliar batang. Dalam kegiatan produksi, Gudang Garam ditopang oleh fasilitas produksi rokok kretek di 2 lokasi , yakni pabrik yang terletak di Kediri dan di Gempol.

Gudang Garam juga memiliki fasilitas percetakan kemasan rokok. Kemudian, terdapat dua anak usaha, yakni PT Surya Pamenang dan PT Surya Madistrindo yang masingmasing memproduksi kertas karton untuk kemasan, dan juga menjadi distributor tunggal produk Gudang Garam.

FINANCIAL HIGHLIGHT
Pendapatan Gudang Garam tumbuh 18,71% secara tahunan pada semester I 2012. Kenaikan penjualan terjadi pada hampir seluruh jenis rokok, kecuali rokok klobot serta penjualan kertas karton yang mengalami penurunan.

Meski penjualan tumbuh, tingkat keuntungan yang menurun mengakibatkan laba Gudang Garam menurun. Laba kotor turun 4,81%, laba bersih menurun 8,42%.
Gudang Garam mencatat margin keuntungan yang menurun selama periode ini. Margin kotor turun signifikan 477 poin menjadi 14,94% disebabkan oleh kenaikan signifikan pada biaya bahan baku, seperti tembakau, cengkeh, maupun karton kemasan.

Margin usaha menurun 312 basis poin, meski Gudang Garam beroperasi dengan beban usaha yang lebih efisien selama semester I 2012. Gudang Garam mampu menekan beban transportasi, pengangkutan, beban iklan serta beban promosi sepanjang semester I 2012.

Menurunnya margin keuntungan kemudian mengakibatkan imbal hasil untuk pemegang saham yang lebih rendah. Return on Equity (ROE), indikator imbal hasil kepada pemegang saham, menurun sebesar 386 basis poin menjadi 17,03% pada semester I 2012.

Produktivitas aset Gudang Garam juga menurun. Return on Asset (ROA), indikator produktivitas aset, turun 407 basis poin menjadi 10,86%. Gudang Garam baru menyerahkan uang muka pembelian mesin, serta menyerahkan uang muka untuk pembelian persediaan yang belum berkontribusi terhadap kinerja laba.

Gudang Garam menyimpan kas senilai Rp 2,08 triliun per Juni 2012, mencerminkan rasio kas sebesar 0,16 kali. Karena rasio kas yang mengecil, Gudang Garam melakukan pinjaman jangka pendek senilai Rp 723 miliar untuk menopang aktivitas, dan mendorong rasio utang kena bunga meningkat signifikan dari hanya 0,05 kali pada semester I 2011 menjadi 0,20 kali pada semester I 2012. Dalam kegiatan operasi, Gudang Garam harus menyediakan modal kerja yang positif.

INVESTMENT HIGHLIGHT

1. Inelastic Demand
Gudang Garam berada dalam industri yang permintaan produknya cenderung inelastik, yakni kenaikan harga produk tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan volume konsumsi oleh konsumen. Meski cukai secara aktif dinaikkan oleh Pemerintah, volume produksi rokok di Indonesia terus meningkat, sekaligus mencerminkan konsumsi yang juga meningkat.

Tahun lalu tarif cukai dinaikkan dalam kisaran antara 4,8%-30,0% dibandingkan dengan tarif 2010. Sementara tarif cukai yang berlaku tahun 2012 naik antara 8,3%-48,9% dibanding tarif 2011.

Namun, produksi rokok Indonesia meningkat mencapai 300 miliar batang tahun lalu, sementara jumlah perokok mencapai 65,1 juta orang. Alokasi belanja rokok oleh masyarakat Indonesia stabil berkisar antara 4,9%-6,1% dari pengeluaran bulanan rata-rata.

2. Second Market Leader
Gudang Garam tercatat memiliki posisi yang solid di pasar. Hingga saat ini, Gudang Garam merupakan pemimpin pangsa pasar rokok terbesar ke-2 di Indonesia, dengan penguasaan sebesar 20,1% pangsa pasar. Gudang Garam masih merupakan pemimpin pasar terbesar ke-2, meski pangsa pasar Perusahaan terus menurun dibanding posisi penguasan pasar sebesar 34% pada 2002.

Posisi sebagai pemimpin pasar dapat menguntungkan Gudang Garam, mulai dari daya tawar terhadap pemasok bahan baku, hingga lebih rendahnya ancaman dari pendatang baru dalam industri terhadap kinerja Gudang Garam.

3. Growing Sales and Net Income
Ditengah pangsa pasarnya yang terus menurun dalam beberapa tahun terakhir, Gudang Garam secara konsisten mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba bersih selama 5 tahun terakhir.

Pendapatan tumbuh 11,2% compounded annual growth rate (CAGR) 2007-2011. Sementara laba bersih tumbuh 35,7% CAGR 2007-2011.
Nilai pendapatan Gudang Garam mencapai Rp 42 triliun pada 2011. Laba bersih yang dihasilkan senilai Rp 4,9 triliun. Meski demikian, beban yang meningkat mengakibatkan laba bersih harus menurun tipis 8% pada semester I 2012.

4. Flexibility to Meet Consumer’s Taste
Tren konsumsi rokok oleh masyarakat Indonesia yang beralih kepada rokok rendah tar rendah nikotin mendorong sejumlah produsen untuk masuk ke dalam pasar ini. Gudang Garam merupakan salah satu perusahaan yang dapat dikatakan tertinggal untuk masuk ke dalam segmen ini. Gudang Garam baru masuk kepada rokok rendah tar rendah nikotin pada 2002.

Meski demikian, Gudang Garam mulai dapat merebut pasar segmen rendah tar rendah nikotin. Gudang Garam menyebutkan memiliki kemampuan untuk mengakomodasi perubahan tren konsumsi di pasar. Sistem otomatisasi produksi presisi tinggi yang dimiliki dapat mendukung penciptaan produk dengan formulasi dan filter, variatif, serta produk rendah tar rendah nikotin.

5. Export Market Opportunity
Sejumlah produk rokok Gudang Garam mampu menembus sejumlah negara, mulai dari Asia, bahkan ke sejumlah negara Eropa, seperti Inggris, Perancis, Belanda, dan Jerman.

Gudang Garam dapat memperbesar penjualan ekspor yang produknya telah diterima secara internasional.
Tercatat penjualan ekspor Gudang Garam tumbuh 8,8% compounded annual growth rate (CAGR) 2007-2011. Gudang Garam menjual 6 miliar batang rokok secara internasional tahun lalu. Ekspor menyumbang sekitar 5% terhadap penjualan Gudang Garam.

INVESTMENT RISKS
1. Under Pressured Margins
Kenaikan margin yang dibukukan oleh Gudang Garam sejak tahun 2007 mulai terhenti pada semester I 2012. Margin kotor Gudang Garam tergerus secara tajam lebih dari 477 basis poin menjadi 19,73%, merupakan level margin terendah sejak tahun 2008.

Gudang Garam menghadapi tekanan semakin mahalnya biaya bahan baku dan bahan kemasan. Kemudian, biaya produksi tidak langsung (overhead) juga meningkat signifikan. Gudang Garam juga menghadapi meningkatnya cukai dan Pajak Pertambahan Nilai Rokok.

Di tengah persaingan pasar yang ketat, serta kemampuan produsen lain untuk meraih pasar rokok rendah tar rendah nikotin hingga target pasar konsumen kelas bawah, keleluasaan Gudang Garam untuk mentransmisikan kenaikan biaya produksi dan cukai-PPN kedalam harga jual akan semakin terbatas.

2. Raw Material Price Volatility
Gangguan cuaca dapat mengakibatkan berfluktuasinya harga bahan baku rokok, seperti tembakau. Perubahan cuaca dapat mengakibatkan gagal panen, sehingga persediaan tambakau dapat berkurang dan harganya menjadi lebih mahal.

Selain itu, turunnya harga tembakau di sejumlah wilayah telah mengakibatkan petani meminta adanya harga patokan pembelian tembakau. Adanya harga patokan dapat mempengaruhi kinerja margin produsen rokok, seperti Gudang Garam.

Sementara itu, di pasar internasional, harga cengkeh rata-rata meningkat 50% secara tahunan pada semester I 2012. Pada Juli-September 2012, harga rata-rata cengkeh menurun dibanding periode yang sama tahun lalu, namun harga kembali membentuk tren peningkatan sejak September. Ketersediaan cengkeh juga memiliki risiko terhadap gangguan panen.

3. Tighter Competition
Meski dikuasai oleh hanya beberapa pemain besar, pemain dalam industri rokok menghadapi persaingan yang sangat ketat. Persaingan yang ketat membuat pangsa pasar Gudang Garam mengalami penurunan. Merespon persaingan yang sangat ketat ini, produsen bahkan bersaing dalam hal harga jual serta peluncuran produk dengan berbagai varian.

4. Government Restrictions
Peraturan-peraturan Pemerintah yang semakin ketat dapat menahan laju pertumbuhan industri industri rokok yang digeluti oleh Gudang Garam. Restriksi Pemerintah yang ketat, termasuk juga adanya restriksi industri rokok dalam skala global, membuat beberapa produsen mendiversifikasi usaha ke dalam bisnis di luar rokok.

Regulasi Pemerintah yang makin ketat mencakup pembatasan produksi hanya sejumlah 260 miliar batang per tahun, pembatasan promosi rokok, penerapan kebijakan kemasan, pembatasan peredaran, pembatasan konsumsi, serta kenaikan tarif cukai setiap tahun.
Terdapat wacana mulai tahun 2014 pengenaan cukai rokok tidak hanya akan dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga terdapat tarif cukai yang akan dikenakan oleh pemerintah daerah.

5. Risk to Decline in Long Term Demand
Ancaman dalam industri juga adalah potensi penurunan permintaan dalam jangka panjang karena konsumsi rokok memiliki risiko kesehatan yang tinggi. Meski hingga saat ini sifat permintaan rokok cenderung inelastis, meningkatnya kesadaran masyarakat serta gaya konsumsi generasi baru yang semakin sadar akan kesehatan dapat menurunkan permintaan rokok dalam jangka panjang.(*/berbagai sumber, diolah duniaindustri.com)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo